Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Not a member yet
    669 research outputs found

    Analysis of Blue Swimming Crab (Portunus Pelagicus) Stocks in The Northern Java Sea, Tegal Regency and its Management Strategy

    Get PDF
    Tingginya nilai ekonomis rajungan dalam perekonomian mendorong peningkatan penangkapan di alam sehingga memicu terjadinya overfishing. Pendugaan stok rajungan di Kabupaten Tegal sangat minim dilakukan karena kurangnya informasi data mengenai rajungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan kondisi stok rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Laut Jawa, Kabupaten Tegal. Pengambilan sampel sebanyak 715 ekor dari nelayan, pengepul rajungan di Desa Suradadi, Bojongsana dan Purwahamba. Dilakukan dengan menggunakan metode sampel acak (Simple Random Sampling). Sampel yang didapat dilakukan pengukuran lebar karapas dan berat tubuh rajungan. Analisis data secara manual dan menggunakan bantuan software FISAT II dikeluarkan oleh FAO-ICLARM. Diantaranya sebaran frekuensi lebar karapas, hubungan lebar berat, pola pertumbuhan, mortalitas dan laju eksploitasi serta pola rekrutmen rajungan (Portunus pelagicus). Hasil penelitian ini adalah karakteristik rajungan di Kabupaten Tegal penangkapannya menggunakan bubu lipat, jenis yang banyak ditangkap jantan dengan ukuran lebar karapas 14 cm. Kondisi stok rajungan di Kabupaten Tegal masih dikategorikan baik sebab laju eksploitasi rajungan hanya sebesar 0,31 per tahun yang menunjukkan bahwa upaya penangkapan belum melebihi batas tingkat eksploitasi maksimal yaitu 0,5 per tahun. Upaya pengelolaan rajungan di Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal yaitu strategi pengelolaan perikanan rajungan di perairan Kabupaten Tegal meliputi menetapkan pengelolaan perikanan rajungan dalam Peraturan Daerah dan sosialisasi kepada stakeholder terkait

    Estimation of Organic Carbon Stocks in The Mangrove Ecosystem in Mojo Village, Ulujami District, Pemalang

    Get PDF
    The mangrove ecosystem as a coastal ecosystem is important in reducing the impact of climate change, especially in absorbing CO2 gas. The mangrove forest in Mojo Village, which had the largest area in Pemalang Regency, was not only threatened by coastal erosion but also faced deforestation for shrimp pond development. Considering the high ecological function of mangroves in climate change mitigation, it was essential to calculate carbon storage estimates in this ecosystem. The methodology employed in this study involved a survey method to analyze ecological indices and estimate carbon sequestration in mangrove biomass and sediments. The Importance Value Index indicated that the Avicennia alba mangrove species exhibited higher density and canopy coverage compared to the other three found species: Sonneratia caseolaris, Avicennia marina, and Rhizophora mucronata. The high density and canopy coverage of Avicennia alba made it the mangrove species with the highest estimated carbon biomass content. The estimated carbon storage in mangrove biomass at the research site ranged from 21.55 to 144.22 tons C/ha, while the estimated carbon storage in mangrove sediments varied from 98.45 to 181.06 tons C/ha. The total carbon storage estimate in the mangrove ecosystem of Mojo Village, Pemalang, ranged from 112.43 to 247.98 tons C/ha, with an average of 155.13 tons C/haEkosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim khususnya dalam penyerapan gas CO2. Hutan mangrove di Desa Mojo yang memiliki luasan terbesar di Kabupaten Pemalang tidak saja mengalami ancaman abrasi pantai, tetapi juga deforestasi untuk lahan tambak. Melihat fungsi ekologis mangrove yang tinggi dalam penanggulangan perubahan iklim, maka perlu dilakukan perhitungan estimasi simpanan karbon di ekosistem tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey untuk menganalisis indeks ekologi dan estimasi serapan karbon pada biomassa dan sedimen mangrove. Indeks Nilai Penting menunjukkan bahwa jenis pohon mangrove Avicennia alba memiliki tingkat kerapatan dan penutupan yang tinggi dibandingkan tiga jenis mangrove lainnya yang ditemukan yaitu Sonneratia caseolaris, Avicennia marina, dan Rhizopora mucronata, Tingginya nilai kerapatan dan penutupan jenis ini menjadikan pohon Avicennia alba sebagai jenis mangrove yang memiliki estimasi kandungan karbon biomassa tertinggi. Estimasi simpanan karbon biomassa mangrove di lokasi penelitian adalah 21,55–144,22 ton C/ha, sedangkanestimasi simpanan karbon pada sedimen mangrove berkisar 98,45–181,06 ton C/ha. Estimasi total simpanan karbon di ekosistem mangrove Desa Mojo Pemalang berkisar 112,43 – 247,98 ton C/ha dengan rata-rata 155,13 ton C/ha

