E-Jurnal ISBI Bandung (Institut Seni Budaya Indonesia)
Not a member yet
888 research outputs found
Sort by
KESENIAN ALE-ALE SEBAGAI KALANGAN PERBANTAHAN BUDAYAWAN DAN SENIMAN PADA MASYARAKAT SASAK
ABSTRAK
Artikel ini membincangkan tentang kesenian Ale-ale sebagai arena perbantahan antara seniman dan budayawan di tengah masyarakat Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Perbantahan tersebut dipicu oleh menguatnya jarak antara seni yang dipandang adiluhung dengan seni yang dinilai profan seperti kesenian Ale-ale. Namun juga di balik itu, perbantahan tersebut telah menunjukkan pemungsian simbol budaya sebagai alat mempertahankan otoritas dan menjadikan kesenian Ale-ale sebagai kalangan pengekalan kekuasaan budaya. Merujuk pada persoalan ini, tulisan ini mengemukakan dua persoalan, yaitu bagaimanakah bentuk perbantahan seniman dan budayawan dan bagaimanakah mereka menggunakan kesenian Ale-ale sebagai arena perbantahan. Untuk menemukan persoalan mendalam yang terjadi pada kesenian Ale-ale, artikel ini menggunakan pendekatan cultural studies yang ditopang oleh metode kualitatif.
Kata kunci: Kesenian Ale-ale, Perbantahan, Kekuasaan Budaya
ABSTRACT
This article discusses the art of Ale-ale as an arena of disputes between artists and culturalists in the sasak community, Lombok, West Nusa Tenggara. The dispute was triggered by the increasing distance between art that is considered adiluhung with profanely judged art such as Ale-ale art. But also behind it, the dispute has shown the preservation of cultural symbols as a means of maintaining authority and making the art of Ale-ale as a circle of cultural power preservation. Referring to this question, this paper raises two questions, namely how artists and cultural disputes are and how they use Ale-ale art as an arena of contention. To discover the profound problems that occur in the art of Ale-ale, this article uses a cultural studies approach supported by qualitative methods.
Key Words: The art of Ale-ale, dispute, cultural power
IMPLEMENTATION OF WEAVING TECHNIQUE ON MEN’S READY-TO-WEAR FASHION PRODUCTS
Weaving craft is a form of creativity in creating various kinds of products. Weaving techniques not only
use natural materials such as rattan, bamboo, and pandan leaves but can also use non-natural materials,
one of which is a textile fabric that can be applied to men’s ready-to-wear fashion products. Given the
high market demand for male fashion products that require a new touch to be more dynamic and keep
up with the times. Therefore, there is potential in the weaving technique that can be applied to clothing,
especially to preserve the weaving technique and offer a fresh look for men’s fashion products to the
market. Given that the weaving technique is also a basic technique used in making a piece of cloth but
the process of making the cloth is assisted by a tool called a non-machine loom or ATBM and gedog
manually. Therefore, the focus of this research is to find out the opportunities for applying the woven
technique to men’s ready-to-wear fashion products and preserving the woven technique as a handicraft.
This research was conducted using qualitative methods and analyzed through literature study and
indirect observation. This research created a design concept and exploration of the woven techniques
using fabric materials applied to men’s ready-to-wear fashion products that have cultural, functional,
aesthetic, and marketable values.
Keywords: Weaving, Fashion Product, Ready-To-Wea
CREATIVITY AND LEARNING PROCESS IN VISUAL LANGUAGE OF EARLY CHILDHOOD
Children have unique perspectives and perceptions when expressing their ideas and imagination through drawings.
However, some children only have particular objects in their minds, such as mountains, trees, and houses, despite
having many other objects around them that they can express in an image. Thus, this research focuses on boosting
children’s creative abilities in expressing their ideas with various items. This research was conducted at Santo
Yusup II Kindergarten in Bandung using descriptive qualitative research methods and purposive sampling
techniques. This research found that the process of a child capturing an object involves both external and internal
communication. Children observe, respond to, and analyze things around them through their five senses and
represent their experiences and intuitions through creative images. An enjoyable creative process, where children
are directly involved in new situations, boosts their enthusiasm and receptiveness in acquiring knowledge.
