47 research outputs found

    Growth, Equity and Environmental Aspects of Agricultural Development in Indonesia

    Get PDF
    EnglishThe challenge of sustaining agricultural development consists of three complementary and synergies dimensions, i.e. maintaining economic growth, promoting equity and protecting the environment. Price support policy is essential for enhancing technological adoption, increasing output and farmer income. In addition, dynamic institutional and vision of agricultural development, efficiency improvement and technological generation played an important role in the production strategy. Off-Java wetland rice farmers have greater opportunities to gain production through enhanced technical or economic efficiency by improving their managerial skills. In contrast, for dry land rice and secondary crops' farmers, only research and technological breakthrough can solve the low productivity problems and increase farmers' income. Poverty alleviation requires comprehensive efforts that should be conducted in a simultaneous manner. However, the monetary and economic crisis recently faced by the government, provides strong reasons to focus attention on agriculture and rural development availing the best chance to stimulate sustainable growth that address food security, poverty and income distribution concerns. The government has implemented some programs dealing with sustainable agricultural development. Some of those programs were successfully implemented such as integrated pest management (IPM) and Brantas watershed resource management. On the other hand, soil conservation technologies such as alley cropping and timber-food crops farming system (TFS) have difficulties for wider implementation. To promote the implementation of those technologies, the farmer have to be facilitated with better economic environment and land ownership rights for legal certainty on cultivated land. IndonesianTantangan pembangunan pertanian berkelanjutan mencakup tiga faktor yang bersifat sinergis dan komplementer yaitu mempertahankan laju pertumbuhan, pengurangan kemiskinan dan mencegah kerusakan lingkungan. Kebijaksanaan harga yang diterapkan selama ini dinilai telah berhasil mendorong adopsi teknologi, peningkatan produksi, dan pendapatan petani. Disamping itu pengembangan kelembagaan dan visi pembangunan pertanian secara dinamis, peningkatan efisiensi dan penciptaan teknologi baru telah memainkan peranan penting dalam strategi peningkatan produksi. Bagi petani padi sawah khususnya di luar Jawa masih terbuka peluang cukup besar untuk mendapatkan tambahan produksi melalui perbaikan efisiensi usahatani dengan memperbaiki kemampuan manajemen petani. Bagi petani lahan kering dan palawija, hanya penelitian dan terobosan teknologi baru yang dapat memecahkan masalah peningkatan produksi dan pendapatan petani. Upaya pengentasan kemiskinan membutuhkan program yang komprehensif dan perlu dilaksanakan secara simultan. Namun dalam situasi krisis moneter dan mampu mempertahankan keberlanjutan pembangunan dengan sasaran utama peningkatan ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, dan perbaikan distribusi pendapatan. Pemerintah telah menerapkan beberapa program yang berkaitan dengan proteksi sumberdaya alam dan lingkungan> Beberapa program telah berhasil dilaksanakan secara memadai seperti pemberantasan hama terpadu (PHT) dan pengelolaan daerah aliran sungai seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Di lain pihak program konservasi tanah dan air seperti teknologi tanaman lorong dan sistem usahatani tumpang sari tanaman keras dan komoditas pangan menghadapi tantangan dalam pengembangannya. Dalam mendorong implementasinya di lapangan petani perlu difasilitasi dengan kredit, ketersediaan sarana produksi, penyuluhan dan pembinaan, serta kepastian hukum dalam penguasaan lahan