    Distribution of Sediment Fractions and Organic Matter in Lampung Bay

    Get PDF
    Deposisi sedimen di perairan sangat dipengaruhi oleh proses-proses pantai yang menyebabkan variasi karakteristik fisik dan kimiawinya. Penelitian ini mengungkap komposisi ukuran sedimen dan bahan organik di sedimen Teluk Lampung untuk menduga proses deposisi. Analisis fraksi sedimen dilakukan berdasarkan pada American Society for Testing and Materials (ASTM) standards D422-63, sedangkan bahan organik dilakukan dengan menggunakan metode loss on ignition (LOI). Fraksi pasir lanau (75,95-78,73%) dan fraksi lempung (18,27-20,28%) memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi pasir (3,00-3,81%). Kandungan organik di sedimen perairan Teluk Lampung berkisar antara 10,67-13,48%. Distribusi fraksi sedimen dan bahan organik di perairan Teluk Lampung tidak berbeda signifikan antar stasiun, yang artinya stasiun yang berada di dekat kepala teluk (TL 1 dan TL 2) memiliki persentase fraksi sedimen dan bahan organik yang tidak berbeda signifikan dengan stasiun yang berada di tengah atau ke arah mulut teluk (TL 3-TL5).Sediment deposition in waters is considerably influenced by coastal processes causing variations in their physical and chemical characteristics. This study reveals the size composition of sediments and organic matter in Lampung Bay sediments how deposition processes occurAnalysis of the sediment fraction was carried out based on the American Society for Testing and Materials (ASTM) standards D422-63, while the organic matter was carried out using the loss on ignition (LOI) method. The silt sand fraction (75.95-78.73%) and clay fraction (18.27-20.28%) have a higher percentage than the sand fraction (3.00-3.81%). Then, the organic content in the sediments of Lampung Bay waters ranges from 10.67-13.48%. The distribution of sediment and organic matter fractions in the waters of Lampung Bay was not significantly different between stations, which means that stations near the head of the bay (TL 1 and TL 2) had a percentage of sediment and organic matter fractions that were not significantly different from stations in the middle or towards the mouth of the bay (TL 3-TL5)

    THE IMPACT SHORELINE MODIFICATIONS ON LEKANG TURTLE (Lepidochelys olivacea) CONSERVATION ALONG COASTAL OF KULONPROGRO, INDONESIA

    Get PDF
    Changes in oceanographic circumstances that continue to occur will generate challenges for coastal ecology, one of which is a change in the sea-land boundary. It is possible to have an impact on the olive ridley turtles that rise to lay their eggs by changing the region of this coastal area, particularly at Trisik Beach, Kulonprogo, and Yogyakarta Special Region. The goal of this study was to use a Geographic Information System to estimate the effect of changes in the coastline on the distribution of olive ridley turtles on Trisik Beach, Kulon Progo, and Yogyakarta Special Region in 2020-2022. Digitizing the shoreline reveals changes in the coastline, which is then analyzed using Landsat 8 satellite data retrieved with ArcGIS software. The Landsat 8 photos span the years 2020-2022. Using the Digital Shoreline Analysis System (DSAS) toolbox, each image will go through area cropping or image cutting, geometric and radiometric correction, demarcation or development of a land-sea boundary line, on-screen digitalization, and automatic calculation of coastal changes. Trisik Beach's coastline alterations from 2020 to 2022 tended to create abrasion due to the shrinking beach area. The greatest average distance to a coastline alteration was -29.61 m, the smallest was -15.03 m, and the average speed of the greatest abrasion is -8.26 m/year, the smallest is -4.19 m/year, resulting in a 111,967.03 m2 reduction in coastal area. The association between shoreline alterations and the distribution of olive ridley turtle nesting on Trisik Beach is quite significant, with the beach area affecting 91.3% of turtle nests and 88.5% of turtle eggs.Perubahan kondisi oseanografi yang terus terjadi akan mengakibatkan masalah terhadap ekologi wilayah pesisir, salah satunya adalah pergeseran batas antara laut dan daratan. Dengan berubahnya luasan wilayah pesisir ini, khususnya di Pantai Trisik, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dimungkinkan dapat memberikan pengaruh terhadap penyu lekang yang naik untuk bertelur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan garis pantai terhadap distribusi penyu lekang di Pantai Trisik, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2020-2022 dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis. Perubahan garis pantai diketahui dengan cara digitasi garis pantai, dan garis pantai diolah melalui citra satelit Landsat 8 yang telah diperoleh dengan software ArcGIS. Citra Landsat 8 yang diambil meliputi tahun 2020-2022. Masing-masing citra akan dilakukan cropping area atau pemotongan citra, koreksi geometrik dan radiometrik, delininiasi atau pembuatan garis batas antara daratan dan laut, digitasi on screen, dan perhitungan perubahan garis pantai secara otomatis menggunakan toolbox Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Trisik selama tahun 2020-2022 cenderung mengalami abrasi karena luasan pantai yang semakin berkurang, nilai jarak rata-rata perubahan garis pantai tertinggi -29,61 m terendah -15,03 m, dan nilai rata-rata laju abrasi tertinggi -8,26 m/tahun, terendah –4,19 m/tahun yang mengakibatkan pengurangan luasan wilayah pantai sebesar 111.967,03 m2. Korelasi antara perubahan garis pantai dengan distribusi peneluran penyu lekang di Pantai Trisik memiliki hubungan yang sangat kuat, luas pantai memengaruhi 91,3% jumlah sarang dan 88,5% jumlah telur penyu

