Faletehan Health Journal
Not a member yet
261 research outputs found
Sort by
Hubungan antara Resiliensi dan Self-Efficacy dengan Burnout Syndrome pada Perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
As the largest professional health workforce in Indonesia, nurses face high demands and responsibilities in hospitals, making them vulnerable to burnout syndrome. Resilience and self-efficacy are considered important factors that may mitigate this risk. This study aimed to analyze the relationship of resilience, self-efficacy, and burnout syndrome among nurses. This study used a descriptive correlational design with a cross-sectional approach. The population consisted of 140 inpatient nurses, from which a sample of 100 respondents was selected using stratified random sampling with a 5% significance level. The majority of nurses had high levels of resilience (58%) and self-efficacy (55%). However, a high level of burnout syndrome was also found in 55% of the nurses. The Spearman Rank correlation test revealed no significant relationship between resilience and burnout syndrome (p=0.968), nor between self-efficacy and burnout syndrome (p=0.921). No relationship was found between resilience, self-efficacy, and burnout syndrome in the nurse population of this study. Further research is recommended to explore other contributing factors or to investigate this phenomenon in different contexts, such as among nurses in the education sector.Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional terbesar di Indonesia menghadapi tuntutan peran dan tanggung jawab yang tinggi di rumah sakit sehingga rentan mengalami burnout syndrome. Resiliensi dan self-efficacy dianggap sebagai faktor penting yang dapat memitigasi risiko ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara resiliensi dan self-efficacy dengan burnout syndrome pada perawat. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah 140 perawat ruang rawat inap dengan sampel sebanyak 100 responden yang dipilih menggunakan teknik stratified random sampling dengan tingkat signifikansi 5%. Mayoritas perawat memiliki tingkat resiliensi tinggi (58%) dan self-efficacy tinggi (55%). Namun, tingkat burnout syndrome yang tinggi juga ditemukan pada 55% perawat. Uji korelasi Spearman Rank menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara resiliensi dengan burnout syndrome (p=0,968), serta tidak ada hubungan signifikan antara self-efficacy dengan burnout syndrome (p=0,921). Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara resiliensi dan self-efficacy dengan burnout syndrome pada populasi perawat. Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut yang mengeksplorasi faktor-faktor lain atau pada konteks yang berbeda seperti pada perawat di bidang pendidikan
Penguatan Manajemen Laboratorium dalam Menurunkan Morbiditas dan Mortalitas Hepatitis B
Hepatitis B virus (HBV) infection is one of the threats in the medical world and requires guaranteed and valid laboratory analysis procedures, one of which is through the quality control (QC) mechanism. As part of laboratory management, QC has an impact on the validity of laboratory analysis results, especially related to HBV infection. The purpose of this study was to determine the level of knowledge of medical analysts before and after laboratory management training. The research method used comparative paired test analysis to obtain the significance and binary logistic regression to determine the most influential questions on the test. The results showed a significant increase in medical analyst knowledge after being given laboratory management material. Supported by a p value = 1.000 from the Hosmer and Lemeshow test and an overall prediction of 95.5% (positive: 92.0% and negative 97.6%), this training was very good in terms of goodness-of-fit and accurate. Material related to immunochromatography (ICT) method is an influential factor based on the analysis of test results. Medical analyst training, especially related to laboratory management in the context of HBV management, has a significant impact and can be continued and developed.Infeksi virus hepatitis B (HBV) menjadi salah satu ancaman di dunia medis dan membutuhkan prosedur analisis laboratorium yang terjamin dan valid, salah satunya melalui mekanisme quality control (QC). Sebagai bagian dari manajemen laboratorium, QC berdampak pada validitas hasil analisis laboratorium, khususnya terkait dengan infeksi HBV. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan analis medis sebelum dan sesudah pelatihan manajemen laboratorium. Metode penelitian menggunakan analisis uji berpasangan komparatif untuk mendapatkan signifikansi dan regresi logistik biner untuk menentukan pertanyaan paling berpengaruh pada tes. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan signifikan dari pengetahuan analis medis setelah diberikan materi manajemen laboratorium. Ditunjang dengan nilai p=1,000 dari uji Hosmer dan Lemeshow serta prediksi keseluruhan senilai 95,5% (positif: 92,0% dan negatif 97,6%), pelatihan ini sangat baik dari segi goodness-of-fit dan akurat. Materi terkait metode imunokromatografi adalah faktor berpengaruh berdasarkan analisis hasil tes. Pelatihan analis medis, terutama terkait manajemen laboratorium dalam konteks penanganan HBV, berpengaruh signifikan dan dapat dilanjutkan serta dikembangkan
