42133 research outputs found
Sort by
Perencanaan Lintasan dan Penghindaran Rintangan pada UAV dengan Metode Improved Grey Wolf Optimizer dan Partially Observable Markov Decision Process
Penelitian ini menerapkan metode perencanaan lintasan dan penghindaran rintangan untuk Unmanned Aerial Vehicle (UAV) menggunakan integrasi Improved Grey Wolf Optimizer (IGWO) dengan Partially Observable Markov Decision Process (POMDP). IGWO digunakan untuk menghasilkan lintasan optimal yang menghindari rintangan seperti radar, rudal, artileri dan zona larangan terbang, sedangkan POMDP diimplementasikan untuk penghindaran tabrakan dinamis dengan multiple intruder yang memiliki ketidakpastian arah gerak. Sistem menggunakan particle filter untuk mengestimasi heading intruder dan Monte Carlo Tree Search (MCTS) untuk pemilihan aksi. Pengujian dilakukan dalam simulasi lingkungan 3D dengan 5 intruder yang bergerak pada pola dan kecepatan berbeda. Hasil menunjukkan IGWO mampu menghasilkan lintasan optimal dengan penurunan fungsi biaya dari sekitar 5000 menjadi sekitar 2000 dalam 165 iterasi dan constraint violation bernilai nol, menunjukkan bahwa solusi yang dihasilkan memenuhi semua batasan yang ditentukan. Dengan menggunakan metode POMDP, UAV berhasil mempertahankan jarak aman minimum 0.8 meter dari intruder melalui pengaturan kecepatan adaptif antara 2-10 m/s. Path tracking menghasilkan rata-rata RMSE total sebesar 0.3027 m, yang menunjukkan UAV mampu mengikuti lintasan referensi dengan baik. Integrasi kedua metode ini terbukti efektif dalam menghasilkan navigasi UAV yang efisien pada lingkungan dengan multiple dynamic obstacles.
===============================================================================================================================
This research applies a path planning and collision avoidance methods for Unmanned Aerial Vehicles (UAV) by integrating Improved Grey Wolf Optimizer (IGWO) with Partially Observable Markov Decision Process (POMDP). IGWO is used to generate optimal paths avoiding obstacles such as radars, missiles, artillery, and No-Fly Zones, while POMDP is implemented for dynamic collision avoidance with multiple intruders having uncertain heading directions. The system employs particle filters to estimate intruder headings and Monte Carlo Tree Search (MCTS) for action selection. The experiments were carried out in a 3D simulation environment with 5 intruders moving in different patterns and speeds. Results show that IGWO successfully generates optimal paths with fitness cost reduction from around 5000 to approximately 2000 over 165 iterations and zero value constraint violations , indicating that the solution satisfies all specified constraints. By using the POMDP method, the UAV successfully maintained a minimum safe distance of 0.8 meters from the intruder through adaptive speed control between 2-10 m/s. Path tracking resulted in an average total RMSE of 0.3027 m, demonstrating the UAV's ability to follow reference paths effectively. The integration of these methods proves effective in producing efficient UAV navigation in the environments with multiple dynamic obstacles
Mitigasi Interferensi Virtual Small Cell Menggunakan Power Domain Non-Orthogonal Multiple Access
Dalam era digital, kebutuhan akan kapasitas data yang lebih tinggi dan layanan jaringan yang lebih baik terus meningkat, dengan proyeksi jumlah pelanggan 5G mencapai 5,3 miliar pada tahun 2029. Untuk menjawab tantangan berupa efisiensi spektrum dan interferensi dalam jaringan seluler yang padat, base station heterogen telah diperkenalkan untuk meningkatkan kapasitas melalui reuse frekuensi. Namun, pendekatan ini menimbulkan masalah baru, seperti interferensi intra-tier dan antar-tier, serta tingginya biaya infrastruktur dan operasional. Sebagai alternatif, Non-Orthogonal Multiple Access (NOMA) menawarkan solusi efisien dengan memungkinkan beberapa pengguna berbagi sumber daya secara bersamaan melalui alokasi daya berbasis kanal. Teknologi ini menjadi lebih efektif ketika dikombinasikan dengan Virtual Small Cell (VSC) yang menggunakan beamforming berbasis phased array antennas untuk menekan biaya dan meningkatkan fleksibilitas. Penelitian ini menggunakan simulasi berbasis MATLAB untuk memodelkan distribusi pengguna, merancang kluster VSC, dan mengevaluasi performansi jaringan. Parameter seperti kapasitas total, throughput total, efisiensi spektrum, dan efisiensi energi diukur menggunakan pendekatan geometri stokastik. Hasilnya menunjukkan bahwa NOMA memberikan peningkatan signifikan dibandingkan OMA, dengan peningkatan kapasitas total dan efisiensi spektrum hingga 32%. Teknik Successive Interference Cancellation (SIC) dalam NOMA efektif dalam memitigasi interferensi antar pengguna, sementara beamforming VSC meningkatkan kualitas sinyal dengan memfokuskan daya pada area padat pengguna. Dengan kemampuan ini, NOMA yang didukung VSC menjadi teknologi yang menjanjikan untuk menghadapi tantangan jaringan masa depan, memberikan solusi efisien untuk kebutuhan kapasitas tinggi dan layanan yang optimal.