Keywords: creativity, learning, drawing, communication, early childhoo
LEGITIMASI KEDATUAN DALAM TARI PAJAGA BONE BALLA ANADDARA SULESSANA
Pajaga Bone Balla Anaddara Sulessana (PBBAS) merupakan tari tradisional klasik dalam
masyarakat Luwu di Sulawesi Selatan. Tari ini dikategorikan sebagai tari klasik karena telah
mengalami perjalanan panjang dalam pengolahan artistik dan estetiknya yang diawali di
era-era feodalisme di Indonesia. Penelitian ini berupaya melakukan pelacakan sekaligus
mengungkap sistem nilai yang terangkum pada bentuk, makna simbolik, dan sistem pewarisan
PBBAS dalam Masyarakat Luwu. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnokoreologis
membedah PBBAS secara teks dan kontekstual, yang didukung dengan beberapa teori dan
dituliskan secara deskriptif kualitatif. Teori sistem nilai digunakan untuk mengungkap
kekuatan bertahan PBBAS dalam masyarakat Luwu. Keseluruhan teks tari maupun teks
pertunjukan PBBAS merupakan simbol yang memiliki makna berimplikasi pada legitimasi
Kedatuan dalam masyarakat Luwu. Selain makna simbolik, juga terdapat sistem nilai yang
terangkum baik dalam nilai historis maupun nilai sosial yang menjadi pembentuk kekuatan
bertahan PBBAS di Kedatuan Luwu.
Kata Kunci: Tari, Pajaga Bone Balla Anaddara Sulessana, Legitimasi, Kedatua
DAMPAK MEDIA SOSIAL DALAM FENOMENA “NYAMBAT” OLEH WIRASWARA (ALOK) SUNDA PADA KILININGAN WAYANG GOLEK
The presence of social media as a communication tool for people in urban and rural areas has an impact on traditional culture in Indonesia. There is an interesting phenomenon about traditional music in the commercial sphere in the West Java community in particular. This phenomenon is commonly referred to as nyambat. The emergence of this phenomenon usually occurs in arts that invite large audiences, such as wayang golek and kiliningan. Interestingly, this phenomenon can be a selling point for an entrepreneur or alok. This study uses a qualitative method with a number of data obtained through observation, interviews and documentation techniques with an ethnographic approach. Through this article, researchers will discuss the phenomenon of nyambat wiraswara in wayang golek performances, kiliningan and the impact of social media on this phenomenon.
Kreativitas Ujang Sitertone Dalam Membuat Kacapi Sitertone
Creativity is a person's ability to produce a new work that comes from himself or the development of an existing work so that it becomes a new work. Ujang Sitertone has done this creative thing by developing a Kacapi siter which is combined with Midi technology to create a Kacapi sitertone. The purpose of this research is to describe, document and introduce Ujang's Kacapi sitertone which is not known to many people. This study uses qualitative methods with data collection techniques, namely documentation, observation, and interviews. Kacapi Sitertone is an innovation of Kacapi siter that has the advantage that it can accompany various genres of songs using styles such as keyboard/organizational/electronic. The songs that can be accompanied by Kacapi are also very diverse, ranging from old songs, Sundanese Pop, Indonesian Pop, Western, Reggae to Keroncong
TARI TOPENG TUMENGGUNG BARANGAN DI SANGGAR SENI PANGGELAR BUDHI
Keberadaan Tari Topeng Tumenggung Barangan di Sanggar Seni Panggelar Budhi pimpinan Mbah Karta tentunya penting untuk dikaji. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa permasalahan, yaitu struktur Tari Topeng Tumenggung Barangan berbeda dengan topeng Tumenggung lainnya, karena di dalamnya tidak memiliki Dodoan, namun hanya menampilkan bagian Rancagan dan Munggah Terusan. Tari Topeng Tumenggung dianggap memiliki kekhasan tersendiri di antara wanda lainnya yang dapat terlihat dari segi busana serta alat pengiringnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kejelasan mengenai struktur Tari Topeng Tumenggung Barangan. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan konsep pemikiran bersifat teoritis dari Iyus Rusliana dengan metode deskriptif analisis melalui tahap penggalian data berupa studi lapangan dan studi pustaka. Berdasarkan hasil penelitian, struktur Tari Topeng Tumenggung Barangan dibentuk oleh dua elemen pokok yaitu “Isi Tari” yang mencakup tentang latar belakang cerita, gambaran dan tema, nama atau judul tarian, karakter tari serta unsur filosofisnya dan “Bentuk Tari” yang meliputi bentuk penyajian, koreografi, karawitan dan pedalangan, rias dan busana, properti dan yang berkaitan dengan tata pentas.
