Jurnal Biomedika dan Kesehatan
Not a member yet
100 research outputs found
Sort by
Virus Corona (2019-nCoV) penyebab COVID-19
Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei di China tengah, adalah provinsi ketujuh terbesar di negara itu dengan populasi 11 juta orang. Pada awal Desember 2019 seorang pasien didiagnosis menderita pneumonia yang tidak biasa. Pada 31 Desember, kantor regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Beijing telah menerima pemberitahuan tentang sekelompok pasien dengan pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya dari kota yang sama.(1
Gambaran gangguan mental emosional pada penduduk Desa Banfanu, Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur
LATAR BELAKANGKesehatan jiwa merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas, gangguan mental emosional pada populasi Indonesia tahun 2013 adalah 6%, kemudian pada tahun 2018 meningkat menjadi 9.8%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati urutan ketiga tertinggi dengan prevalensi 15.7%. Di NTT, penelitian mengenai gangguan mental emosional belum banyak dilakukan, serta belum terfokus pada daerah terpencil atau tertinggal yang ada di dalamnya. Berdasarkan pemaparan tersebut maka peneliti tertarik untuk menggambarkan pola gangguan mental emosional pada penduduk di Desa Banfanu, NTT melalui berbagai faktor sosiodemografik yang menyertai.
METODEPenelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang melibatkan 80 responden di Desa Banfanu, Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Teknik pengambilan data secara accidental sampling menggunakan instrumen Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi. Data yang sudah diklasifikasikan, disajikan dalam bentuk tabel.
HASILResponden yang mengalami gangguan mental emosional 8.8% dari 80 responden. Karakteristik penduduk yang paling banyak mengalami gangguan mental emosional adalah perempuan (6.3%), usia muda (15-34 tahun) sebesar 5%, pendidikan rendah (5%), dan tidak bekerja (6.3%). Gejala somatik (fisik) mendominasi kelompok penduduk umum dan yang mengalami gangguan mental emosional. Beberapa gejala antara lain sakit kepala, sulit tidur, mudah lelah, merasa cemas, tegang atau khawatir, tidak nafsu makan, dan rasa tidak enak di perut.
KESIMPULANGangguan mental emosional penduduk di Desa Banfanu, Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 8.8%, dan terbanyak mengalami gejala somatik
Hubungan sikap tubuh saat bekerja dengan keluhan muskuloskeletal akibat kerja pada karyawan
LATAR BELAKANG Gangguan muskuloskeletal akibat kerja adalah gangguan pada struktur muskuloskeletal pada leher, punggung, ekstremitas atas dan bawah yang disebabkan oleh mikro-trauma kumulatif akibat biomekanikal atau pajanan lain dari pekerjaan. Gangguan ini jarang mengancam jiwa, tetapi dapat meningkatkan absenteisme, menurunkan produktivitas kerja, menurunkan kualitas hidup, dan meningkatkan beban finansial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan risiko sikap tubuh saat bekerja dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal. Selain itu penelitian juga melihat faktor lain seperti masa kerja dan karakteristik jenis kelamin serta hubungannya dengan keluhan muskuloskeletal.
METODEPenelitian menggunakan studi observasional analitik cross-sectional dengan jumlah responden 60 pekerja kantor. Risiko sikap kerja dinilai dengan menggunakan Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dan keluhan muskuloskeletal dinilai dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM). Selain itu juga dikumpulkan data tentang jenis kelamin dan masa kerja. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan uji Fisher.
HASILHampir sebagian besar pekerja (91.7%) mengalami keluhan muskuloskeletal dan sebagian besar di antaranya adalah pekerja laki-laki (96.9%). Keluhan muskuloskeletal yang tinggi didapatkan pada pekerja yang sudah bekerja lebih dari 4 tahun (96.7%) dan juga pada pekerja dengan sikap kerja berisiko tinggi (90%) namun berdasarkan hasil uji statistik tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin, masa kerja dan tingkat risiko sikap tubuh dengan keluhan muskuloskeletal (p> 0.005).
KESIMPULANPrevalensi keluhan muskuloskeletal pada pekerja kantor sangat tinggi demikian juga dengan tingkat risiko sikap tubuh saat bekerja. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara risiko sikap tubuh, jenis kelamin dan masa kerja dengan keluhan muskuloskeletal. Dengan demikian perlu diteliti faktor-faktor lain yang mungkin menyebabkan keluhan ini. Walaupun tidak didapatkan hubungan yang bermakna, angka prevalensi yang tinggi ini perlu menjadi perhatian bagi perusahaan
Ko-infeksi asimptomatik helminthiasis pada pasien tuberkulosis paru di Surabaya kota: studi pendahuluan
BACKGROUNDPulmonary tuberculosis (TB) is a leading cause of morbidity and mortality, and East Java province is the second largest contributor of co-infection in Indonesia. Asymptomatic helminth infection among pulmonary tuberculosis patients causes another public health problem. Few data relate to helminth infection based on clinical and immunological outcomes of pulmonary TB in highly endemic areas.