==================================================================================================================================
In the digital era, the demand for higher data capacity and better network services continues to grow, with the number of 5G subscribers projected to reach 5.3 billion by 2029. To address challenges such as spectral efficiency and interference in increasingly dense cellular networks, heterogeneous base stations have been introduced to enhance capacity through frequency reuse. However, this approach introduces new challenges, including intra-tier and inter-tier interference as well as high infrastructure and operational costs. As an alternative, Non-Orthogonal Multiple Access (NOMA) offers an efficient solution by enabling multiple users to share resources simultaneously through channel-based power allocation. This technology becomes even more effective when combined with Virtual Small Cells (VSC) employing phased array antenna-based beamforming to reduce costs and enhance flexibility. This study utilizes MATLAB-based simulations to model user distribution, design VSC clusters, and evaluate network performance. Parameters such as total capacity, total throughput, spectral efficiency, and energy efficiency were measured using a stochastic geometry approach. The results demonstrate that NOMA significantly outperforms OMA, achieving up to a 32% increase in total capacity and spectral efficiency. The Successive Interference Cancellation (SIC) technique in NOMA effectively mitigates user-to-user interference, while VSC beamforming enhances signal quality by focusing power on high-density user areas. With these capabilities, NOMA supported by VSC emerges as a promising technology to tackle future network challenges, providing efficient solutions for high-capacity demands and optimal service delivery
Desain Timbunan Jalan Tol dengan Mengantisipasi Secondary Compression Setelah Adanya Perkuatan PVD pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Probolinggo – Banyuwangi Paket 2 Sta 16+300 – Sta 16+700
Pada lokasi pembangunan jalan tol Probolinggo-banyuwangi paket 2 terdapat beberapa area yang tanah dasarnya merupakan tanah lunak, salah satunya pada sta 16+300 – sta 16+700. Pada sta ini terdapat tanah lunak dengan kedalaman mencapai 12 meter. Masalah yang muncul pada konstruksi diatas tanah lunak yaitu penurunan. Penurunan terjadi akibat tanah lempung mudah memampat. Pemampatan atau konsolidasi terjadi dalam waktu sangat lama. Hal ini tentu akan menyebabkan masalah pada masa pelaksanaan dan operasional jalan tol akibat penurunan yang terjadi. Konsolidasi terdiri dari konsolidasi primer dan pemampatan sekunder. Konsolidasi primer terjadi terlebih dahulu setelah itu diikuti pemampatan sekunder. Metoda yang dilakukan untuk mempercepat konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder pada penelitian ini menggunakan PVD yang dikombinasikan dengan preloading. Studi ini dilakukan pada lokasi sta 16+300 –sta 16+700, dimana pada lokasi tersebut terdapat tanah compressible dengan kedalaman yang sama 12 m tetapi diatasnya terdapat timbunan dengan tinggi yang bervariasi, pada penelitian ini untuk variasi timbunan diambil pada ketinggian 4m, 6m, dan 8m. Setelah diketahui besarnya konsolidasi primer dan pemempatan sekunder yang terjadi pada tahun ke 2 sampai tahun ke 15 kemudian dilakukan pengecekan terhadap peraturan binamarga apakah tahun ke-2 dan ke-3 <2cm serta tahun ke-2 dan ke-12 <10cm dengan masa konstruksi 2 tahun dan pemeliharaan 1 tahun, pada tahun ke-5 dan ke-6 <2cm serta tahun ke-5 dan ke-15 <10cm dengan masa pelaksanaan 3 tahun dan pemeliharaan 2 tahun. Dari hasil tersebut diketahui ketinggian timbunan yang memerlukan preloading dan tidak. Untuk pengecekan lereng timbunan dilakukan perhitungan stabilitas terhadap variasi timbunan apakah stabilitas timbunan sudah sesuai yang di syaratkan, dan apabila tidak memenuhi dilakukan perkuatan dengan tambahan material geotextile. Sehingga pada setiap variasi timbunan diketahui jumlah geotextile yang dibutuhkan. Hasil dari penelitian ini diketahui pada tahun ke-2 dan ke-3, tahun ke-5 dan ke-6 serta tahun ke-5 dan ke-15 memenuhi persyaratan binamarga tetapi pada pada tahun ke-2 dan ke-12 tidak memenuhi persyaratan sehingga diperlukan preloading. Pada stabilitas timbunan diketahui nilai faktor keamanan pada semua variasi timbunan kurang dari yang disyaratkan sehingga dibutuhkan geotextile. Berdasarkan hasil tersebut penelitian ini dilakukan sebagai salah satu masukan untuk menentukan metode yang tepat dan waktu pelaksanaan yang cepat dalam pembangunan jalan Tol ini.