ABSTRACT
TUMENGGUNG BARANGAN MASK DANCE AT THE PANGGELAR BUDHI ART STUDIO, June 2023. The existence of the Barangan Tumenggung Mask Dance at Panggelar Budhi Art Studio led by Mbah Karta is certainly important to study. This is due to several problems, namely the structure of the Barangan Tumenggung Mask Dance is different from the other Tumenggung dances, because it does not have a Dodoan, but only performs Rancagan and Munggah Terusan. The Tumenggung Mask Dance is considered to have its own uniqueness among other wanda which can be seen in terms of the costume and musical accompaniment. In addition, Tumenggung Mask Dance is an inspiration source of dances in Priangan and has never been studied before. Based on these problems, the purpose of this research is to have an explanation on the structure of Barangan Tumenggung Mask Dance. This qualitative research uses a theoretical framework of Iyus Rusliana with a descriptive analysis method through the steps of collecting data in the field and literature studies. Based on the results of the research, the structure of Barangan Tumenggung Mask Dance is formed of two main elements, namely "Dance Content" which includes the background of the story, description and theme, name or title of the dance, character and its philosophical elements, and "Dance Form" which includes the form of performance, choreography, music (karawitan) and puppetry (pedalangan), make-up and costume, properties and those related to stage design.
Keywords: Barangan Tumenggung Mask Dance, Panggelar Budhi Studio, Dance Structure
Aransemen Musik Angklung Diatonis: Studi Kasus Pada Karya Aransemen dan Pelatihan Musik Angklung
Abstrak
Terdapat formulasi dalam aransemen musik angklung diatonis berikut pengembangan di
dalamnya. Formulasi tersebut dapat menjadi referensi bagi pelatih angklung maupun guru-guru
di berbagai sekolah yang bergerak dalam kegiatan intrakurikuler serta ekstrakurikuler musik
angklung diatonis. Artikel ini memaparkan pendekatan metodologis dalam aransemen musik
angklung diatonis dengan pelaksanaan yang akurat dan efisien serta penerapannya yang lebih
estetis. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan pendekatan metodis bagi praktisi angklung
dalam membuat sebuah karya aransemen. Arikel ini memaparkan tahapan-tahapan proses yang
harus dilalui oleh seorang arranger musik angklung dalam melakukan praktik aransemen
khususnya musik angklung diatonis. Hasil penelitian ini adalah berupa formulasi dalam teori
aransemen musik angklung yang dapat membantu para praktisi angklung dalam menentukan
langkah-langkah ketika memiliki keinginan untuk menciptakan sebuah karya aransemen musik
angklung diatonis. Tahapan tersebut meliputi: (1) kelompok unit angklung, (2) konsep
aransemen, (3) aransemen awal, (4) tahap akhir aransemen, (5) evaluasi dan revisi.
Kata kunci :aransemen, arranger, angklung, diatonis.Abstrak
Terdapat formulasi dalam aransemen musik angklung diatonis berikut pengembangan di
dalamnya. Formulasi tersebut dapat menjadi referensi bagi pelatih angklung maupun guru-guru
di berbagai sekolah yang bergerak dalam kegiatan intrakurikuler serta ekstrakurikuler musik
angklung diatonis. Artikel ini memaparkan pendekatan metodologis dalam aransemen musik
angklung diatonis dengan pelaksanaan yang akurat dan efisien serta penerapannya yang lebih
estetis. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan pendekatan metodis bagi praktisi angklung
dalam membuat sebuah karya aransemen. Arikel ini memaparkan tahapan-tahapan proses yang
harus dilalui oleh seorang arranger musik angklung dalam melakukan praktik aransemen
khususnya musik angklung diatonis. Hasil penelitian ini adalah berupa formulasi dalam teori
aransemen musik angklung yang dapat membantu para praktisi angklung dalam menentukan
langkah-langkah ketika memiliki keinginan untuk menciptakan sebuah karya aransemen musik
angklung diatonis. Tahapan tersebut meliputi: (1) kelompok unit angklung, (2) konsep
aransemen, (3) aransemen awal, (4) tahap akhir aransemen, (5) evaluasi dan revisi.
