Evaluasi Kekuatan Perkerasan Sisi Udara (Runway,Taxiway,Apron) Bandara Juanda dengan Metode Perbandingan ACN-PCN

Fasilitas sisi udara merupakan fasilitas pergerakan pesawat. Fasilitas ini harus memenuhi kekuatan struktur untuk melayani pergerakan pesawat-pesawat yang beroperasi sesuai dengan perencanaan. Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menganalisis apakah perkerasan fasilitas sisi udara di Bandar Udara Juanda saat ini sudah memenuhi batas PCN yang dipersyaratkan atau belum. Analisis dilakukan dengan cara mengevaluasi kekuatan perkerasan runway, taxiway, dan apron eksisting menggunakan metode perbandingan PCN–ACN yang didapat dari pabrik pembuat pesawat, perhitungan dengan software COMFAA dan perhitungan dari Canadian Department of Transportation. Data yang digunakan adalah data pergerakan pesawat termasuk jumlah pergerakan tahunan dan tipe pesawat. Data kekuatan perkerasan sisi udara diperlukan untuk proses analisis. Hasil dari evaluasi menunjukkan B773 memiliki nilai ACN yang melebihi nilai PCN sebesar 50% untuk apron dan 25% untuk runway/taxiway. Besar kelebihan nilai ACN ini tidak mempengaruhi kekuatan struktural karena frekuensi pergerakan yang hanya 45 pergerakan per tahun. Dampak lain adalah pada fungsional perkerasan yang menunjukkan berkurangnya kekesatan runway dari hasil sand patch test

Analisa Citra Satelit Multitemporal Untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Menggunakan Metode Post-classification Comparisson Di Sebagian DKI Jakarta

Selama ini Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DKI Jakarta belum dikaji secara komprehensif untuk mengetahui bagaimana karakteristik Perubahannya. Melalui teknik penginderaan jauh dengan menggunakan metode Post-Classification Comparisson, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakterisitik Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DKI Jakarta pada tahun 2007-2012 yang meliputi jenis Perubahan penutup/penggunaan lahan yang dominan, luasan Perubahan penutup/penggunaan lahan, mengetahui pola Perubahan dan perkembangan fisik kota yang terjadi, serta untuk menguji tingkat akurasi SPOT-4 dalam mengekstraksi informasi penutup lahan di DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa karakteristik Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DKI Jakarta dari tahun 2007-2012 didominasi oleh Perubahan dari bangunan permukiman kota menjadi bangunan industri perdagangan dan jasa. Selama kurun waktu 2007 hingga 2012, luasan penggunaan lahan bangunan permukiman kota meningkat sebesar 27.9 km2 ; serta bertambah sebesar 7,87 km2 untuk penggunaan lahan bangunan industri perdagangan dan jasa. Arah perkembangan kota Jakarta bersifat tetap dimana perkembangan fisik kota ini sudah tersebar merata keseluruh batas administratif dari kota ini. Akurasi citra penginderaan jauh (SPOT-4) dalam klasifikasi penutup lahan di DKI Jakarta pada tahun 2007 bernilai sebesar 88%, sedangkan pada tahun 2012 memiliki akurasi sebesar 86%

MPKMS: a Matrix-based Pairwise Key Management Scheme for Wireless Sensor Networks

Due to the sensitivity of the Wireless Sensor Networks (WSN) applications and resource constraints, authentication and key management emerge as a challenging issue for WSN. In general, various approaches have been developed for the key management in WSN. This paper has come up with a new robust key pre-distribution scheme using random polynomial functions and matrix. This new proposed scheme significantly increases the storage efficiency and provides resilience to network against node capture by using random prime numbers, polynomial functions and matrix properties. The effectiveness of the scheme is demonstrated through a security analysis and comparison with the existing schemes