Analisis Dimensi dan Determinan Kualitas Kehidupan Kerja Perawat di Rumah Sakit: A Scoping Review
Nurses constituted the largest workforce in the global healthcare system but faced challenges such as high workloads, limited decision-making autonomy, and a negative public image, all of which affected their quality of work life. This study aimed to map and analyze the quality of work life among hospital nurses and its influencing factors. A scoping review method was applied using the Arksey and O’Malley framework, guided by the PRISMA-ScR checklist. Literature was sourced from PubMed, Scopus, EBSCO, ScienceDirect, and Gscholar, focusing on full-text articles in English or Indonesian published between 2020 and 2025. Ten articles were included in the final review. Findings indicated that nurses’ quality of work life was generally at a moderate level. Among the four dimensions assessed, namely work life/home life, work design, work context, and work world, the highest scores were found in the work context dimension, while the lowest appeared in work life/home life and work world. Factors influencing these outcomes included age, gender, experience, workload, family responsibilities, shift patterns, and perceptions of the profession. This review highlighted the need for targeted organizational and policy-level strategies to improve nurses’ well-being at work.Perawat merupakan tenaga kesehatan terbesar dalam sistem pelayanan kesehatan global. Namun, mereka menghadapi berbagai tantangan seperti beban kerja tinggi, keterbatasan pengambilan keputusan, dan citra profesi yang masih kurang positif yang berdampak pada kualitas kehidupan kerja. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kualitas kehidupan kerja perawat di rumah sakit beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitian menggunakan metode scoping review berdasarkan kerangka kerja Arksey dan O’Malley serta panduan PRISMA-ScR. Artikel diperoleh dari database PubMed, Scopus, EBSCO, ScienceDirect dan Gscholar dengan kriteria inklusi mencakup artikel full-text tahun 2020–2025 dalam Bahasa Indonesia atau Inggris. Sebanyak sepuluh artikel ditelaah dan menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja perawat berada dalam kategori sedang. Berdasarkan empat dimensi, yaitu work-life/home life, work design, work context, dan work world, dimensi work context merupakan yang tertinggi, sedangkan work world dan work-life/home life terendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi usia, jenis kelamin, pengalaman kerja, beban kerja, tanggungan keluarga, shift malam, dan persepsi terhadap profesi. Hasil pencarian ini merekomendasikan perlunya intervensi berbasis organisasi dan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan kerja perawat
Penurunan Distres Psikologi Remaja dengan Penyakit Kronis melalui Peer Group Support: Scoping Review
Adolescents with chronic illnesses are at high risk of psychological distress such as stress, anxiety and depression that can affect their overall quality of life. One of effective approaches to reduce these impacts is peer group support. This study was to examine the effects of peer group support intervention in reducing psychological distress in adolescents with chronic illness through scoping review. The articles were obtained from SpringerLink, Science Direct, Taylor & Francis, Proquest, Scopus, BMC, and PubMed databases. Article selection was done by the PRISMA-ScR method. Searches of 7 databases obtained 1,578 articles. Based on the inclusion criteria, 291 articles were eligible. Further screening based on title, abstract, and full text selected 10 articles for analysis. Furthermore, the quality of the article was assessed using Jonna Briggs Institute (JBI). The results showed that peer group support reduced stress, anxiety, depression, and increased social support and emotional well-being. Interventions that emphasized active communication among adolescents have a positive impact on psychological disorders. Peer group support can reduce psychological distress in adolescents with chronic illness. This approach also strengthens positive social relationships among adolescents. Further research is needed to explore the factors that influence the success of this intervention and develop more adaptive support models.Remaja dengan penyakit kronis berisiko