=====================================================================================================================================
In the Probolinggo-Banyuwangi Toll Road construction project package 2, there are several areas where the subgrade consists of soft soil, one of which is at STA 16+300 – STA 16+700. In this section, soft soil with a depth of up to 12 meters is found. The primary issue in constructing on soft soil is settlement. Settlement occurs due to the high compressibility of clay, where consolidation takes an extended period. This condition may pose problems during both the construction and operational phases of the toll road due to ongoing settlement. Consolidation consists of primary consolidation and secondary compression. Primary consolidation occurs first, followed by secondary compression. The method used in this study to accelerate primary consolidation and secondary compression involves prefabricated vertical drains (PVD) combined with preloading. The study was conducted at STA 16+300 – STA 16+700, where compressible soil with a depth of 12 meters is present, but the embankment height varies. For this study, embankment heights of 4m, 6m, and 8m were analyzed. Once the magnitude of primary consolidation and secondary compression from year 2 to year 15 was determined, the results were evaluated based on the Binamarga standards. Specifically, the settlement requirements are as follows: during the 2nd and 3rd years, settlement must be less than 2 cm; during the 2nd and 12th years, it must be less than 10 cm with a construction period of 2 years and maintenance of 1 year; and during the 5th and 6th years, it must be less than 2 cm; while during the 5th and 15th years, it must be less than 10 cm with a construction period of 3 years and maintenance of 2 years. From these results, the required embankment heights for which preloading is necessary were identified. Slope stability analysis for the embankment was also conducted to determine whether the stability meets the required standards. If the stability requirements were not met, reinforcement using geotextile material was applied. Therefore, for each embankment variation, the necessary amount of geotextile was determined. The results of this study show that the settlement requirements of Binamarga were met during the 2nd and 3rd years, the 5th and 6th years, and the 5th and 15th years, but not during the 2nd and 12th years, indicating the need for preloading. Regarding embankment stability, the factor of safety for all embankment variations was found to be below the required standard, necessitating the use of geotextile reinforcement. Based on these results, this study serves as input for selecting the appropriate method and ensuring a faster implementation period for the toll road constructio
Penilaian Risiko Operasi Pengangkatan Struktur Topside dengan Metode Fuzzy-Bayesian Inference
Menurut World Oil Outlook, permintaan minyak global diperkirakan akan meningkat dari 99,6 mb/d di tahun 2022 menjadi 116 mb/d di tahun 2045, dan akan terus meningkat hingga tahun 2035. Ini adalah peningkatan besar dalam permintaan minyak dan gas alam. Peningkatan ini berarti ada kebutuhan untuk lebih banyak anjungan lepas pantai dan semakin banyak proses lepas pantai, termasuk instalasi di bagian atas. Salah satu operasi yang umum dilakukan namun berisiko pada instalasi topside adalah operasi pengangkatan, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan cara-cara untuk menilai risiko operasi pengangkatan topside. Metode yang dibandingkan menggunakan Job Safety Analysis (JSA) dan kombinasi Bayesian Network (BN) dan Fuzzy Inference System (FIS). Teknik BN diterapkan untuk memodelkan interaksi antar aktivitas, sehingga memudahkan penghitungan probabilitas faktor kegagalan. Probabilitas ini kemudian berfungsi sebagai masukan untuk kerangka kerja FIS dalam model penilaian risiko, penggabungan pendekatan-pendekatan ini diimplementasikan untuk menghasilkan penilaian risiko yang lebih tepat dan dapat diandalkan. Sebagian besar risiko ditemukan dalam kategori Medium, tetapi BN-FIS menunjukkan peningkatan risiko ke kategori High pada beberapa tahap, dan metode BN-FIS dianggap lebih sensitif dalam mendeteksi kegagalan daripada JSA. Strategi mitigasi yang digunakan untuk mengurangi risiko termasuk pelaksanaan Toolbox Talks, inspeksi peralatan, penggunaan APD, penghentian operasi selama cuaca buruk, dan kepatuhan terhadap SOP.