METHODSThis study was designed as a preliminary study and aimed to determine helminth co-infection among TB patients with a macroscopic assessment. This cross-sectional study was conducted in June-August 2017.
RESULTSAmong 16 treated active TB patients from TB cohort data of Tanakali Kedinding health center found that 56% were stool smear-positive for Trichuris trichiura eggs, but had no clinical symptoms.
CONCLUSIONWhether or not the helminth infection may have an impact on the diagnosis and treatment of active TB remains to be further investigated. Co-infection could be inhibited by the host immune response and improve the prognosis of TB treatment.LATAR BELAKANGPenyakit tuberculosis paru (TB) hingga saat ini masih menjadi penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas, dan propinsi Jawa Timur termasuk penyumbang penderita kedua terbanyak di Indonesia. Hanya sedikit data informasi diketahui terkait infeksi kecacingan yang terjadi pada penderita TB baik secara klinis dan imunologi pada daerah endemis. METODEStudi ini di desain sebagai studi awal dan bertujuan untuk menilai ko-infeksi kecacingan diantara penderita TB. Studi potong-lintang ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2017.HASILEnam belas penderita aktif TB berdasarkan data kohort tuberkulosis Puskesmas Tanakali Kedinding, didapatkan 56%-nya positif kecacingan dengan ditemukannya telur Trichuris trichiura.KESIMPULANWalaupun efek dari infeksi kecacingan tidak berdampak terhadap diagnosis dan pengobatan tuberkulosis, akan tetapi sebaiknya penderita yang terdeteksi sebagai tuberkulosis aktif, dilakukan skrining kecacingan terlebih dahulu. Ko-infeksi dapat dihampat oleh respon imun penderita dan meningkatkan prognosis pengobatan tuberkulosis. 
Hubungan paparan bising dengan hipertensi pada karyawan pabrik industri kabel
LATAR BELAKANGHipertensi didefinisikans jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. RISKESDAS 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 34.11%. Hipertensi merupakan risiko kesehatan umum pada pekerja yang terpapar kebisingan keras (≥85dB(A)). Frekuensi, intensitas, durasi paparan, tipe bising dapat mengganggu aktivitas tubuh seperti sistem pendengaran dan non-pendengaran. Hipertensi merupakan penyakit multi-faktorial yang dapat dipicu dari berbagai sumber seperti paparan bising. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara paparan bising dan hipertensi.
METODEPenelitian ini dilakukan menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan potong lintang pada 78 responden laki-laki berusia 22-53 tahun di pabrik kabel, Jawa Barat. Data dikumpulkan dengan kuesioner sosiodemografi, sphygmomanometer, microtoise, dan timbangan berat badan. Variabel yang diteliti adalah hipertensi, intensitas bising, tipe bising, masa kerja, usia, jumlah konsumsi rokok. Analisis data menggunakan uji Chi-square dan Kolmogorov-Smirnov dengan p<0.05.
HASILTekanan darah normal 23.1%, prehipertensi 39.7%, hipertensi 37.1%. Intensitas bising <85 dB(A) 32.1%, ≥85 dB(A) 67.9%. Tipe bising kontinu + intermittent 93.6%, impulsif 6.4%. Masa kerja <10 tahun 23.1%, ≥10 tahun 76.9%. Tidak merokok 35.9%, merokok 1-10 batang 24.4%, >10 batang 39.7%. Hubungan bermakna antara intensitas bising dan usia dengan hipertensi (p=0.007; p=0.019). Hubungan tidak bermakna antara tipe bising, masa kerja, dan konsumsi rokok dengan hipertensi (p=0.281; p=0.139; p=0.257).
KESIMPULANTerdapat hubungan bermakna antara intensitas bising dan usia dengan hipertensi pada karyawan pabrik industri kabel, namun tidak didapatkan hubungan bermakna antara tipe bising, masa kerja, dan jumlah konsumsi rokok dengan hipertensi.LATAR BELAKANG
Hipertensi didefinisikan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. RISKESDAS 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 34,11%. Hipertensi merupakan risiko kesehatan umum pada pekerja yang terpapar kebisingan keras (≥ 85 dB(A)). Frekuensi, intensitas, durasi paparan, tipe bising dapat mengganggu aktivitas tubuh: sistem pendengaran dan non-pendengaran. Hipertensi merupakan penyakit multi-faktor yang dapat dipicu dari berbagai sumber seperti paparan bising. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan paparan bising dengan hipertensi.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan potong lintang yang mengikutsertakan 78 responden laki-laki dari 22-53 tahun di PT. X pabrik kabel yang beroperasi di Jawa Barat. Alat pengumpul data berupa kuesioner sosiodemografi, spyghmomanometer, microtoise, timbangan berat badan. Variabel yang diteliti adalah hipertensi, intensitas bising, tipe bising, masa kerja, usia, jumlah konsumsi rokok. Analisis data menggunakan uji chi-square dan Kolmogorov-Smirnov dengan SPSS (p<0,05).