tinggi mengalami distres psikologis seperti stres, kecemasan, dan depresi yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Salah satu pendekatan yang efektif untuk mengurangi dampak tersebut adalah intervensi peer group support. Penelitian ini mengkaji pengaruh intervensi peer group support dalam menurunkan distres psikologis pada remaja dengan penyakit kronis melalui scoping review. Artikel didapatkan dari database SpringerLink, Science Direct, Taylor & Francis, Proquest, Scopus, BMC, dan PubMed. Seleksi artikel dilakukan dengan metode PRISMA-ScR. Penelusuran dari 7 database menghasilkan 1.578 artikel. Berdasarkan kriteria inklusi, 291 artikel memenuhi syarat. Selanjutnya skrining berdasarkan judul, abstrak, dan teks lengkap menghasilkan 10 artikel untuk dianalisis. Kualitas artikel dinilai dengan menggunakan Joanna Briggs Institute (JBI). Hasil analisis menunjukkan bahwa peer group support mengurangi stres, kecemasan, depresi, serta meningkatkan dukungan sosial dan kesejahteraan emosional. Intervensi yang menekankan komunikasi aktif antara remaja memberikan dampak positif terhadap gangguan psikologis. Peer group support dapat menurunkan distres psikologis pada remaja dengan penyakit kronis. Pendekatan ini juga memperkuat hubungan sosial positif pada remaja. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menggali faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan intervensi ini dan mengembangkan model dukungan yang lebih adaptif
Penentu Implementasi Skrining Hipotiroidisme Kongenital di Kalangan Ibu dengan Bayi Baru Lahir
The incidence of congenital hypothyroidism (CH) in Indonesia was estimated to be as high as 1 in 1,500 live births, significantly higher than in neighbouring countries such as Singapore, Malaysia, and Vietnam. However, despite efforts by the Ministry of Health to implement CH screening as part of maternal and child health services, the program\u27s national coverage remains limited. This study aimed to identify factors influencing congenital hypothyroidism screening (CHS) implementation among mothers with newborns. The study was conducted at the Sekarwangi Health Center area, Sukabumi Regency, in 2023. This cross-sectional study used proportional random sampling to collect data from 291 respondents. Univariate, bivariate, and multivariate analyses were performed. Bivariate analysis showed that only the mother\u27s occupation, time, and distance to healthcare facilities significantly influenced CHS implementation (p<0.05). Multivariate analysis revealed that the variables of occupation (p=0.016, PR=3.433), income (p=0.045, PR=2.348), marital status (p=0.023, PR=7.720), and accessibility of healthcare facilities (distance) (p<0.001, PR=2.055) were significant. Based on the analysis, accessibility to healthcare facilities (distance) was the most dominant factor influencing CHS implementation among newborns, followed by the variables of occupation, income, and marital status. Improving access to healthcare services is necessary, such as through the provision of mobile healthcare programs and digital-based education, to expand the coverage of screening.Kejadian hipotiroid kongenital (HK) di Indonesia diperkirakan mencapai 1 dari 1.500 kelahiran hidup, secara signifikan lebih tinggi daripada di negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Meskipun ada upaya Kementerian Kesehatan untuk menerapkan skrining hipotiroid kongenital (SHK) sebagai bagian dari layanan kesehatan ibu dan anak, cakupan nasional program tetap terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan SHK pada ibu yang memiliki bayi baru lahir. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sekarwangi Kabupaten Sukabumi pada tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan sampling acak proporsional untuk mengumpulkan data dari 291 responden. Data dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa hanya variabel pekerjaan ibu, waktu tempuh, dan jarak ke fasilitas kesehatan yang berpengaruh terhadap pelaksanaan SHK (p<0.05). Hasil analisis multivariat mendapatkan p value variabel pekerjaan p=0,016, PR=3.433 (1.261-9.352), variabel pendapatan p=0,045, PR=2.348 (1.020-5.405), status perkawinan p=0,023, PR=7.720 (1.324-45.027), variabel Keterjangkauan akses fasilitas kesehatan (jarak) p= <-0.001 dengan PR= 2.055 (1.428-2.957). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel keterjangkauan akses fasilitas kesehatan (jarak) merupakan faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan SHK pada bayi baru lahir, diikuti oleh variabel pekerjaan, pendapatan, dan status perkawinan. Upaya peningkatan akses layanan kesehatan diperlukan, seperti pengadaan program layanan kesehatan keliling dan edukasi berbasis digital, untuk memperluas cakupan skrining
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Responsive Feeding Bayi dengan Status Gizi Anak Balita