=================================================================================================================================
According to the World Oil Outlook, global demand for oil is expected to rise from 99.6 mb/d in 2022 to 116 mb/d in 2045, with a further increase expected by 2035. This is a big increase in demand for oil and natural gas. This increase means there is a need for more offshore platforms and a growing number of offshore processes, including topside installations. One of the common but risky operations in topside installations is lifting operations.This research aims to compare ways to assess the risks of topside lifting operations. The methods compared use a Job Safety Analysis (JSA) and a combination of a Bayesian Network (BN) and a Fuzzy Inference System (FIS). The BN technique is applied to model the interplay between activities, facilitating the calculation of failure factor probabilities. These probabilities subsequently serve as inputs to the FIS framework within the risk assessment model.The amalgamation of these approaches is implemented to generate a risk assessment that is both more precise and reliable.. Most risks were found to be in the medium category, but the BN-FIS showed an increase in risk to the high category at some stages.The BN-FIS method is considered more sensitive in detecting failures than JSA. Mitigation strategies employed to mitigate risk include the implementation of Toolbox Talks, equipment inspection, the use of PPE, cessation of operations during inclement weather, and strict adherence to SOPs
Formasi Leader Follower dan Penghindaran Rintangan dengan Velocity Obstacle pada Mobile Robot Nonholonomic
Sistem multi-robot adalah sekelompok robot yang bekerja secara terkoordinasi untuk melaksanakan tugas-tugas kompleks dengan bantuan sistem komunikasi. Penelitian ini mengkaji pendekatan kontrol formasi multi-robot menggunakan metode leader-follower yang digabungkan dengan algoritma penghindaran hambatan berbasis velocityobstacle. Dalam hal ini digunakan dua strategi di mana strategi pertama multi-robot diizinkan untuk memecah formasi untuk melakukan penghindaran rintangan sedangkan untuk strategi kedua tetap menjaga formasi selagi melakukan penghindaran rintangan. Tiga konfigurasi hambatan, yaitu pada sudut 0°, -45°, dan -90° relatif terhadap jalur robot, diuji dalam simulasi pada setiap strategi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pertama memiliki waktu tempuh lebih cepat dengan rata-rata 30.5 detik dibandingkan strategi kedua yang membutuhkan rata-rata waktu 31.7 detik. Strategi pertama menunjukkan kelemahan pada error posisi yang lebih besar, dengan rata-rata 0.777 meter untuk robot 2 dan 0.600 meter untuk robot 3. Sebaliknya, strategi kedua menunjukkan keunggulan dalam menjaga formasi dengan error posisi yang lebih kecil, yaitu rata-rata 0.506 meter untuk robot 2 dan 0.488 meter untuk robot 3. Kedua strategi terbukti berhasil mencegah tabrakan di semua skenario, menunjukkan bahwa algoritma yang dihasilkan dapat melakukan penghindaran hambatan serta pembentukan formasi.