    THE IMPACT OF ECONOMIC CRISIS ON LIVESTOCK INDUSTRY IN INDONESIA

    Get PDF
    This paper was presented at the INTERNATIONAL TRADE IN LIVESTOCK PRODUCTS SYMPOSIUM in Auckland, New Zealand, January 18-19, 2001. The Symposium was sponsored by: the International Agricultural Trade Research Consortium, the Venture Trust, Massey University, New Zealand, and the Centre for Applied Economics and Policy Studies, Massey University. Dietary changes, especially in developing countries, are driving a massive increase in demand for livestock products. The objective of this symposium was to examine the consequences of this phenomenon, which some have even called a "revolution." How are dietary patterns changing, and can increased demands for livestock products be satisfied from domestic resources? If so, at what cost? What will be the flow-on impacts, for example, in terms of increased demands for feedgrains and the pressures for change within marketing systems? A supply-side response has been the continued development of large-scale, urban-based industrial livestock production systems that in many cases give rise to environmental concerns. If additional imports seem required, where will they originate and what about food security in the importing regions? How might market access conditions be re-negotiated to make increased imports achievable? Other important issues discussed involved food safety, animal health and welfare and the adoption of biotechnology, and their interactions with the negotiation of reforms to domestic and trade policies. Individual papers from this conference are available on AgEcon Search. If you would like to see the complete agenda and set of papers from this conference, please visit the IATRC Symposium web page at: http://www1.umn.edu/iatrc.intro.htmIndustrial Organization,

    The impact of support for imports on food security in Indonesia

    Get PDF
    This study on the impact of import support on food security was conducted in eight developing countries -including Indonesia- that were facing food insecurity and were recipients of subsidized exports and food aid. In Indonesia, the analysis of import flows in comparison with overall production and consumption data led to the selection of the three import substitute commodities, soybean, sugar and milk, that were the focus of this study. The objective of the study was to provide an analysis of the national impact of export support measures on food security, by taking into account their impact on the producers and consumers of the three commodities.IMPORTS, EXPORTS, FOOD, ECURITY, SOYBEANS, SUGAR, MILK, FOOD AID, Agricultural and Food Policy, Crop Production/Industries, Food Security and Poverty, International Relations/Trade, Production Economics,

    Perdagangan Ternak dan Daging Sapi: Rekonsiliasi Kebijakan Impor dan Revitalisasi Pemasaran Domestik

    Get PDF
    EnglishFor the last decade, average national consumption of beef increases by 4.5 percent/year, with a high trend of import i.e. 21.6 percent/year compared to that of domestic beef production rate of 2.6 percent/year. Development of beef cattle need long-term investment, therefore disincentive of import policy will give substantial impact, psychologically and economically, to the farmers. The objective of this paper is to formulate the harmonization of import policy and domestic marketing in order to support the development and sustainability of beef cattle agribusiness. In the context of the Food Law No.18/2012, the import policy of feeder cattle and beef cattle is the last resort policy and should be conducted with the principle of cautiously. Coordination and consolidation between the logistic institution (Bulog) and the importer association is needed in relation to implementation of price stabilization policy effectively and efficiently. The implementation of import policy based on price reference have to be conducted in conjunction with the powerful logistic system development. The respective policy should be complemented with the enhancement of domestic marketing efficiency for the benefits of increasing beef cattle population, beef production, and the welfare of the farmers. Policy direction of livestock and beef cattle domestic marketing is to maintain meat consumption diversification, deregulation of retribution and marketing system, enhancement of the institutional and bargaining position of the farmers, as well as gradual reducing of beef cattle inter-regional trade quota complemented with production development policy of beef cattle farming. IndonesianDalam satu dasa warsa terakhir ini, rataan konsumsi nasional daging sapi meningkat dengan laju 4,5 persen/tahun, tetapi dengan laju impor yang tinggi yaitu 21,6 persen/tahun vs laju peningkatan produksi domestik hanya 2,6 persen/tahun. Pengembangan sapi potong membutuhkan investasi jangka panjang, sehingga disinsentif kebijakan impor akan memiliki konsekuensi psikologis dan ekonomi yang besar bagi peternak. Tujuan tulisan ini adalah merumuskan harmonisasi kebijakan impor dan pemasaran domestik untuk mendukung pengembangan dan keberlanjutan agribisnis sapi potong. Dalam konteks UU Pangan No.18 Tahun 2012 kebijakan impor ternak dan daging sapi adalah pilihan terakhir dan harus dilakukan dengan prinsip penuh kehati-hatian. Dibutuhkan koordinasi dan konsolidasi antar institusi parastatal (Bulog) dan asosiasi importir dalam eksekusi kebijakan stabilisasi harga secara efektif dan efisien. Kebijakan impor berbasis harga referensi harus dalam satu paket kebijakan dengan kebijakan pengembangan sistem logistik yang handal dan perbaikan efisiensi pemasaran domestik, sehingga memberikan insentif yang memadai bagi peningkatan populasi, produksi, dan kesejahteraan peternak. Arah kebijakan pemasaran ternak dan daging sapi domestik adalah menjaga diversifikasi konsumsi daging, deregulasi sistem retribusi dan tataniaga, penguatan kelembagaan dan posisi tawar peternak, dan pelaksanaan penghapusan kuota perdagangan sapi antar pulau secara terpadu dengan penguatan kebijakan pengembangan produksi usaha ternak sapi potong