    Analysis of Local Salt Quality in East Aceh Regency with Various Salt Processing Methods

    Get PDF
    Garam merupakan salah satu komoditas lokal yang dihasilkan oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Timur. Garam ini banyak dimanfaatkan sebagai zat aditif untuk proses pengolahan beberapa komoditas lainnya diantaranya pengawetan ikan dan pembuatan asam sunti. Kualitas garam sangat dipengaruhi oleh kepekatan air laut dan metode pengolahannya. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh metode pengolahan produksi garam terhadap kualitas garam yang dihasilkan dan membandingkan hasil analisis dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk garam konsumsi beryodium. Manfaat dalam penelitian ini adalah memberikan informasi kepada petani garam terkait kualitas garam yang dihasilkan dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas garam sesuai standar SNI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif, yaitu membandingkan parameter kualitas garam yang diproduksi dengan cara geomembran (G1), perebusan (G2) dan gabungan keduanya (G3). Parameter mutu yang dianalisis adalah kadar air, kadar NaCl, kadar iodium, dan bagian yang tidak larut dalam air. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air pada G1, G2, G3 berturut-turut adalah 1, 7, dan 6,4, kadar NaCl pada G1, G2, G3 berturut-turut adalah 12,51; 10,98; 12,29; bagian tidak larut dalam air pada G1, G2, G3 berturut-turut adalah 2, 4, 2,5 dan kadar iodium pada G1, G2, G3 berturut-turut adalah 34,65; 42,49; 47,46 sehingga dapat disimpulkan bahwa metode produksi secara geomembran memiliki kualitas garam yang lebih baik dibandingkan dengan metode produksi perebusan dan gabungan antara keduanya. Kadar NaCl dan kadar iodin yang dihasilkan melalui produksi geomembran sudah mencapai standar SNI 3556:2010 tentang garam konsumsi beryodium.Salt is one of the local commodities produced by the people of East Aceh District. This salt is widely utilized as an additive substance in the processing of various commodities, including fish preservation and the production of “asam sunti”. The quality of salt is greatly influenced by the concentration of seawater and their processing method. The purpose of this study was to examine the effect of production salt processing methods on the quality of the salt produced and to compare the results of analysis with SNI for consumption of iodized salt. The method used in this study is a comparative research method, which compares the quality parameters of salt produced by geomembrane (G1), boiling (G2) and a combination both of them (G3). The quality parameters analyzed were water content, NaCl content, iodine content, and water insoluble portion. The results of analysis compared with the standard SNI 3556: 2016 Concerning Iodized Consumable Salt show that the water content in G1, G2, G3 is 0, 7, and 6,4 respectively, the NaCl level in G1, G2, G3 is 120, respectively. 51, 10.98, 12.29, the water insoluble portion in G1, G2, G3 was 2, 4, 2,5 respectively and the iodine content in G1, G2, G3 was 34,65, 42,49, 47,46 respectively, so it can be concluded that geomembrane production method has better salt quality compared to the boiling production method and a combination of the two. NaCl levels and iodine levels produced through the production of geomembranes have reached the established standards SNI 3556:2010 concerning Iodized consumption salt

