9 research outputs found
UPAYA MENGURANGI NYERI PERINEUM IBU PASCA PERSALINAN DENGAN AROMA TERAPI LAVENDER
Hampir semua ibu yang memasuki masa pasca persalinan merasakan berbagai ketidaknyamanan yang dapat disebabkan karena terjadinya involusi uterus, rupture perineum, bendungan ASI, kelelahan akibat proses persalinan dan perubahan fisiologis lainnya. Salah satu ketidaknyamanan yang sering dirasakan adalah nyeri perineum. Kondisi ini normal, akan tetapi ketidaknyamanan yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan komplikasi baik fisik maupun psikologis. Menjaga kesehatan ibu pasca persalinan baik fisik maupun psikologis menjadi tujuan utama, dimana dalam asuhan pada ibu masa pasca persalinan ini, peranan keluarga maupun tenaga kesehatan sangat penting, yaitu dalam pemberian asuhan sesuai kebutuhan ibu. Selama ini untuk mengurangi nyeri pada jahitan perineum, bidan memberikan analgetika (terapi farmakologis). Sementara berdasarkan beberapa hasil penelitian, pemberian pengobatan nonfarmakologi dapat menjadi alternatif karena tidak banyak memberikan efek samping. Berbagai bukti penelitian menunjukkan bahwa teknik relaksasi dapat mengurangi ketidaknyamanan pasca persalinan, meredakan nyeri, dan menyumbangkan pengalaman positif serta meningkatkan kebugaran. Kegiatan pengabdian ini bertujuan meningkatkan pengetahuan bidan maupun ibu pasca persalinan tentang manfaat serta cara menggunakan aroma terapi lavender untuk relaksasi dan mengurangi nyeri perineum pada ibu pasca persalinan, sehingga dapat mengurangi penggunaan terapi farmakologis. Kegiatan dilakukan dengan memberikan aroma terapi lavender pada 24 orang ibu pasca persalinan. Hasilnya, sebagian besar ibu pasca persalinan merasakan kenyamanan ketika diruangan dipasang difusser aroma terapi lavender sehingga nyeri perineum yang dirasakan berkurang tanpa menggunakan terapi farmakologis
Desain Sistem Pelacakan Muatan Kapal Pelra
Dari segi pelayanan bisnisnya Pelayaran Rakyat masih tradisional dikarenakan pertukaran informasi yang sangat minim dan hanya bisa diakses dengan komunikasi secara langsung dengan pihak pelayaran, kini banyak pelanggan yang meninggalkannya karena kurang praktis dan kepercayaan terhadap angkutan barangnya. Pihak pengguna hanya bisa menunggu kabar melalui tatap muka dan sambungan telepon jadi tidak bisa mengetahui titik pasti keberadaan barangnya. Dengan adanya kendala tersebut maka dibutuhkan sebuah alat dan wadah sebagai sumber pertukaran informasi yang baik. Pada Kenyataanya saat ini para pemilik barang yang hendak mengirimkan barangnya harus mengirimkan dengan jumlah berlebih dikarenakan pasti ada kerusakan ataupun kehilangan muatan dikarenakan proses perpindahan barang saat ini. Kemampuan untuk tracking dan tracing sangat penting bagi upaya mempertemukan pasokan dan permintaan suatu komoditi. Tracking and Tracing system yang handal, akan diperoleh manfaat atau keuntungan, antara lain: 1. prosedur identifikasi dan penyusuran serta penelusuran produk/komoditi dari tahap produksi, distribusi, dan instalasi; 2. ketersediaan informasi tentang bagian-bagian yang terdapat dalam sebuah produk/komoditi, seperti spesifikasi, status produk/komoditi, jumlah, dan lain-lain; Selain itu menggunakan alat pelacak muatan berupa barcode scanner dan website yang menghasilkan nilai Benefit Cost Ratio (BCR) yaitu 1,55
Status Koagulasi Pasien Cedera Kepala Sedang Berdasarkan Tromboelastografi dan Hemostasis Konvensional
Pasien cedera kepala paling banyak di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta adalah cedera kepala sedang (CKS) dan kelainan koagulasi dapat memperburuk luaran pasien cedera kepala. Untuk mengetahui status koagulasi dan luaran pada pasien CKS di RSCM dilakukan studi kohort prospektif pada bulan Oktober 2019 – Januari 2020 dengan subjek 20 pasien CKS. Dilakukan pemeriksaan hemostasis konvensional (trombosit, PT, APTT) dan viskoelastisitas darah menggunakan tromboelastografi (TEG). Dari pemeriksaan konvensional didapatkan gangguan koagulasi pada 5% pasien sedangkan dari pemeriksaan TEG diperoleh 60% subjek dengan gangguan koagulasi (55% hiperkoagulasi dan 5% hipokoagulasi). Median lama rawat inap adalah 7 (3-27) hari dan tidak didapatkan mortalitas. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara pemeriksaan hemostasis konvensional dengan TEG (uji Fisher, p>0,999) serta antara status TEG dengan lama rawat inap (Uji Mann-Whitney, p=0,243). Dari parameter TEG (R time, K time, alpha angle, dan MA) tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan lama rawat (uji Mann Whitney dan korelasi Spearman). Terdapat perbedaan bermakna antara parameter TEG, yaitu R time (p<0,001) dan alpha angle (p=0,028) dengan hasil CT scan. Disimpulkan, hiperkoagulasi merupakan kelainan koagulasi yang paling sering pada pasien CKS. Coagulation Status of Patients with Moderate Traumatic Brain Injury Based on Thromboelastography and Conventional Haemostasis Test It is known that the majority of traumatic brain injury (TBI) patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta (RSCM) are comprised of moderate TBI. This prospective cohort study was done in RSCM to evaluate the coagulation status profile of 20 patients with moderate TBI using conventional hemostatic test (platelet count, PT, APTT) and blood viscoelasticity using thromboelastography (TEG) from October 2019 – January 2020. From conventional test, coagulopathy were detected in 5% patients, while from the TEG, coagulopathy were detected in 60% patients (55% hypercoagulopathy and 5% hypocoagulopathy). The outcome of the patients were evaluate using length of stay (LOS) which is 7 days (3-27 days) and mortality (no mortality found in this study). From statistical analysis, the conventional test result and TEG test are not significantly correlated (p>0.999). Thromboelastography test result are not significantly correlated with LOS (p=0.243). From each parameter of TEG (R time, K time, alpha angle, and MA) are not correlated with LOS (Mann Whitney test and Spearman’s correlation test). We found that 2 parameters of TEG, R time (p<0,001) and alpha angle (p=0,028) are significantly correlated with CT scan. In conclusion, hypercoagulopathy is the most coagulation abnormality that occurred in moderate TBI.  
Status Koagulasi Pasien Cedera Kepala Sedang Berdasarkan Tromboelastografi dan Hemostasis Konvensional
Pasien cedera kepala paling banyak di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta adalah cedera kepala sedang (CKS) dan kelainan koagulasi dapat memperburuk luaran pasien cedera kepala. Untuk mengetahui status koagulasi dan luaran pada pasien CKS di RSCM dilakukan studi kohort prospektif pada bulan Oktober 2019 – Januari 2020 dengan subjek 20 pasien CKS. Dilakukan pemeriksaan hemostasis konvensional (trombosit, PT, APTT) dan viskoelastisitas darah menggunakan tromboelastografi (TEG). Dari pemeriksaan konvensional didapatkan gangguan koagulasi pada 5% pasien sedangkan dari pemeriksaan TEG diperoleh 60% subjek dengan gangguan koagulasi (55% hiperkoagulasi dan 5% hipokoagulasi). Median lama rawat inap adalah 7 (3-27) hari dan tidak didapatkan mortalitas. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara pemeriksaan hemostasis konvensional dengan TEG (uji Fisher, p>0,999) serta antara status TEG dengan lama rawat inap (Uji Mann-Whitney, p=0,243). Dari parameter TEG (R time, K time, alpha angle, dan MA) tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan lama rawat (uji Mann Whitney dan korelasi Spearman). Terdapat perbedaan bermakna antara parameter TEG, yaitu R time (p<0,001) dan alpha angle (p=0,028) dengan hasil CT scan. Disimpulkan, hiperkoagulasi merupakan kelainan koagulasi yang paling sering pada pasien CKS. Coagulation Status of Patients with Moderate Traumatic Brain Injury Based on Thromboelastography and Conventional Haemostasis Test It is known that the majority of traumatic brain injury (TBI) patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta (RSCM) are comprised of moderate TBI. This prospective cohort study was done in RSCM to evaluate the coagulation status profile of 20 patients with moderate TBI using conventional hemostatic test (platelet count, PT, APTT) and blood viscoelasticity using thromboelastography (TEG) from October 2019 – January 2020. From conventional test, coagulopathy were detected in 5% patients, while from the TEG, coagulopathy were detected in 60% patients (55% hypercoagulopathy and 5% hypocoagulopathy). The outcome of the patients were evaluate using length of stay (LOS) which is 7 days (3-27 days) and mortality (no mortality found in this study). From statistical analysis, the conventional test result and TEG test are not significantly correlated (p>0.999). Thromboelastography test result are not significantly correlated with LOS (p=0.243). From each parameter of TEG (R time, K time, alpha angle, and MA) are not correlated with LOS (Mann Whitney test and Spearman’s correlation test). We found that 2 parameters of TEG, R time (p<0,001) and alpha angle (p=0,028) are significantly correlated with CT scan. In conclusion, hypercoagulopathy is the most coagulation abnormality that occurred in moderate TBI.