    Dinamika Nilai Tukar Petani: Perubahan 2003–2013

    Full text link
    Salah satu tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk dan proporsi rumah tangga pertanian yang sangat besar, maka peningkatan kesejahteraan petani menjadi perhatian pemerintah. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani di Indonesia. NTP merupakan perbandingan atau rasio antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). Hubungan NTP dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai produsen secara nyata terlihat dari posisi It yang berada pada pembilang dari angka NTP. Apabila harga barang atau produk pertanian naik, dengan asumsi volume produksi tidak berkurang, maka penerimaan/pendapatan petani dari produksi pertanian juga akan bertambah. Perkembangan harga yang ditunjukkan It merupakan sebuah indikator tingkat kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan. Sejauh mana pertambahan pendapatan petani ini dapat menyejahterakan petani dan keluarganya, sangat tergantung dari berapa besar selisih/margin pendapatan petani yang dipakai untuk konsumsi/kebutuhan pokoknya (subsistence). Tingkat kesejahteraan petani secara utuh dapat dilihat dari sisi yang lain yaitu perkembangan jumlah pengeluaran baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan juga konsumen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan pendapatannya: Pertama, untuk memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani beserta keluarganya. Kedua, pengeluaran untuk produksi/budi daya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi dan investasi atau pembentukan barang modal. Unsur kedua ini hanya mungkin dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi; dengan demikian investasi dan pembentukan barang modal merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani. Perkembangan harga barang kebutuhan petani baik untuk konsumsi maupun produksi ditunjukkan oleh indeks harga yang dibayar petani (Ib). Dengan membandingkan perkembangan harga It dengan Ib dalam satu parameter, yaitu NTP maka dapat diketahui apakah peningkatan pengeluaran untuk kebutuhan petani dapat dikompensasi dengan pertambahan pendapatan petani dari hasil produksinya. Atau sebaliknya, apakah kenaikan harga panen dapat menambah pendapatan petani yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan kata lain, NTP menunjukkan pula daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa konsumsi

    Agricultural Development Policy Strategies for Indonesia : Enhancing the Contribution of Agriculture to Poverty Reduction and Food Security