    Indonesia Mangrove Based Ectourism Development Strategy Potential Carrying Capabilities of The Area in West Oesapa Village Kelapa Lima District, Kupang City

    No full text
    Ekowisata mangrove di Kelurahan Oesapa Barat merupakan ekowisata yang berada di kawasan padat penduduk, sehingga apabila ekowisata ini tidak dikelola dengan baik maka berakibat fatal terhadap ekosistem mangrove tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian sumberdaya ekowisata mangrove dan juga daya dukung kawasan mangrove serta bagaimana strategi pengembangannya sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pemangku kepentingan dalam membuat kebijakan pengelolaan ekowisata mangrove ini kedepan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung, wawancara dan juga mengumpulkan data dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di daerah penelitian, kemudian untuk merumuskan strategi pengembangan ekowisata mangrove menggunakan analisis SWOT. Hasil analisis data kesesuaian sumberdaya ekowisata mangrove berada pada level sesuai dengan nilai sebesar 2,24 dengan jumlah pengunjung di kawasan ekowisata sesuai dengan perhitungan daya dukung kawasannya sebanyak 84 orang perhari dengan waktu operasional kawasan wisata selama 8 jam perhari. Arahan pengembangan ekowisata mangrove adalah dengan menerapkan strategi difersifikasi, artinya menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang jangka panjang guna menutup kelemahan (ancaman).  Mangrove ecotourism in West Oesapa village is ecotourism located in a densely populated area, so if this ecotourism is not managed properly it will have fatal consequences for the mangrove ecosystem. This research aims to determine the suitability of mangrove ecotourism resources and also the carrying capacity of mangrove areas as well as the development strategies so that they can be taken into consideration by stakeholders in making future management policies for mangrove ecotourism. The data collection method was carried out by direct observation, interviews and also collecting data from previous research conducted in the research area, then to formulate a strategy for developing mangrove ecotourism using SWOT analysis. The results of the data analysis of the suitability of mangrove ecotourism resources are at a level corresponding to a value of 2.24 with the number of visitors in the ecotourism area according to the calculation of the area's carrying capacity of 84 people per day with an operational time of the tourist area of ​​8 hours per day. The direction for developing mangrove ecotourism is to implement a diversification strategy, meaning using existing strengths to take advantage of long-term opportunities to cover weaknesses (threats)

    English

    No full text
    Radar-based tide gauges are one approach in measuring water level offering easier installation and maintenance. Tidal data recording that has been done commonly applies tide staff or pressure tide gauge. In this study, a radar tide gauge was installed at Cirebon port, northern part of Java island, to determine the tidal characteristics in Cirebon seawaters. Water elevation data was recorded every 15 minutes from July 2022 to November 2023. The tidal component is calculated using least squares method while the tidal type is determined using the Formzahl number. The dominant tidal component known consists of semidiurnal component i.e. M2, S2, N2, K2, 2N2; diurnal component, K1, O1, P1, Q1, J1, TAU1; and shallow water component SSA components with a height of 11.98, 5.58, 2.91, 2.11, 1.45, 11.80, 3.89, 6.11, 2.08, 1.56 and 3.11 (in cm), respectively. Tidal type in the study area is mixed type prevailing Semidiurnal. The tidal range is around 0.8-1 m high with high tide conditions at 6.00-9.00 and 18.00 - 21.00, while low tide conditions are within 11.00 - 14.00 and 01.00 - 04.00. Elevation height calculation based on datum is done by combining the tidal components. Tidal measurement data using radar can be an alternative data to support and complement data recorded in Cirebon and may become a consideration for development and other maritime activities.Pengukur pasang surut berbasis radar merupakan salah satu pendekatan dalam mengukur elevasi muka air yang mudah diinstal dan dipelihara. Perekaman data pasang surut yang pernah dilakukan umumnya menggunakan palem pasut atau pressure tide gauge. Pada studi ini radar tide gauge dipasang di pelabuhan Cirebon, bagian utara pulau Jawa, untuk mengetahui karakteristik pasang surut di perairan Cirebon. Data elevasi muka air direkam setiap 15 menit dari bulan Juli 2022 hingga November 2023. Komponen pasang surut dihitung menggunakan metode least square dan tipe pasang surut ditentukan melalui bilangan Formzahl. Komponen dominan pasang surut yang diketahui terdiri dari komponen semidiurnal M2, S2, N2, K2, 2N2; komponen diurnal K1, O1, P1, Q1, K1, J1, TAU1; dan komponen perairan dangkal SSA dengan tinggi secara berurutan sebesar 11.98, 5.58, 2.91, 2.11, 1.45, 11.80, 3.89, 6.11, 2.08, 1.56, dan 3.11 (dalam cm). Tipe pasang surut di area kajian adalah campuran condong semidiurnal. Tunggang pasut di daerah studi setinggi 0.8-1 m dengan kondisi pasang saat pukul 6.00-9.00 dan 18.00 - 21.00, sedangkan kondisi surut pada rentang pukul 11.00 - 14.00 dan 01.00 - 04.00. Perhitungan tinggi elevasi berdasarkan datum dilakukan dengan mengkombinasikan komponen pasang surut. Data pengukuran pasang surut menggunakan radar dapat menjadi data alternatif untuk mendukung dan melengkapi data yang terekam di Cirebon serta dapat menjadi pertimbangan untuk pembangunan dan kegiatan maritim lainnya

