11 research outputs found

    Peran dan Tanggung Jawab Ibu Untuk Menyusui dalam Issue Kesetaraan Gender

    Get PDF
    Kesetaraan gender memberikan peluang yang lebih besar kepada perempuan untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai individu untuk terlibat dalam struktur politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan, dan tetap menjalankan perannya sebagai istri atau ibu. Kesetaraan gender dalam rumahtangga dapat diliat dari ada atau tidaknya pembagian peran dan tanggung jawab rumah tangga. Adanya multi peran, dan peran dan tanggung jawab yang tidak dibagi dalam rumahtangga dapat berpengaruh terhadap pemberian ASI ekslusif dan cara ibu menyusui bayinya. Kesetaraan gender untuk menyusui yang dimaksudkan dalam penelitian ini berarti bahwa ibu memiliki kesempatan untuk memperoleh hakhaknya secara penuh untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya sebagai ibu untuk menyusui. Penelitian menggunakan studi kualitatif dengan pendekatan grounded teori bertujuan untuk mengetahui proses terbentuknya peran dan tanggung jawab ibu untuk menyusui dalam issue kesetaraan gender dan persepsi terbaru dari ibu mengenai peran dan tanggung jawabnya untuk menyusui. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi struktural dengan jumlah partisipan 11 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi penelitian. Penelitian berlangsung mulai tanggal 17 Mei 2021 hingga 15 Juni 2021 di Maminaa Mother and Baby Spa Malang. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik partisipan yaitu 10 dari 11 orang partisipan merupakan ibu yang berpendidikan sarjana dan magister, dan beragama muslim. Selain itu penelitian ini menghasilkan 19 tema. Proses terbentuknya peran dan tanggung jawab ibu untuk menyusui di pengaruhi oleh beberapa tema yaitu perubahan dan adaptasi peran setelah melahirkan, peran dan tanggung jawab sebagai ibu, multi peran sebagai istri, perempuan mandiri, norma sosial dan kendala pada masa menyusui. Kendala yang dihadapi ibu pada masa menyusui antara lain yaitu tidak mendapat dukungan lingkungan sekitar, masalah pada payudara, kurang mengerti dan belajar tentang ASI, bekerja dan pekerjaan rumahtangga. Adanya kesetaraan gender yang menciptakan peran ibu sebagai perempuan mandiri sehingga ibu dapat terlibat untuk bekerja baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga, berpendidikan dan berkarir, disatu sisi memberikan dampak negatif terhadap kesempatan ibu untuk dapat memberikan ASI esklusif. Selain itu adanya ketidaksetaraan gender dalam lingkungan kerja dan rumah tangga, merupakan faktor lain yang turut menghambat ibu untuk dapat menyusui dan memberikan ASI ekslusif. Oleh karena itu agar kesetaraan gender dapat dicapai sehingga ibu tetap dapat menjalankan perannya baik sebagai istri, sebaga ibu untuk menyusui dan memberikan ASI ekslusif, maupun sebagai perempuan mandiri, maka ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga dan lingkungan kerja harus dihilangkan. Persepsi ibu saat ini mengenai peran dan tanggung jawab ibu untuk menyusui yaitu ibu menganggap bahwa menyusui adalah kewajiban dan hak ibu,vii serta hak anak. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai kendala yang dialami ibu pada masa menyusui, strategi yang digunakan, dan dampak yang dihasilkan. Beberapa strategi yang digunakan ibu antara lain yaitu berkomunikasi dengan suami dan anggota keluarga, konsultasi dan mengikuti saran tenaga kesehatan, penggunaan susu formula, dan menggunakan ASI. Cara atau strategi yang ibu gunakan untuk mengatasi kendala atau masalah disisi lain memberikan dampak tersendiri antara lain yaitu ibu mendapat dukungan anggota keluarga, hubungan dengan anggota keluarga menjadi kurang baik, yakin dan bangga bisa menyusui, pengeluaran untuk susu formula, ketidaknyaman fisik dan psikologis. Hubungan dengan anggota keluarga menjadi kurang baik disebabkan karena menyampaikan pemikiran dan keinginan tentang menyusui dan perbedaan pendapat antara ibu dengan mertua dan ipar dianggap sebagai bentuk ketidak patuhan ibu sebagai perempuan dan ibu yang buruk bagi anaknya. Hal ini menunjukkan meskipun pendidikan ibu tinggi namun otonomi pengambilan keputusan dalam rumah tangga masih rendah, hal ini mencerminkan pendidikan ibu yang tinggi masih dikalahkan dengan adanya diskriminasi gender dalam rumah tangga. Persepsi ibu saat ini mengenai menyusui merupakan hasil akhir dari serangkaian pengalaman atau peristiwa yang telah dilalui oleh ibu selama masa menyusui. Menyusui merupakan hak ibu dan hak anak berarti bahwa anak memiliki hak untuk mendapat ASI dan ibu memiliki haknya secara penuh agar dapat menyusui. Namun, dalam penelitian ini selain hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ibu menganggap menyusui adalah kewajiban seorang ibu dan hak anak yang telah diatur berdasarkan nilai agama disisi lain sebagian ibu juga menganggap bahwa menyusui merupakan sebuah hak. Hak untuk menyusui yang dimaksudkan dalam hasil penelitian ini adalah berarti bahwa ibu memiliki hak untuk memutuskan ia mau menyusui atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini masyarakat telah memiliki dua sudut pandang mengenai peran dan tanggung jawab ibu untuk menyusu