Terapi Sistemik Terkini Pada Karsinoma Sel Ginjal Metastatik

Kurang lebih sepertiga pasien dengan karsinoma sel ginjal (KSG) telah mengalami metastasis pada saat pertama kali didiagnosis dan 40-50% akan mengalami metastasis jauh setelah diagnosis awal. Karsinoma sel ginjal resistan terhadap sebagian besar kemoterapi dan obat sitotoksik konvensional. Namun demikian, selama beberapa tahun terakhir pengobatan kanker ini menunjukkan kemajuan yang spektakuler karena berkembangnyatargeted therapybagi karsinoma sel ginjal metastatik (KSGm). Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menelaah tata laksana terkini KSGm. Hingga saat ini, terdapat enam obat yang telah disetujui oleh FDA dan beberapa asosiasi urologi Internasional untuk digunakan sebagai terapi KSGm lini pertama dan kedua. Lini pertama terdiri dari sunitinib (progression-free survival, PFS, 11 bulan dibandingkan dengan 5 bulan pada IFN-?, danoverall survival, OS, 26,4 bulan dibandingkan dengan 21,8 bulan pada IFN-?), kombinasi bevacizumab dan IFN-? (PFS 10,2 bulan dibandingkan dengan 5,4 bulan pada kombinasi plasebo dan IFN-?, OS 23,3 bulan dibandingkan dengan 21,3 bulan pada kombinasi plasebo dan IFN- ?), pazopanib (PFS 9,2 bulan dibandingkan dengan 4,2 bulan pada plasebo), serta temsirolimus (OS 10,9 bulan dibandingkan dengan 7,3 bulan pada IFN-?), sedangkan lini kedua terdiri dari sorafenib (PFS 5,5 bulan dibandingkan dengan 2,8 bulan pada plasebo) dan everolimus (PFS 4,0 bulan dibandingkan dengan 1,9 bulan pada plasebo).Katakunci: Karsinoma sel ginjal metastatik terapi target, terapi sistemi

High Load Diminution by Regulating Timers in SIP Servers

To start voice, image, instant messaging, and generally multimedia communication, session communication must begin between two participants. SIP (session initiation protocol) that is an application layer control induces management and terminates this kind of sessions. As far as the independence of SIP from transport layer protocols is concerned, SIP messages can be transferred on a variety of transport layer protocols including TCP or UDP. Mechanism of Retransmission that is embedded in SIP could compensate for the missing packet loss, in case of need. This mechanism is applied when SIP messages are transmitted on an unreliable transmission layer protocol like UDP. Also, while facing SIP proxy with overload, it could cause excessive filling of proxy queue, postpone increase of other contacts, and add to the amount of the proxy overload. In the present work, while using UDP as transport layer protocol, invite retransmission timer (T1) was appropriately regulated and SIP functionality was improved. Therefore, by proposing an adaptive timer of invite message retransmission, attempts were made to improve the time of session initiation and consequently improve the performance. Performance of the proposed SIP was implemented and evaluated by SIPP software in a real network environment and its accuracy and performance were demonstrated

Geometrically Reduced Number of Protein Ground State Candidates

Geometrical properties of protein ground states are studied using an algebraic approach. It is shown that independent from inter-monomer interactions, the collection of ground state candidates for any folded protein is unexpectedly small: For the case of a two-parameter Hydrophobic-Polar lattice model for $L$-mers, the number of these candidates grows only as $L^2$. Moreover, the space of the interaction parameters of the model breaks up into well-defined domains, each corresponding to one ground state candidate, which are separated by sharp boundaries. In addition, by exact enumeration, we show there are some sequences which have one absolute unique native state. These absolute ground states have perfect stability against change of inter-monomer interaction potential.Comment: 9 page, 4 ps figures are include

Two dimensional self-avoiding walk with hydrogen-like bonding: Phase diagram and critical behaviour

The phase diagram for a two-dimensional self-avoiding walk model on the square lattice incorporating attractive short-ranged interactions between parallel sections of walk is derived using numerical transfer matrix techniques. The model displays a collapse transition. In contrast to the standard $\theta$-point model, the transition is first order. The phase diagram in the full fugacity-temperature plane displays an additional transition line, when compared to the $\theta$-point model, as well as a critical transition at finite temperature in the hamiltonian walk limit.Comment: 22 pages, 13 figures. To appear in Journal of Physics

The Origin of the Designability of Protein Structures

We examined what determines the designability of 2-letter codes (H and P) lattice proteins from three points of view. First, whether the native structure is searched within all possible structures or within maximally compact structures. Second, whether the structure of the used lattice is bipartite or not. Third, the effect of the length of the chain, namely, the number of monomers on the chain. We found that the bipartiteness of the lattice structure is not a main factor which determines the designability. Our results suggest that highly designable structures will be found when the length of the chain is sufficiently long to make the hydrophobic core consisting of enough number of monomers.Comment: 17 pages, 2 figure

Steric constraints in model proteins

A simple lattice model for proteins that allows for distinct sizes of the amino acids is presented. The model is found to lead to a significant number of conformations that are the unique ground state of one or more sequences or encodable. Furthermore, several of the encodable structures are highly designable and are the non-degenerate ground state of several sequences. Even though the native state conformations are typically compact, not all compact conformations are encodable. The incorporation of the hydrophobic and polar nature of amino acids further enhances the attractive features of the model.Comment: RevTex, 5 pages, 3 postscript figure