32 research outputs found
Identifikasi Bidang Gelincir dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis 2 Dimensi di Daerah Keranggan, Tangerang Selatan
Daerah Keranggan, Tangerang Selatan yang menjadi wilayah penelitian merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang berpotensi longsor. Wilayah ini memiliki karakter tanah bergerak dengan adanya lereng yang sangat curam. Pada rumah-rumah warga di atas lereng timbul retakan sejajar lereng yang mengindikasikan adanya pergerakan tanah. Oleh karena itu dilakukan pengukuran geolistrik tahanan jenis 2 dimensi untuk mengetahui struktur litologi bawah permukaan yang berpotensi dapat berperan sebagai bidang gelincir. Pengukuran menggunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger multichannel di 2 lintasan berarah Barat-Timur. Panjang lintasan 1 dan 2 secara berturut-turut adalah 117,5 dan 105 meter dengan jarak antar elektroda 2,5 meter. Dari hasil korelasi model tahanan jenis, data geologi regional, dan data sumur gali warga lokal, diyakini bahwa litologi penyusun di wilayah penelitian terdiri dari batuan lempung, batu pasir, dan konglomerat batu apung yang merupakan bagian dari Formasi Serpong. Dari model tahanan jenis terindikasi adanya bidang gelincir dengan litologi batu lempung di atas konglomerat batu apung dengan kemiringan 53o tepat di bawah lereng. Diduga kuat bidang gelincir ini memicu terbentuknya lereng di permukaan dengan kemiringan serupa sekitar 53o. Kedua faktor tersebut diperparah dengan beban yang tinggi dari jumlah penduduk dan kendaraan di atasnya, serta getaran yang berasal dari aktivitas manusia sehari-hari
Identifikasi Potensi Jebakan Hidrokarbon di Daerah “X†Sedimen Pra-Tersier Cekungan Sumatra Utara Menggunakan Data Gravitasi dan Seismik
Penemuan minyak dan gas bumi pada cekungan di Indonesia yang umumnya berasal lapisan tersier, saat ini terus mengalami pengurangan. Oleh karena itu eksplorasi hidrokarbon terus dilakukan melalui diversifikasi pencarian lapangan baru dan penggunaan konsep reservoar baru. Studi di daerah “X†pada Cekungan Sumatra Utara ini bertujuan untuk menemukan reservoar hidrokarbon baru dengan menggunakan konsep baru lapisan pra-tersier. Oleh karena itu, perlu untuk mengidentifikasi keberadaan lapisan basemen pra-tersier sebagai batas dari lapisan yang berpotensi sebagai reservoir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan ke depan 2D data gravitasi yang didukung oleh data sekunder penampang seismik. Model bawah permukaan telah dibuat dalam 2 penampang, lintasan 4 dan lintasan 6. Selain itu, metode FHD (first horizontal derivative) dan SVD (second vertical derivative) dilakukan juga untuk mengkarakterisasi struktur patahan yang ada. Hasil pemodelan ke depan 2D pada lintasan 4 dan 6 menunjukkan adanya basemen pra-tersier pada kedalaman sekitar 6.000 m. Hasil pemodelan juga menunjukkan adanya beberapa formasi batuan di atas lapisan basemen yang terdiri dari formasi pra-tersier dan tersier. Struktur yang ditunjukkan dalam analisis FHD dan SVD sebagian besar adalah sesar naik. Hasil gravitasi dikonfirmasi oleh data dari penampang seismik dan geologi. Ada dua formasi di lapisan dalam tepat di atas basemen pra-tersier yang berpotensi sebagai reservoir yang baik, yaitu Formasi Tampur yang didominasi oleh batuan karbonat dan Formasi Parapat
Karakterisasi Reservoar Batuan Serpih Menggunakan Simultaneous Inversion di Lapangan “TAFâ€, Formasi Baong Bawah, Cekungan Sumatra Utara
Penelitian tentang karakterisasi reservoar batuan serpih telah dilakukan di lapangan “TAFâ€, Cekungan Sumatra Utara. Formasi Baong Bawah menjadi target dalam penelitian ini. Parameter impedansi-P dan impedansi-S yang dihasilkan dari metode inversi simultan digunakan dalam studi ini untuk mengidentifikasi litologi batuan dan kandungan fluida di zona target. Analisis stacking sudut secara parsial dilakukan dalam 3 kelompok besar: stacking sudut dekat (1-19°), stacking sudut menengah (19-36°) dan stacking sudut jauh (36-53°). Hasil inversi simultan menunjukkan adanya lapisan batuan serpih (shale) yang dominan di daerah ini dengan nilai impedansi-P dalam interval 4.000-8.000 (m/s)*(gr/cc), impedansi-S dalam interval 1.500-3.000 (m/s)*(gr/cc) dan nilai densitas batuannya dalam range 2.2-2.5 g/cc. Adapun nilai impedansi-P dalam interval 8.000-12.000 (m/s)*(gr/cc), impedansi-S dalam interval 3.000-5.700 (m/s)*(gr/cc) dan densitas batuan dalam range 2.5-2.75 g/cc dimiliki oleh batuan dasar dari Formasi Baong Bawah yang berasosiasi dengan dominasi batuan pasir dan karbonat. Namun demikian, hasil inversi impedansi-P dan Lambda-Rho begitu juga hasil analisa crossplot dari AI vs SI dan kurva LMR, semuanya tidak mengindikasikan adanya fluida hidrokarbon di lapisan ini