    Pengaruh Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii) Terhadap Ekspresi Bax Dan Jumlah Apoptosis Sel Mata Embrio Zebrafish (Danio rerio) Yang Dipapar Glukosa Tinggi

    No full text
    Menurut American Diabetes Association tahun 2003, lebih dari 200 ribu kasus setiap tahunnya atau sekitar 7% kehamilan mengalami kondisi diabetes gestational. Diabetes mellitus gestational merupakan kondisi hiperglikemia yang diderita selama kehamilan dan didiagnosis pada trimester kedua dan ketiga akibat gangguan toleransi glukosa yang kemudian dapat memberikan efek samping pada ibu, janin yang dikandung maupun neonatus yang telah lahir. Risiko efek samping tersebut semakin meningkat apabila hiperglikemia mulai dari usia kehamilan 24-28 minggu. Hiperglikemia dapat menyebabkan apoptosis sel karena peningkatkan faktor pro-apoptosis dan menurunnya faktor anti-apoptosis. Bcl-2 associated X (Bax) merupakan faktor pro apoptosis kelompok B-cell lymphoma 2 (Bcl-2). Bax akan meningkatkan permeabilitas mitokondria dan menyebabkan pelepasan dari sitokrom C dari mitokondria ke sitoplasma sel. Sitokrom C ini akan menyebabkan aktivasi kaspase sehingga menginduksi apoptosis. Diabetes gestational dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti malformasi organ seperti mata. Hiperglikemia dapat menyebabkan apoptosis pada jaringan seperti pada mata yang menyebabkan hilangnya sel endotel, sel saraf dan lapisan pada retina. Apoptosis jalur intrinsik secara bertahap dapat menyebabkan penurunan fungsi blood-retinal-barrier dan gangguan penglihatan. Hiperglikemia dapat menyebabkan apoptosis dengan meningkatkan ROS dan stress oksidatif serta akumulasi metabolik glikolitik. Kayu manis mengandung beberapa senyawa seperti eugenol, apicatechin, polifenol, cinnamaldehyde. Ekstrak kayu manis jenis Cinnamomum burmannii mempunyai kemampuan sebagai anti-diabetes, antioksidan dan anti-inflamasi. Kayu manis dapat meningkatkan enzim yang berperan dalam antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation. Kayu manis juga dapat meningkatkan sensitivitas dan translokasi GLUT4. Penelitian ini menggunakan embrio zebrafish hingga usia 72 hpf karena mempunyai sifat transparan dan kemiripan dengan mamalia terutama metabolisme glukosa. Penelitian ini dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif glukosa 4%, glukosa 4%+ekstrak kayu manis Cinnamomum burmannii dosis 1,25μg/mL; 5 μg/mL; 10 μg/mL. Kondisi hiperglikemia setelah paparan glukosa 4% ini dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan ekspresi PEPCK yaitu enzim yang berperan dalam glukoneogenesis dengan RT-PCR. Untuk mengevaluasi apoptosis dilakukan pemeriksaan ekspresi Bax dengan RT-PCR. Selain itu, pemeriksaan jumlah apoptosis pada mata embrio zebrafish yang dipapar glukosa tinggi menggunakan pewarnaan acridin orange dan mikroskop fluorescence yang selanjutnya dilakukan kuantifikasi dengan imageJ dengan perhitungan Corrected Total Cell Fluorescence (CTCF). Hasil menunjukkan bahwa densitas ekspresi PEPCK meningkat pada embrio zebrafish yang diberikan paparan glukosa tinggi. Pemberian ekstrak Cinnamomum burmannii pada embrio zebrafish yang dipapar glukosa tinggi dapat menurunkan ekspresi PEPCK secara signifikan pada semua dosis (p=0.003 (p<0.05). Ekspresi Bax meningkat setelah pemberian glukosa dan menurun setelah pemberian ekstrak Cinnamomum burmannii pada embrio zebrafish yang dipapar glukosa 4% secara signifikan yaitu nilai p=0.017 (p<0.05). Secara signifikan, kelompok embrio zebrafish yang dipapar glukosa tinggi menunjukkan fluoresensi pendaran warna hijau dan jumlah apoptosis sel mata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Fluoresensi berwarna hijau dan jumlah apoptosis pada mata secara signifikan menurun setelah pemberian ekstrak Cinnamomum burmannii pada embrio zebrafish yang dipapar glukosa 4% (p=0.0001). Hasil korelasi pearson menunjukkan bahwa pada ekspresi Bax embrio zebrafish mempunyai tidak mempunyai korelasi terhadap jumlah apoptosis sel mata dan sebaliknya (p=0,991). Enzim katalisator yang terlibat pertama kali dalam proses glukoneogenesis adalah PEPCK, yaitu mengonversi oksaloasetat menjadi phosphoenolpyruvate. Paparan glukosa 4% atau setara dengan 200 mmol/L dapat menyebabkan hyperglikemia pada zebrafish baik embrio dan dewasa. Salah satu kandungan senyawa ekstrak Cinnamomum burmannii adalah asam sinamat mempunyai efek dalam kondisi diabetes berupa mengontrol glukoneogenesis melalui enzim PEPCK, glikolisis, dan proses glikogenesis. Hiperglikemia akan meningkatkan ROS yang kemudian meningkatkan ekspresi Bax sehingga terjadi perubahan potensial membran mitokondria sehingga pori-pori transisi mitokondria atau mitochondrial permeability transition pores (mPTP) dan pelepasan sitokrom C. Hiperglikemia juga memicu reaksi proinflamasi sehingga terjadi kerusakan blood-retinal barrier dan menyebabkan kematian berbagai sel pada mata. Permeabilitas mitokondria ini dapat dihambat oleh pemberian ekstrak kayu manis. Ekstrak kayu manis dapat mengembalikan fungsi dan menormalkan ekspresi mRNA Bax dan Bcl-2 yang berperan dalam apoptosis. Kayu manis dapat menghambat pembentukan AGEs yang dihasilkan akibat kondisi hiperglikemia sehingga menurunkan apoptosis. Hal ini menunjukkan bahwa Cinnamomum burmanni memiliki potensi sebagai agen anti-apoptosis akibat kondisi hiperglikemia dan mencegah kerusakan lebih lanjut akibat hiperglikemia