Kata kunci :aransemen, arranger, angklung, diatonis
KONSEP PENCIPTAAN FILM WAYANG HOROR BEKASAKAN
ABSTRACT
Bekasakan is a horror movie that uses shadow puppets as the object of its character. This work aims to create a new genre in the shadow puppets of Java, especially in packaging horror themes as special performance plays. Based on puppet performances which were later adapted into a movie perspective, this work is one of the most attractive offers for teh shadow puppets. The novelty of this work is the formation of the demonic figure of Mahakali, which is realized by depicting a strange anatomy of the body and at the same time giving the audience a scary impression. In addition to the formation of the devil Mahakali figure, the application of rules in film is also worked out in such a way as to produce a film work that can give the impression of horror to the audience. It is hoped that the works of secondhand horror puppet films will become an offer or a new style in the world of puppet creativity as well as being a useful contribution to the development of arts and sciences.
ABSTRAK
Bekasakan merupakan sebuah karya film horor dengan menggunakan media wayang kulit sebagai objek pemerannya. Karya ini bertujuan untuk menciptakan sebuah genre baru dalam dunia pewayangan terutama dalam mengemas tema-tema horor sebagai lakon pertunjukan secara khusus. Berpijak dari pertunjukan wayang yang kemudian diangkat ke dalam perspektif film menjadikan karya ini sebagai salah satu tawaran menarik bagi dunia pewayangan. Kebaruan dari karya ini adalah pembentukan sosok setan Mahakali yang direalisasikan dengan penggambaran anatomi tubuh yang aneh sekaligus memberi kesan seram bagi penonton. Selain terbentuknya sosok setan Mahakali juga penerapan kaidah-kaidah dalam perfilman digarap sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu garap karya film yang dapat memberi kesan horor bagi pernonton. Karya film wayang horor bekasakan diharapkan dapat menjadi tawaran atau gaya baru dalam dunia kreativitas pewayangan sekaligus dapat menjadi sumbangan berguna bagi perkembangan ilmu seni dan ilmu pengetahuan
EKSISTENSI TARI THENGUL DI ERA GLOBAL
ABSTRAK
Kesenian tradisional merupakan salah satu warisan yang berasal dari nenek moyang dan telah menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum, suku, ataupun bangsa tertentu. Kehadiran kesenian di tengah-tengah kehidupan masyarakat adalah hasil dari daya kreativitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik sebagai sarana ritual, sosial, ekonomi, legitimasi penguasa, hiburan, dan sebagainya. Era global sendiri ditandai dengan adanya sentuhan budaya yang berasal dari luar ke dalam ruang lingkup masyarakat tanpa adanya sekat, dan berdampak pada kehidupan budaya serta seni pada suatu daerah maupun negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai eksistensi dari salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Kabupaten Bojonegoro yakni Tari Thengul di era globalisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada era globalisasi kesenian tradisional, khususnya Tari Thengul sempat mengalami penurunan minat dari masyarakat. Namun, dengan berjalannya waktu pemerintah mulai melakukan berbagai gebrakan baru.
Kata kunci: Eksistensi, Thengul, Era Global
ABSTRACT
Traditional art is one of the legacies that comes from our ancestors and has become a part of people's lives in a certain people, tribe, or nation. The presence of art in the midst of people's lives is the result of human creativity to meet the needs of life, whether as a means of ritual, social, economic, authority legitimacy, entertainment, and so on. The global era itself is marked by a cultural touch that comes from outside into the scope of society without any partitions, and has an impact on cultural and artistic life in a region or country. This study aims to analyze the existence of one of the traditional arts originating from Bojonegoro Regency, namely the Thengul Dance in the era of globalization. The method used in this research is a qualitative method with a case study approach. The results obtained in this study indicate that in the era of globalization, traditional arts, especially the Thengul dance, experienced a decline in public interest. However, with the passage of time the government began to make various new moves.
Keywords: Existence, Thengul, Global Er