=====================================================================================================================================
A multi-robot system is a group of robots that work in coordination to perform complex tasks with the assistance of a communication system. This study examines the approach to multi-robot formation control using the leader-follower method combined with an obstacle avoidance algorithm based on velocity obstacles. Two strategies were employed: in the first strategy, the multi-robot system was allowed to break formation to avoid obstacles, while in the second strategy, the formation was maintained during obstacle avoidance. Three obstacle configurations, at angles of 0°, -45°, and -90° relative to the robot's path, were tested in simulations for each strategy. The results showed that the first strategy had a faster completion time, averaging 30.5 seconds, compared to the second strategy, which required an average of 31.7 seconds. However, the first strategy exhibited greater positional errors, with an average of 0.777 meters for robot 2 and 0.600 meters for robot 3. In contrast, the second strategy demonstrated superiority in maintaining formation, with smaller positional errors averaging 0.506 meters for robot 2 and 0.488 meters for robot 3. Both strategies successfully avoided collisions in all tested scenarios, indicating that the proposed algorithm effectively handles obstacle avoidance and formation maintenance
Analisis Pengkondisian Fitur log-f0 CWT Emosi Netral ke Marah dan Sedih Menggunakan Metode Convolutional Autoencoder dan Seq2Seq
Pada tesis ini, penulis merancang arsitektur deep learning spesifik yang digunakan untuk mengkondisikan intonasi marah dan sedih dari emosi netral.Untuk melatih arsitektur,penulis menggunakan dataset Emotional Speech Database yang menyediakan data mentah berupa rekaman suara berlabel yang dibutuhkan penulis secara spesifik. Dengan data yang tersedia, penulis kemudian melakukan ekstraksi fitur log-f0 Continous Wavelet Transform (CWT) sebagai representasi intonasi. Dengan menggunakan fitur yang berhasil diekstraksi kemudian penulis dapat memandang fitur sebagai data berbasis urutan maupun data gambar bila dilakukan modifikasi. Berdasarkan natur data ini, penulis kemudian mengusulkan arsitektur Seq2Seq dan Convolutional Autoencoder untuk dilatih. Selain itu, penulis juga melatih alat ukur berupa Speech Emotion Recognition untuk melihat performa pengkondisian emosi. Semua arsitektur yang dilatih ini kemudian diuji pada tiga dataset, yaitu: ESD, RAVDESS, dan CREMA-D untuk menilai performa dan kemampuan arsitektur dalam melakukan generalisasi. Hasil pengujian yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa secara performa dan generalisasi
arsitektur Seq2Seq lebih unggul dari Convolutional Encoder.
=================================================================================================================================
In this thesis, the author designs a specific deep learning architecture to condition angry and sad intonations from neutral emotions. To train the architecture, the author uses the Emotional Speech Database, which provides raw data in the form of labeled voice recordings that are specifically required by the author. Using the available data, the author then performs feature extraction of log-f0 using Continuous Wavelet Transform (CWT) as an intonation representation. The extracted features are then viewed as either sequence-based data or image-based data if modifications are applied. Based
on the nature of this data, the author proposes Seq2Seq and Convolutional Autoencoder architectures for training. Additionally, the author develops a Speech Emotion Recognition tool to measure the performance of emotion conditioning. All trained architectures are then tested on three datasets: ESD,RAVDESS, and CREMA-D, to evaluate the performance and generalization capability of the architectures. The test results demonstrate that, in terms
of performance and generalization, the Seq2Seq architecture outperforms the Convolutional Autoencoder
Analisis dan Implementasi Sistem Manajemen Proyek IT PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk
Manajemen proyek IT merupakan salah satu factor penting dalam menjaga kelancaran operasional sebuah perusahaan, terutama pada perusahaan dengan skala besar. Produk IT terbukti dapat menunjang kebutuhan dan efektivitas kerja pada karyawan perusahaan. Perusahaan yang di dalamnya memiliki keberagaman tugas dan divisi, tentunya memiliki kebutuhan akan produk IT yang sangat tinggi dan permohonan pengadaan produk IT tersebut tidak mungkin hanya ada satu dalam suatu waktu. Maka dari itu, dibutuhkan seseorang yang dapat melakukan pengawasan terhadap proyek IT, mulai dari perancangan sampai penggunaan produk IT secara masif. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis terkait implementasi sistem manajemen proyek IT pada PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. Analisis mencakup pada analisis prosedur bisnis perusahaan, fase proyek IT, hingga sistem aplikasi dan dokumentasi penunjang manajemen proyek IT perusahaan.