    Get PDF
    IndonesianTujuan penulisan paper ini adalah mendeskripsikan status ketahanan pangan nasional, kebijakan stra-tegis terkait dalam pengentasan kemiskinan, dan kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani. Dalam satu dasa warsa terakhir ini, terdapat indikasi instabilitas ketahanan pangan yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan ketergantungan impor pangan. Peningkatan kinerja pembangunan pertanian dan pedesaan diyakini akan memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan aksesibilitas dan ketahanan pangan rumah tangga. Sedikitnya terdapat empat program pemerintah terkait dengan pengentasan kemiskinan, yaitu pengadaan beras bersubsidi, program padat karya, program pemberdayaan usaha mikro/ kecil/menengah, dan dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak untuk golongan miskin. Dalam rangka penguatan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan, kebijakan pembangunan pertanian berikut ini perlu dipertimbangkan, yaitu : (1) Perluasan spektrum pengembangan irigasi dengan sasaran peningkatan produktivitas lahan beririgasi; (2) Pembaharuan arah kebijakan sebelumnya dalam rangka mengatasi kendala penawaran/produksi pertanian; (3) Reformulasi kebijakan proteksi harga melalui pembatasan impor, penegakan hukum, dan mengkaitkan program beras untuk  masyarakat miskin dengan program pengadaan gabah oleh pemerintah; (4) Mendorong diversifikasi pertanian dengan menjamin ketersediaan, akssessibilitas, dan perbaikan faktor pendukung pengembangan komoditas non-beras; dan (5) Ratifikasi perlakuan khusus (special product) bagi komoditas pertanian strategis, dan kembali kepada regulasi awal AoA-WTO berdasarkan pada komitmen dan Skedul XXI.EnglishThe objectives of the paper are to describe the state of national food security, related strategies for poverty eradication, and the respective policies on agricultural development for the benefit of the people. Over the last decade, the achievement of national food security depended on imports, indicating the instability of food security. The improvement of agricultural and rural development will contribute greatly to better food accessibility and a higher food security status of the population. There are at least four main government programs aimed at helping the poor, i.e. the provision of subsidized rice, public work programs, the empowerment program for micro-small-and medium enterprises, and low-income assistance funds to alleviate the burden of the poor. To strengthen food security and to eradicate the poverty, the following agricultural development policies should be taken into account, i.e.:  (1) The widening of the irrigation development spectrum with the main objective of improving irrigation productivity;  (2) To complete reversing the previous policy direction in order to eliminate agricultural supply constraint;  (3) The reformulation of price support policy implementing rice import through prohibition, strong law enforcement, and to integrate the rice program for the poor with the government procurement floor price policy;  (4) To enhance agricultural diversification through the availability, accessibility, and improvement of the supporting factors for non-rice commodities; (5) The ratification of special products for agricultural strategic commodities, in addition to return with the initial AoA-WTO regulation based on the commitment and Schedule of XX

    Dinamika Kemiskinan Rumah Tangga

    Full text link
    Tujuan tulisan ini secara umum untuk memotret profil dan kondisi kemiskinan di Indonesia. Secara khusus tulisan ini memuat beberapa aspek bahasan antara lain (1) perkembangan penduduk miskin baik absolut maupun secara relatif berdasarkan garis kemiskinan nasional (BPS); (2) menganalisis perkembangan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan serta faktor-faktor yang memengaruhinya; (3) menganalisis berbagai program pengentasan kemiskinan: kinerja, permasalahan, dan antisipasi ke depan; dan (4) menganalisis paradigma dan strategi pendekatan pengentasan kemiskinan