During the age of under five, nutritional issues such as malnutrition are prone to occur. Thus, mothers’ role in providing meals through responsive feeding is important. This research was to investigate the correlation between the level of maternal knowledge and attitude towards responsive feeding with the nutritional status of children under five. It was a correlational study with a cross-sectional approach. The population consisted of mothers with children under five attending the Posyandu (Integrated Health Service) in Arcawinangun Village, East Purwokerto District, totaling 211 individuals. The sampling technique used was cluster sampling. The instruments were questionnaires related to knowledge and attitudes towards responsive feeding. Data analysis used the Spearman rank correlation test. The results showed that most of maternal knowledge was good (77%); the maternal attitude was good (67.1%); and the nutritional status of children under five was normal (78.9%). The results of data analysis showed there was a significant relationship between the level of maternal knowledge and the attitude of responsive feeding with the nutritional status of children under five (p value = 0.000). Education about responsive feeding to mothers who have less knowledge and attitudes was needed to improve the nutritional status of children under five.Pada usia balita masalah gizi, seperti gizi kurang, rentan terjadi sehingga peran ibu dalam pemberian makanan melalui responsive feeding menjadi penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap responsive feeding ibu dengan status gizi anak balita. Desain penelitian adalah studi korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah ibu dengan anak balita di Posyandu Kelurahan Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto Timur sejumlah 211 orang. Teknik sampling menggunakan cluster sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner terkait pengetahuan dan sikap responsive feeding. Analisis data yang digunakan uji korelasi Spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan sebagain besar pengetahuan ibu adalah baik (77%), sikap ibu adalah baik (67,1%), dan status gizi balita dalam kategori normal (78,9%). Hasil analisis data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan responsive feeding ibu dan sikap responsive feeding ibu dengan status gizi anak balita (p value = 0,000). Edukasi mengenai responsive feeding pada ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap yang kurang diperlukan untuk meningkatkan status gizi balita
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Balita
Many toddlers in Indonesia still suffered from chronic malnutrition. The condition was still not in line with sustainable development goals (SDGs)\u27s target of eliminating all forms of malnutrition by 2030. This study aimed to analyse the influence of maternal anemia, low birth weight (LBW), and birth spacing on incidence of stunting. The study employed an analytical approach with a cross-sectional design. The research instrument was a checklist sheet with secondary data sources from monitoring the local area of maternal and child health (PWS KIA) and registers. A total of 93 toddlers were selected for this study using simple random sampling. The statistical tests used were chi-square tests. The results showed that almost all of toddlers did not have a history of anemia (79.57%). Similarly, nearly all toddlers did not have a history of low birth weight (LBW) (94.62%). Almost half of toddlers had an interpregnancy interval of two years (49.46%). Most toddlers were not affected by stunting (67.74%). The data analysis showed that a history of anemia did not affect on stunting (ρ = 0.632 and OR= 1.29). However, history of LBW did influence stunting (ρ = 0.001 and OR = 119.23). The interval between pregnancies also affected on stunting (ρ = 0.000 and OR = 25.75). Through the provision of good nutrition and proper parenting, the risk of stunting in toddlers can be reduced. History of anemia had no effect, while history of LBW and interpregnancy interval had an effect on the incidence of stunting. The next pregnancy needs to be planned by setting a minimum spacing of 2 years to 5 years.Balita di Indonesia masih banyak yang mengalami kurang gizi kronis. Kondisi ini belum sesuai dengan target tujuan pembangunan berkelanjutan/sustainable development goals (TPB/SDGs), yaitu menghapuskan semua bentuk kekurangan gizi pada tahun 2030. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh riwayat anemia ibu hamil, Riwayat bayi berat lahir rendah (BBLR), dan jarak kehamilan terhadap kejadian stunting. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross-sectional. Instrumen penelitian menggunakan lembar ceklis dengan sumber data sekunder dari pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS KIA) dan register. Besar sampel terdiri dari 93 balita yang dipilih menggunakan teknik pengambilan simple random sampling. Uji statistik menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh balita tidak mempunyai riwayat anemia (79,57%). Hampir seluruh balita tidak mempunyai riwayat BBLR (94,62 %). Hampir setengah balita mempunyai jarak kehamilan 2 tahun (49,46%). Sebagian besar balita tidak mengalami stunting (67,74%). Hasil analisis data menunjukkan riwayat anemia tidak berpengaruh terhadap kejadian stunting (ρ= 0,632 dan OR= 1,29). Riwayat BBLR (ρ= 0,001 dan OR= 119,23), jarak kehamilan berpengaruh terhadap kejadian stunting (ρ= 0,000 dan OR= 25,75). Melalui pemberian nutrisi yang baik dan pola asuh yang tepat, resiko kejadian stunting pada balita dapat diturunkan. Riwayat anemia tidak berpengaruh, sementara riwayat BBLR dan jarak kehamilan berpengaruh terhadap kejadian stunting. Kehamilan selanjutnya perlu direncanakan dengan mengatur jarak minimal 2 tahun hingga 5 tahun
Pemanfaatan E modul dan Video SUMPING (Support Suami Pendamping) Terhadap Kemandirian Suami Dalam pendampingan Persalinan
More than 90% of maternal deaths are caused by complications that often occur during or around childbirth. Reducing the incidence of childbirth complications requires the active participation of the family, especially the husband. The study aims to find out the use of e-modules and SUMPING videos on the independence of husbands in childbirth assistance. Observational descriptive research with a comparative design of these two groups was carried out on 100 husbands who were divided into groups e module SUMPING and video SUMPING of each 50 person. Data were collected at Midwifery Independent Practice Sites in Tanjungpinang and Bekasi City using questionnaires and observation sheets. Data were processed and analyzed using the chi-square test and Fisher\u27s exact test. The results showed that the variables of education, exposure to information, experience, knowledge, and motivation had a significant effect (p-value <0.05) on the independence of husbands in group e modules and videos, but had no effect on the variables of age and occupation (p-value > 0.05). The results of this study conclude that independence in childbirth assistance can be increased by increasing knowledge and motivation supported by higher education background, information exposure, and experience in childbirth assistance. The use of e-modules and SUMPING videos can be recommended for husbands to increase their independence in providing childbirth assistance.Lebih dari 90% kematian ibu disebabkan komplikasi yang sering terjadi pada saat atau sekitar persalinan. Penurunan angka kejadian komplikasi persalinan diperlukan peran serta aktif keluarga terutama suami. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pemanfaatan e modul dan video SUMPING terhadap kemandirian suami dalam pendampingan persalinan. Penelitian deskritif observasional dengan design komparatif dua kelompok ini dilakukan pada 100 orang suami yang dibagi dalam kelompok e modul SUMPING dan video SUMPING. Data dikumpulkan di Tempat Praktik Mandiri Bidan di Kota Tanjungpinang dan Jakarta menggunakan kuisioner dan lembar obervasi. Data diolah dan dianalisis menggunakan uji chi square dan fisher’s exact test. Hasil penelitian menunjukkan variabel pendidikan, keterpaparan info, pengalaman, pengetahuan dan motivasi berpengaruh signifikan (p value <0,05) terhadap kemandirian suami di kelompok e modul dan video, tetapi tidak berpengaruh pada variabel usia dan pekerjaan (p value > 0,05). Kesimpulan hasil penelitian ini adalah kemandirian dalam pendampingan persalinan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pengetahuan dan motivasi yang didukung oleh latar belakang pendidikan tinggi, keterpaparan informasi serta pengalaman dalam pendampingan persalinan. Pemanfaatan e modul dan video SUMPING dapat direkomendasikan bagi para suami untuk meningkatkan kemandirian suami dalam melakukan pendampingan persalinan
Video Edukasi Range of Motion sebagai Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Family Caregiver Pasien Stroke