============================================================================================================================
IT project management is a crucial factor in maintaining smooth operational flow within a company, especially in large-scale enterprises. IT products have proven to support employee needs and work effectiveness. Companies with diverse tasks and divisions naturally have high demands for IT products, and requests for these products are unlikely to occur only once at a time. Therefore, someone is needed to oversee IT projects, from design to widespread product usage.This research analyzes the implementation of IT project management systems at PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. The analysis covers the company's business procedures, IT project phases, and supporting application systems and documentation for the company's IT project management
Penentuan Lokasi Dan Jumlah SPBU Hub Untuk Supply Point Pertashop Di Provinsi Lampung Menggunakan Metode Kombinasi : Clustering, Center Of Gravity, Mixed Integer Linear Programming
PT. Pertamina (Persero) mengembangkan perluasan jaringan lembaga penyalur yang dinamakan Pertashop (Pertamina Shop), yaitu suatu outlet penjualan BBM non subsidi yang bertujuan untuk melayani kebutuhan energi masyarakat pedesaan yang belum terlayani oleh SPBU. Unit bisnis PT. Pertamina (Persero) yang giat dan berhasil mengembangkan outlet Pertashop adalah Pertamina Regional Sumbagsel (Sumatra Bagian Selatan) dengan jumlah unit Pertashop terbanyak yaitu sebanyak 1.217 unit Pertashop. Dari sejumlah unit Pertashop tersebut, Integrated Terminal (IT) Panjang menjadi Terminal BBM yang paling banyak menyuplai unit Pertashop di wilayah Regional Sumbagsel yaitu sebanyak 382 unit Pertashop, dimana unit-unit tersebut berada di Provinsi Lampung. Semakin menggeliatnya bisnis Pertashop ternyata menimbulkan tantangan tersendiri dalam sisi pelayanan delivery BBM dari supply point (IT Panjang) ke unit Pertashop. Jarak, waktu tempuh, dan kondisi jalan menjadi aspek tantangan yang dialami. Frekuensi kejadian kritis stock BBM di unit Pertashop sering terjadi dan cenderung meningkat. Skema pelayanan delivery eksisting langsung dari supply point (IT Panjang) bukan opsi terbaik untuk menjaga continuity replenishment stock. Metodologi pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah melalui penyediaan SPBU Hub sebagai supply point alternatif baru untuk unit Pertashop, dimana lokasi SPBU Hub ini cenderung lebih dekat dengan unit Pertashop. Untuk menentukan jumlah dan lokasi SPBU Hub digunakan metode kombinasi yaitu penggunaan metode cluster K-Means untuk menentukan jumlah SPBU Hub dan menggunakan metode center of gravity dan Mixed Integer Linear Programming (MILP) untuk menentukan SPBU reguler eksisting yang akan dijadikan SPBU Hub. Diperoleh 4 (empat) cluster wilayah untuk unit - unit Pertashop dengan jumlah SPBU Hub sebanyak 7 (tujuh) unit sebagai supply point untuk unit Pertashop tersebut. Dengan pola penerapan SPBU Hub sebagai supply point unit – unit Pertashop di Provinsi Lampung memiliki implikasi menurunkan cost ongkos angkut sebesar 31%.
==================================================================================================================================
PT. Pertamina (Persero) is developing an expansion of the channeling agency network called Pertashop (Pertamina Shop), which is a non-subsidized fuel sales that aims to serve the energy needs of rural communities that have not been served by gas stations. Business units of PT. Pertamina (Persero) that is active and successful in developing Pertashop outlets is Pertamina Regional Sumbagsel (Southern Sumatra), the business unit with the largest amount of Pertashop units with amount of 1,217 Pertashop units. From that amount of Pertashop units, Integrated Terminal (IT) Panjang is the Fuel Terminal that supplies the most Pertashop units in Regional Sumbagsel with amount of 382 Pertashop units, these units located in Lampung Province. The increasing number of trend Pertashop business, it turns out develop challenges in terms of fuel delivery services from supply point (Integrated Terminal Panjang) to Pertashop units. Distances, travel times, and road conditions are some aspects of the challenges experienced. The frequency of critical stock events in Pertashop units often occurs and tend to increase. The existing delivery service scheme which is direct deliver from Integrated Terminal Panjang to Pertashop units is not the best option to maintain the continuity replenishment of stock. The methodology of problem solving in this study is through providing gas stations hub as a new alternative supply point for Pertashop unit, where the location of this gas station hub tends to be closer to Pertashop unit. To determine the number and location of gas stations hub, researcher used combination methods. Cluster K-Means method to determine the number of gas stations hub then using center of gravity method and Mixed Integer Linear Programming (MILP) to determine existing regular gas station as a gas stations hub. Four regional clusters were obtained for Pertashop units with a total of 7 (seven) Gas Station Hub as supply points for Pertashop units. Implementing Gas Station Hub as a supply point for Pertashop units in Lampung Province has implication in reducing transportation cost to 31%
Pengembangan Pipeline Berbasis MLOps untuk Experiment Tracking pada Infrastruktur Data Science
Kerja praktik ini dilakukan di PT United Tractors Tbk untuk meningkatkan efisiensi siklus pembelajaran mesin melalui penerapan MLOps (Machine Learning Operations). Proyek ini difokuskan pada pengembangan pipeline machine learning modular yang terdiri dari enam lapisan, dengan implementasi MLOps yang terpusat pada experiment tracking menggunakan Databricks. Penerapan ini berhasil meningkatkan keterlacakan eksperimen, efisiensi, dan reproduktibilitas pengembangan model, sekaligus mendukung kolaborasi tim data science. Pipeline yang terstandarisasi ini diharapkan menjadi pedoman dalam pengembangan dan pengoperasian model machine learning di masa depan.