Implementation 3D inversion of gravity data to identify potential hydrocarbon reservoir zones in West Timor Basin
A gravity survey has been carried out in the area of West Timor, East Nusa Tenggara to identify the existence of basin
structures. The existence of reservoirs and trap structures are two important parameters in hydrocarbon exploration.
Geologically, Timor possibly an area known to have a very complex geological structure. This complexity can be
the main factor that causes the demotivation of geologists in exploring hydrocarbons. There are many indications
of hydrocarbons in the form of oil and gas seeps on the surface, especially in East Timor. But most of them are not
confirmed in the field, and only a few are even found in West Timor. The method used in this study is analyzing and
3D inversion modeling gravity data. The analysis was carried out using spectrum analysis and the second vertical
derivative of the complete Bouguer anomaly (CBA). From the gravity parameters confirmed by geological data, the
results indicate that in the study area there are basin and basement structures thought to be formed from unconformably
of andesite igneous rock and tight send sediment with a density value of about 2.5 gr/cm3
. The average basement depth
is about 5.5 km with its forming structure is the reverse/thrust fault with Northeast to Southwest its strike orientation.
While in the southern part, especially in the central basin area, there is indicated a layer of sand sediment that is quite
thick with a density value of about 2.2 gr/cm3 and has the potential to become a hydrocarbon reservoir
The Existence of Faults that Cause Earthquakes on Lombok Island: A Critical Literature Review
This study qualitatively elaborates fault characteristics causing earthquakes in Lombok Island. Historically, Lombok Island has been 12 destructive and significant earthquakes in period of 1979 – 2018. Therefore, the island is in an earthquake-prone region. The hazard factor is one of the key factors in assessing risk. This study become important as their potential to have a big impact. A source of activity that has not been fully investigated in detail was the location of the recent major and devastating earthquake (East Lombok earthquake 2019). Consequently, there is a chance that the level of risk on the Island of Lombok will rise. According to the study’s results, a thorough investigation is required to identify and pinpoint the cause of the 2019 Lombok earthquake in order to improve the earthquake risk index and help the local government to reduce losses due to earthquakes
Geomagnetic Survey to Explore High-Temperature Geothermal System in Blawan-Ijen, East Java, Indonesia
Ijen geothermal area is high-temperature geothermal system located in Bondowoso regency, East Java. It is categorized as caldera-hosted geothermal system which is covered by quaternary andesitic volcanic rocks with steep topography at the surrounding. Several surface thermal manifestations are found, such as altered rocks near Mt. Kukusan and a group of Blawan hotsprings in the northern part of the caldera. Geomagnetic survey was conducted at 72 stations which is distributed inside the caldera to delineate the existence of hydrothermal activity. Magnetic anomaly was obtained by reducing total magnetic measured on the field by IGRF and diurnal variation. Reduction to pole (RTP) method was applied with geomagnetic inclination of about -32°. In general, the result shows that high magnetic anomaly is distributed at the boundary of study area, while low magnetic anomaly is observed in the centre. The low anomaly indicates demagnetized rock that probably caused by hydrothermal activity. It has a good correlation with surface alteration observed close to Mt. Kukusan as well as high temperature reservoir drilled in the centre of caldera. Accordingly, the low magnetic anomaly also presents the possibility of geothermal reservoir in Ijen geothermal area
BATHYMETRY EXTRACTION FROM SPOT 7 SATELLITE IMAGERY USING RANDOM FOREST METHODS