HASIL
Didapatkan tekanan darah normal 23,1%, pre-hipertensi 39,7%, hipertensi 1 25,6%, hipertensi 2 11,5%.Intensitas bising <85 dB(A) 32,1%, ≥85 dB(A) 67,9%. Tipe bising kontinu 12,8%, intermitten 80,8%, impulsif 6,4%. Masa kerja <10 tahun 23,1%, ≥10 tahun 76,9%. Pekerja tidak merokok 35,9%, merokok 1-10 batang 24,4%, >10 batang 39,7%.
KESIMPULAN
Terdapat hubungan bermakna antara intensitas bising dan usia dengan hipertensi pada karyawan pabrik industri kabel (p=0,007; p=0,019). Tidak terdapat hubungan bermakna antara tipe bising, masa kerja, dan jumlah konsumsi rokok dengan hipertensi (p=0,281; p=0,139; p=0,257).
KATA KUNCI
Hipertensi, paparan bising, usia, intensitas bising, tipe bisin
Spondilitis tuberkulosis: perbaikan yang signifikan setelah intervensi dini
LATAR BELAKANGTuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Salah satu bentuk TB ekstra paru adalah Spondilitis TB atau biasa dikenal dengan Pott’s disease (PD).
DESKRIPSI KASUSPerempuan berusia 40 tahun datang ke unit gawat darurat (UGD) Rumah Sakit Hermina Daan Mogot dengan keluhan nyeri punggung bawah yang memberat sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan demam, batuk lama, penurunan berat badan disangkal. Terdapat kontak dengan penderita TB. Pemeriksaan fisik didapatkan numeric rating scale (NRS) 10, dan kekuatan motorik normal (5555) pada keempat anggota gerak. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan radiologi rontgen lumbosakral menunjukkan penyempitan diskus intervertebralis pada vertebra L2 dan L3. Pasien kemudian diberikan tata laksana nyeri Non Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID), antidepresan, dan opioid. Dalam perawatan pasien mengalami kelemahan tungkai kiri, kekuatan motorik turun menjadi ‘1155’. Pasien dirujuk untuk dilakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lumbal dengan kontras dan tindakan operasi. Hasil MRI menunjukkan proses destruktif yang melibatkan L1, L2, dan L3 dan bukti ekstensi kanal paraspinal dan spinal yang menekan kantung thecal dan menyebabkan stenosis berat pada medula spinalis. Radiografi thoraks dalam batas normal. Dilakukan operasi dekompresi dan stabilisasi tulang belakang dan pemberian regimen standar obat anti tuberkulosis (OAT). Setelah menjalani operasi, klinis pasien menunjukkan perbaikan signifikan. Kekuatan motorik meningkat ke '5555' dan NRS turun menjadi 4. Pasien saat ini mengkonsumsi OAT bulan ke-14.
KESIMPULANSpondilitis TB adalah infeksi tulang belakang kronis yang dapat terjadi dengan atau tanpa tuberkulosis paru. Intervensi dini dapat memberikan perbaikan yang signifikan dan prognosis yang lebih baik
Kanker lambung: kenali penyebab sampai pencegahannya
Kanker lambung merupakan kelompok penyakit keganasan yang mempunyai penyebab multifaktorial yaitu dari faktor genetik, gaya hidup dan lingkungan. Kelainan gen pada kromosom ke - 16 dapat menyebabkan Hereditary Difuse Gastric Cancer (HDGC). Selain faktor genetik, adanya pola diet yang tidak tepat, kebiasaan merokok dan alkohol juga dapat menjadi faktor risiko seseorang menderita kanker lambung. Pola diet yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya kolonisasi dari bakteri Helicobacter pylori di dalam lambung yang dalam perkembangannya, bakteri ini dapat menimbulkan keganasan. Selain infeksi bakteri H. pylori, terdapat juga infeksi Virus Epstein Barr (EBV) sebagai faktor risiko dari kanker lambung. Adanya infeksi EBV pada penderita kanker lambung memberikan gambaran sistem imun penderita di mana kondisi ini dapat mempengaruhi prognosis penderita. Angka kejadian kenker lambung meningkat pada Negara di Asia Timur, Eropa Tengah dan Timur serta Amerika Selatan. Kanker lambung lebih banyak dijumpai pada laki-laki dan diatas usia 50 tahun. Kanker lambung Gejala yang ditimbulkan oleh kanker lambung pada awalnya tidak khas seperti gejala pada keluhan pencernaan umumnya. Kanker lambung sering kali ditemukan pada stadium yang sudah lanjut dan mengakibatkan prognosis yang kurang baik. Oleh karena itu diperlukan adanya diagnosa dini pada penderita kanker lambung yaitu dengan tindakan endoskopi sebagai tindakan deteksi stadium dini. Tata laksanaanker lambung tergantung pada kondisi stadium yang ditemukan. Pada stadium awal, tata laksana yang diberikan hanya tindakan reseksi minimal sedangkan pada stadium lanjut dapat dilakukan tata laksana dengan prinsip multi modalitas yang melibatkan tindakan pembedahan dan tindakan kuratif