    Analisis Sistem Agribisnis Jeruk di Kalimantan Selatan

    Get PDF
    IndonesianJeruk merupakan komoditi buah-buahan yang mempunyai arti strategis karena dalam penawaran buah domestik jeruk menduduki peringkat kedua setelah pisang. Dilihat dari potensi lahan, kualitas jeruk yang dihasilkan, dan permintaan pasar, maka jeruk Kalimantan Selatan perlu mendapatkan perhatian pengembangan dari pemerintah. Dalam sepuluh tahun terakhir ini terjadi peningkatan luas panen jeruk di daerah ini sebesar 11,5 persen per tahun. Di lain pihak produksi bersifat fluktuatif dengan laju peningkatan 1,3 persen per tahun. Dari gambaran tersebut terrefleksikan bahwa relatif belum berkembangnya adopsi teknologi bahkan ada kecenderungan terjadi penurunan produktivitas. Hasil analisis empirik usahatani menunjukkan bahwa pendapatan jeruk umur 5 tahun mencapai Rp 4,7 juta lebih per hektar (160 pohon) dengan efisiensi pemanfaatan modal (R/C) mencapai 2,65. Proporsi harga yang diterima petani dengan orientasi pemasaran ke Kalimantan Timur mencapai 33 persen (Rp 640/kg) dari harga jual pedagang besar. Total margin pemasaran mencapai 67 persen yang terdiri dari biaya tataniaga 13 persen dan keuntungan pedagang 54 persen. Diperoleh juga bahwa usahatani jeruk ini mendatangkan keuntungan yang cukup besar relatif terhadap usahatani padi maupun palawija. Namun demikian usahatani jeruk di daerah ini relatif belum berkembang diantaranya disebabkan oleh lemahnya aspek pembinaan, kurangnya ketersediaan dan adopsi teknologi, serta kendala permodalan yang dihadapi petani. Pengembangan komoditas ini hendaknya tetap terkait dengan usahatani skala kecil, diselaraskan dengan kemampuan daya serap pasar lokal, dan kemungkinan pengembangan diversifikasi tujuan pemasaran baik antar pulau maupun ekspor

    Optimalisasi Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Sinergi Program PUAP dengan Desa Mandiri Pangan

    Get PDF
    Program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan di pedesaan pada prinsipnya memiliki banyak persamaan. Hal ini terlihat pada program PUAP dan Demapan. Adapun persamaannya antara lain : sama-sama berbasis desa, dilaksanakan oleh kelompok masyarakat, mendapatkan modal usaha pertanian dan non pertanian, terbentuknya lembaga keuangan mikro ditingkat desa, dan dibimbing oleh penyuluh dan tenaga pendamping. Dalam pelaksanaannya program tersebut masih banyak mengalami permasalahan dan untuk mengatasinya diperlukan koordinasi dengan cara mensinergikan program PUAP dengan Demapan. Sinergi dan integritasi kedua program mencakup beberapa aspek, yaitu : (1) diawali dengan sinergi data, pemilihan desa penerima program; (2) penataan internal kelembagaan program; (3) pemantapan pengembangan infrastruktur dengan sasaran akselerasi pengentasan kemiskinan; dan (4) antisipasi implementasi sinergi kedua program di lapangan. Dengan mengoptimalkan empat aspek tersebut, diharapkan akselerasi pembangunan pertanian dan ekonomi desa yang mengarah pada pengentasan kemiskinan dapat diwujudkan

    Analisa penggunaan dan penyaluran pupuk di Kalimantan Barat

    Get PDF
    IndonesianKajian ini menggunakan data sekunder yang diperkaya dengan informasi kualitatif melalui wawancara untuk menganalisa penggunaan dan penyaluran pupuk di Wilayah Pemasaran Kalimantan Barat. Didapatkan bahwa pengalihan program Bimas ke Inmas mengakibatkan menurunnya secara tajam penggunaan berbagai jenis pupuk Sub Sektor Tanaman Pangan. Penyebabnya antara lain adalah besarnya kendala teknis budidaya, keadaan agroekologi yang kurang menguntungkan perkembangan tanaman pangan dan masih lemahnya persepsi petani tentang penggunaan berbagai jenis pupuk, khususnya TSP. Konsumsi pupuk Sub Sektor Perkebunan dalam jangka pendek akan dapat ditingkatkan dengan memperluas areal Perkebunan Besar Negara, berbagai proyek pengembangan komoditi perkebunan dan memantapkan pembinaan pemasaran komoditi swadaya seperti cengkih, lada dan jeruk. Bidang usaha penyaluran pupuk yang kurang emnarik di daerah ini dapat dirangsang diantaranya dengan meningkatkan margin penyaluran dan mengalihkan penjualan langsung oleh KPW Pusri kepada penyalur. Pemecahan kendala penyaluran pupuk dari Lini IV ke petani secara koordinatif diyakinkan akan dapat memperlancar penyaluran pupuk secara keseluruhan di daerah ini
    corecore