    Analisis Ekonomi Pengelolaan Perikanan Ikan Pelagis Besar di Wppnri 715

    Get PDF
    Fisheries management is essential in striving for fish resources to be utilized optimally and sustainably and have a welfare impact. WPPNRI 715 is one of Indonesia's eleven fisheries management areas with the most significant potential in big pelagic fish with high economic value. The aim of this study was to estimate the economic value in the management of large pelagic fisheries in WPPNRI 715. The result of the research can show utilization of big pelagic fish in WPPNRI 715 is good condition and has not exceeded the Maximum Sustainable Yield (MSY) value. Additionally, economically the benefits are still in good condition. The optimal production (MSY) of big pelagic fish in WPPNRI 715 is 421 872, 11 tons. Maximum profit MEY is Rp3 065 588,97 trillion with the actual effort of 470 609 trips where optimal effort is sustainable (MSY) of 861 131 trips and economically optimal effort (MEY) of 554 902 trips. Based on the results of the study, it was stated that there were economic benefits in the utilization of large pelagic fish resources in WPPNRI 715.Pengelolaan perikanan merupakan aspek penting dalam mengupayakan sumberdaya ikan untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, berkelanjutan dan memberikan dampak terhadap kesejahteraan. WPPNRI 715 merupakan salah satu dari sebelas wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia dengan potensi terbesar adalah ikan pelagis besar yang memiliki nilai ekonomis tinggi dibandingkan kelompok ikan lainnya. Tujuan dari penelitian ini untuk menduga nilai ekonomi dalam pengelolaan perikanan pelagis besar pada WPPNRI 715. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar pada WPPNRI 715 berada pada kondisi baik dan belum melebihi nilai MSY, selain itu juga secara ekonomi keuntungan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di WPPNRI 715 masih dalam kondisi baik. Optimal produksi ikan pelagis besar pada WPPNRI 715 (MSY) yaitu sebesar 421 872,11 ton. Rente maksimum (MEY) sebesar Rp3 065 588,97 trilyun, produksi aktual sebesar 320 444,42 ton dengan effort aktual sebanyak 470 609 trip dimana effort optimal lestari (MSY) sebanyak 861 131 trip dan effort optimal secara ekonomi sebanyak 554 902 trip. Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat keuntungan ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di WPPNRI 715

    SPATIAL AND TEMPORAL VARIATION OF ZOOPLANKTON COMPOSITION NEAR WHALE SHARK SIGHTINGS IN PROBOLINGGO OF EAST JAVA, INDONESIA