Hubungan pes planus dan keseimbangan statis pada anak sekolah dasar
LATAR BELAKANGKeseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk mempertahankan pusat massa tubuh terhadap axis tubuh untuk melawan gravitasi bumi yang dipengaruhi oleh proses sensorik atau sistem saraf, motorik atau muskuloskeletal. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada anak yaitu, gangguan muskuloskeletal berupa kelainan bentuk telapak kaki. Hasil penelitian yang sudah ada masih menunjukkan kontroversi sehubungan dengan hal tersebut. Penelitian ini dibuat untuk melihat lebih lanjut hubungan pes planus (kaki datar) dengan keseimbangan statis terutama pada anak sekolah dasar.
METODEPenelitian menggunakan metode studi observasional dengan desain cross-sectional yang mengikutsertakan 145 siswa-siswa SD X di Tangerang dan SD Y di Batam. Data dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Keseimbangan statis diukur dengan metode Standing Stork Test, sedangkan diagnosa pes planus didapatkan dengan metode Wet Foot Print untuk mendapatkan batas lengkung arkus longitudinal medial kaki. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dengan tingkat kemaknaan yang digunakan 0.05.
HASILDari 145 responden, didapatkan 18 anak (12.4%) memiliki keseimbangan statis yang buruk dan 42 anak (29%) didiagnosa dengan pes planus. Terdapat 18 anak dengan keseimbangan statis yang buruk dengan 16 (88.9%) diantaranya memiliki pes planus. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara keseimbangan statis dengan pes planus pada anak sekolah dasar (p=0.000).
KESIMPULANTerdapat hubungan signifikan antara pes planus dan keseimbangan statis
Hubungan antara tekanan darah dengan keparahan stroke menggunakan National Institute Health Stroke Scale
LATAR BELAKANGStroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan tingkat kematian dan disabilitas yang tinggi. Sebesar 75% dari faktor risiko stroke adalah hipertensi. Semenjak tingkat mortalitas stroke mengalami penurunan, kesempatan hidup pasien pasca-stroke dengan gejala sisa yang diakibatkannya semakin meningkat. Sampai saat in masih diperoleh hasil yang kontroversi antara hubungan tekanan darah dengan keparahan stroke menggunakan National Institute Health Stroke Scale (NIHSS), diperoleh hasil penelitian yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan dan sebagian lain menjumpai hubungan yang signifikan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan tekanan darah dengan hasil keparahan stroke menggunakan NIHSS.
METODEPenelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive non random sampling pada data rekam medik pasien stroke di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), Jakarta Timur dari November hingga Desember 2018. Jumlah rekam medik yang diambil adalah 235 buah. Pengambilan data menggunakan data sekunder. NIHSS merupakan skala penilaian valid yang dapat dipercaya dan efisien untuk mengukur derajat neurologis pasien selama stroke akut dan mengukur hasil keluaran klinis setelah terapi. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji korelasi Spearman.
HASILTerdapat hubungan antara tekanan darah sistolik (p=0.01) dan tekanan darah diastolik (p=0.004) dengan tingkat keparahan stroke.
KESIMPULANTerdapat hubungan antara tekanan darah dan keparahan stroke menggunakan NIHSS pada pasien stroke yang dirawat di RSPON
Importance of nutrition and lifestyle for elderly during the COVID-19 pandemic
Presently the world is experiencing a pandemic of a global magnitude never before witnessed and recorded by human civilization. No one is excluded from this disease and the most vulnerable are the very young and/the very old in our population. It is the most highly communicable and severe viral infection and most of our reproductive age population show practically no signs or symptoms of infection unless they are tested positive using the PCR method or arrive at the hospital in acute respiratory distress.(1) The infection spreads mostly in: 1) closed environment with poor ventilation such as clubs, café, restaurants, meeting rooms; 2) among crowds of people such as in public stations, malls, religious gatherings, and cinemas as well as; 3) within close contact with people usually friends, family or co-workers who form the cluster most likely to be infected with the virus.(2