Previous studies have shown that the level of family knowledge increases significantly after receiving health education about the treatment of stroke patients and the use of video media is effective in increasing family knowledge, especially on how to perform range of motion (ROM). This research aims to assess how ROM educational videos impact the knowledge and skills of family caregivers in training stroke patients. It used a pre-experiment one group pretest-posttest approach. The research sample was 50 family caregivers with stroke at Ajibarang Hospital in East Java, Indonesia, selected by purposive sampling technique. The instruments used were questionnaires and checklist sheets. ROM education was conducted once via a 10-minute video. The results were analyzed using the Wilcoxon test. The research results showed an influence of ROM educational videos on the knowledge and skills of family caregivers with a p-value = 0.001. Further research could add a comparison group and increase the frequency of the intervention. The authors recommended a regular implementation of health education using video media as part of routine educational programs in healthcare facilities. This is because videos have been proven to enhance family caregivers’ understanding by combining audio and visuals and being able to replay at any time.Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga meningkat signifikan setelah mendapat edukasi kesehatan tentang perawatan pasien stroke dan penggunaan media video efektif dalam meningkatkan pengetahuan keluarga khususnya tentang cara melakukan range of motion (ROM). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh video edukasi ROM terhadap tingkat pengetahuan dan keterampilan family caregiver dalam melatih pasien stroke. Penelitian ini menggunakan pendekatan pre-experiment one group pretest-posttest. Sampel penelitian adalah 50 family caregiver penderita stroke di RSUD Ajibarang, Jawa Tengah, Indonesia, dipilih dengan teknik purposive sampling. Instrumen berupa kuesioner dan lembar ceklis. Intervensi dilakukan sebanyak 1x penayangan video berdurasi 10 menit. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat pengaruh video edukasi ROM terhadap tingkat pengetahuan dan keterampilan family caregiver dengan nilai p = 0,001. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan kelompok pembanding serta menambah frekuensi intervensi. Penulis merekomendasikan pelaksanaan edukasi kesehatan secara berkala menggunakan media video sebagai bagian dari program edukasi rutin di fasilitas layanan kesehatan. Hal ini karena media video terbukti dapat meningkatkan pemahaman family caregiver dengan menggabungkan audio dan visual serta dapat diputar ulang kapan saja
Hubungan antara Tekanan Teman Sebaya dan Kejadian Bullying pada Remaja
Aggressive behavior among peers is currently gaining renewed attention within educational institutions. Peers exerting negative pressure can influence deviant behavior, one of which is bullying. The purpose of this study was to determine the relationship between peer pressure and the incidence of bullying among adolescents at SMP X. This study employed a quantitative correlational design with a cross-sectional approach. The study population comprised all adolescents at SMP X, totaling 1.047 individuals. The sample was drawn using the Slovin formula with the proportionate stratified random sampling technique, resulting in a minimum sample size of 289 individuals. Data collection utilized the peer pressure inventory and the adolescent peer relations instrument questionnaires, which were then analyzed using the Spearman rank test with the SPSS application. The results indicated that the incidence of bullying among adolescents was in the high category (54%), with a similarly high level of peer pressure (53%). Furthermore, there was a relationship between peer pressure and bullying incidence among adolescents (p=0.000) with a positive direction and a weak correlation between the variables (r=0.285). The incidence of bullying among adolescents in the school environment was influenced by peer factors. New strategies from various parties were expected to be developed to prevent bullying among adolescents.Perilaku agresif pada teman sebaya saat ini menjadi sorotan kembali dalam lingkup satuan pendidikan. Teman sebaya yang memberikan tekanan negatif akan berpengaruh pada perilaku menyimpang, salah satunya bullying. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tekanan teman sebaya dengan kejadian bullying pada remaja di SMP X. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini yaitu seluruh remaja di SMP X berjumlah 1047 orang. Pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin dengan teknik proportionate stratified random sampling diperoleh sampel minimal berjumlah 289 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner peer pressure inventory dan adolescent peer relations instrument kepada responden, selanjutnya dianalisis dengan uji Spearman rank test menggunakan aplikasi SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan angka kejadian bullying pada remaja berada pada kategori tinggi (54%) dengan tekanan teman sebaya yang juga tinggi (53%). Selain itu, ada hubungan antara tekanan teman sebaya dengan kejadian bullying pada remaja (p=0,000) dengan arah hubungan positif dan keeratan hubungan lemah antar variabel (r=0,285). Kejadian bullying pada remaja di lingkungan sekolah dipengaruhi oleh faktor teman sebaya. Strategi baru dari berbagai pihak diharapkan ada untuk mencegah kejadian bullying pada remaja