    Get PDF
    Whale shark occurrence in Probolinggo differs from other Indonesian locales, suggesting a link to zooplankton availability. Zooplankton composition and whale shark emergence are the focus of this study. From December 2017 to November 2018, six observation points were made each month. A plankton net filters and lugol preserves water. Olympus CX23 microscope observations were repeated twice. The spatial analysis revealed varying whale shark numbers at each station (Chi-square test, X2 = 1418.6, P <0.05), with six sharks observed at station PR_5. Zooplankton numbers were similar at each location. Temporal analysis revealed significant differences in whale shark appearance each month (Chi-square test, X2 = 81.04, P <0.05), with March and November having the highest appearance among the three individuals. The amount of zooplankton varied (Chi-square test, X2 = 148.61, P <0.05), with the highest abundance in April and March. Whale shark appearance and zooplankton composition were not correlated (r = 0.01, P< 0.05) both geographically and temporally. Whale sharks were linked to zooplankton kinds. Results indicate whale sharks are particularly interested in Acartia sp. (r = 0.3, P < 0.05). This suggests that whale sharks' appearance is determined by their demand for food, not zooplankton availability.Pola kemunculan hiu paus di Probolinggo berbeda dengan lokasi lain di Indonesia, diduga kemunculannya memiliki hubungan dengan ketersediaan zooplankton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji komposisi spasial dan temporal zooplankton serta mengaitkan dengan kemunculan hiu paus. Penelitian dimulai Bulan Desember 2017 - November 2018 dan terdapat enam titik pengamatan tiap bulannya. Air disaring menggunakan plankton net dan diawetkan menggunakan lugol. Pengamatan menggunakan mikroskop Olympus CX23 dengan dua kali ulangan. Hasil analisis spasial menunjukan adanya variasi terhadap keberadaan hiu paus di setiap stasiun (Chi-square test, X2= 1418.6, P <0.05) dengan kemunculan tertinggi diamati di stasiun PR_5 sebanyak enam individu. Namun, jumlah zooplankton tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan di setiap stasiunnya. Berdasarkan analisis temporal, kemunculan hiu paus berbeda signifikan setiap bulannya (Chi-square test, X2= 81.04, P <0.05), dengan bulan Maret dan November menunjukan kemunculan tertinggi, tiga individu. Terdapat variasi kelimpahan dalam jumlah zooplankton (Chi-square test, X2= 148.61, P <0.05), dengan kelimpahan terbesar terjadi pada bulan April dan Maret. Baik secara spasial maupun temporal, korelasi kemunculan hiu paus terhadap komposisi zooplankton tidak berhubungan (r= 0.01, P< 0.05). Selain itu, korelasi antara hiu paus terhadap jenis zooplankton yang ditemukan juga dilakukan, hasilnya menunjukan bahwa Acartia sp. terindikasi menjadi jenis target hiu paus tersebut  (r= 0.3, P <0.05), dimana kemunculan hiu paus tidak dipengaruhi oleh jumlah zooplankton yang tersedia, namun berdasarkan kebutuhan kalorinya

    ANALYSIS OF COASTLINE CHANGES AND ECOLOGICAL RESILIENCE IN TANGERANG COASTAL AREA, BANTEN PROVINCE

    Get PDF
    Wilayah pesisir Kabupaten Tangerang mengalami perubahan secara terus-menerus yang disebabkan faktor alam maupun aktivitas manusia. Perubahan yang terus terjadi ini, dapat merubah tingkat resiliensi ekologi yang ada di pesisir. Tujuan dari penelitian ini adalah menilai tingkat resiliensi berdasarkan dinamika perubahan garis pantai dan kondisi ekologi, serta kaitannya dengan penggunaan dan penutupan lahan di pesisir Kabupaten Tangerang. Analisis data terdiri atas pengolahan citra satelit Landsat, analisis penggunaan/penutupan lahan (LULC), dan laju perubahan garis pantai menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS), pengolahan data oseanografi, dan penilaian resiliensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pesisir Kabupaten Tangerang memiliki tingkat resiliensi rendah dengan dinamika perubahan garis pantai lebih dominan erosi daripada akresi. Laju perubahan garis pantai berkorelasi positif dengan LULC. Erosi terjadi pada kawasan yang dominan lahan tambak dan sedikit mangrove, sedangkan akresi terjadi di daerah muara sungai dan kawasan industri.The coastal area of ​​Tangerang Regency experiences continuous changes caused by natural factors and human activities. These ongoing changes can affect the level of resilience on the coast. This study aimed to assess the level of resilience based on the dynamics of coastline change and ecological conditions, as well as its relation to land use and land cover on the coast of Tangerang Regency. Data analysis consisted of processing Landsat satellite imagery, land use and land cover (LULC) analysis, and coastline change rate using Digital Shoreline Analysis System (DSAS), oceanographic data processing, and resilience assessment. The results showed that the coast of Tangerang Regency has a low level of resilience, with the dynamics of coastline change being more dominant in erosion than accretion. The rate of coastline change was positively correlated with LULC. Erosion occurred in areas where ponds were dominant, and few mangroves were present, while accretion occurred in estuaries and industrial areas

    612

    full texts

    669

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