The scope of this research is the application of the random forest method to SPOT 7 data to produce bathymetry information for shallow waters in Indonesia. The study aimed to analyze the effect of base objects in shallow marine habitats on estimating bathymetry from SPOT 7 satellite imagery. SPOT 7 satellite imagery of the shallow sea waters of Gili Matra, West Nusa Tenggara Province was used in this research. The estimation of bathymetry was carried out using two in-situ depth-data modifications, in the form of a random forest algorithm used both without and with benthic habitats (coral reefs, seagrass, macroalgae, and substrates). For bathymetry estimation from SPOT 7 data, the first modification (without benthic habitats) resulted in a 90.2% coefficient of determination (R2) and 1.57 RMSE, while the second modification (with benthic habitats) resulted in an 85.3% coefficient of determination (R2) and 2.48 RMSE. This research showed that the first modification achieved slightly better results than the second modification; thus, the benthic habitat did not significantly influence bathymetry estimation from SPOT 7 imagery
ESTIMASI BATIMETRI DARI DATA SPOT 7 STUDI KASUS PERAIRAN GILI MATRA NUSA TENGGARA BARAT
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan ribuan pulau besar dan kecil yang memliki perairan laut dangkal. Salah satu informasi yang dibutuhkan dari pulau-pulau tersebut adalah peta batimetri khususnya diperairan laut dangkal. Informasi tersebut masih sangat terbatas pada skala yang besar untuk skala yang lebih detil masih sangat terbatas. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibutuhkan teknogi penginderaan jauh. Salah satu pemanfaatan teknologi penginderaan jauh adalah untuk menghasilkan informasi batimetri. Banyak metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan informasi batimetri dengan teknologi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda (MLR) yang dikembangkan oleh Lyzenga, 2006. Data yang akan di gunakan adalah citra satelit SPOT 7 di Perairan Laut Dangkal Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat. Metode penentuan batimetri tersebut dilakukan pada data kedalaman insitu dengan melakukan dua modifikasi yaitu yang pertama dengan tidak memperhatikan jenis objek habitat dasar dan yang kedua memperhatikan objek habitat dasar karang, lamun, makroalga dan substrat.Hasil dari penelitian ini memberikan korelasi R2 yang meningkat dari 0,721 menjadi 0,786 serta penuruanan nilai kesalahan RMSE dari 3,3 meter menjadi 2,9 meter
Groundwater investigation using the seismoelectric method
Seismoelectric methods are based upon an energy conversion from mechanical energy into electromagnetic energy when seismic waves pass through rocks. The electrokinetic sounding (EKS) is one such method that has great potential to probe for hydrogeological studies as it results from the movement of pore fluids under seismic excitation. In theory, the method should be able to directly map changes in hydraulic permeability, rock porosity, or fluid-chemistry. The main purpose of this study is to test whether the seismoelectric response can be used to detect and map hydrogeology parameters such as changes of permeability, porosity, salinity, and thickness. This study is focused on survey design, approaches to reduce electronic and natural noise, and data processing techniques to combat ambient electromagnetic noise. The interpretation of data is another important component and guidelines and means to avoid processing artifacts and misinterpretation of ghost signals from multiple reflections. Pitfalls in the method were examined and approaches to enhance the acquisition method developed. In practice, the limited number of acquisition channels, and the strength of type 1 unwanted signals compared to the desired Type 2 signals limits the effectiveness of the f-k or Ï„-p filters. A solution to this problem was devised by combining shot records from 24 channels at different positions to perform a virtual 120 channels shot record. This composition allowed velocity or move-out dependent filters to perform more effectively.Field measurements were undertaken in three different areas in Western Australia that could be characterised as shallow and deep aquifers, saline and fresh groundwater, and impermeable and permeable medium. These field measurements produced two types of electrokinetic response; non-radiating field Type 1, and radiating field Type 2 seismoelectric effects. The interpreted results from these data sets demonstrate that the electrokinetic responses can be detected from formations more than 60 metres deep. Some significant hydrogeological boundaries were recorded up to 21 m deep over a paleochannel in saline groundwater conditions, and to at least 50 m deep in freshwater aquifers. Evidence is produced from these trials for electrokinetic signals arising from changes in permeability and fluid chemistry/salinity; thus supporting the basic theory of electrokinetic conversion, and providing further support to the assertion that electrokinetic conversion is a tool for hydrogeological investigation