============================================================================================================================
This internship was conducted at PT United Tractors Tbk to improve the efficiency of the machine learning lifecycle through the implementation of MLOps (Machine Learning Operations). The project focused on developing a modular machine learning pipeline consisting of six layers, with MLOps implementation centered on experiment tracking using Databricks. This implementation successfully enhanced experiment traceability, efficiency, and model development reproducibility while also supporting collaboration within the data science team. The standardized pipeline is expected to serve as a guideline for the future development and operation of machine learning models
Analisis Kekuatan Konstruksi Konversi Trimming Barge ke Crane Barge Dengan Penambahan Crawler Crane Reinforcement Menggunakan Metode Elemen Hingga
Trimming barge adalah jenis tongkang yang dirancang khusus untuk penyesuaian distribusi muatan atau trimming material yang diangkut. Sementara itu, crane barge merupakan tongkang yang dilengkapi dengan sistem crane pada deck, yang berfungsi untuk memuat, membongkar, serta mengangkat material atau peralatan pendukung. Proses konversi dari trimming barge menjadi crane barge melibatkan modifikasi struktural yang signifikan, termasuk pemasangan sistem crane pada deck tongkang. Selain itu, diperlukan penambahan reinforcement untuk crawler crane guna menahan beban tambahan crane sebesar 424 ton dalam kondisi statis. Metode elemen hingga (finite element method) digunakan untuk menganalisis distribusi tegangan dan deformasi pada struktur yang telah dimodifikasi. Data penelitian ini berasal dari data aktual proses konversi crane barge. Untuk memastikan keselamatan dan keandalan struktur, analisis dilakukan berdasarkan ABS Rules Classification, dengan material yang digunakan adalah ABS grade A steel, sesuai dengan spesifikasi mechanical properties. Dalam pembangunan konstruksi laut, analisis kekuatan struktur menjadi aspek yang sangat penting untuk memastikan desain mampu menahan beban tanpa mengalami kegagalan. Metode elemen hingga digunakan untuk mengevaluasi kekuatan konstruksi kapal dengan efisiensi tinggi dan menyederhanakan proses perhitungan. Studi ini secara khusus mengevaluasi kekuatan struktur sebelum dan sesudah proses konversi menjadi crane barge, termasuk analisis pengaruh penambahan crawler crane reinforcement.
====================================================================================================================================
A trimming barge is a specialized type of barge designed to adjust the distribution of cargo or trimming materials being transported. Meanwhile, a crane barge is a barge equipped with a crane system on its deck, serving to load, unload, and lift materials or supporting equipment. The conversion process from a trimming barge to a crane barge involves significant structural modifications, including the installation of a crane system on the barge deck. Additionally, reinforcement is required for the crawler crane to withstand the additional static load of 424 tons. The Finite Element Method (FEM) is employed to analyze the stress distribution and deformation in the modified structure. This study is based on actual data from a crane barge conversion process. To ensure structural safety and reliability, the analysis follows the ABS Rules for Classification, with the material used being ABS Grade A steel, in accordance with specified mechanical properties. In marine construction, structural strength analysis is a critical aspect to ensure that the design can withstand loads without failure. The Finite Element Method offers an efficient approach to evaluating vessel structural integrity while simplifying calculations. This study specifically evaluates the structural strength before and after the conversion into a crane barge, including the impact of adding crawler crane reinforcement