    Analisis faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia dini terhadap komplikasi kehamilan di Wilayah Kabupaten Tulungagung,

    No full text
    Pernikahan, dini (early married) adalah akad nikah yang dilangsungkan pada usia dibawah kesesuaian aturan yang berlaku. Pernikahan dini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, jenis kelamin;:persepsi/nilai-nilai, tradisi/budayalkepercayaan,, . tingkat. sosial ekonomi), faktor . pemungkin- (sarana dan prasarana, mutu informasi, pergaulan bebas, undang-undang dan peraturan-peraturan), faktor penguat ‘(sikap dan-perilaku petugas’kesehatan; guru, orang' tua, teman'sebaya). Melakukan pernikahan:-usia. dini, sama 'halnya .dengan | menikah tanpa kesiapan yang maksimal baik mental, psikis, bahkan materinya. Pernikahan usia dini dapat mengakibatkan dampak pada kesehatan reproduksi‘wanita; karena organ reproduksinya belum ‘matangdan kuat untuk hamil ‘dan melahirkan., Komplikasi kehamilan dapat-menyebabkan terjadinya kegawatdaruratan obstetrik yang dapat. mengakibatkan kematian Ibu _dan _bayi. Risiko kebidanan hamil dibawah usia 19 tahun berisiko ‘pada kehamilannya ' yang “dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan, keguguran, hamil anggur dan-kelahiran prematur: Jawa Timur. menempati daerah urutan ketiga tertinggi dengan kasus pernikahan. usia dini berjumlah 10,85%. Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu Kabupaten yang setiap tahunnya mengalami kenaikan jumlah pernikahan dini pada perempuan mulai tahun 2020 sampai-tahun, 2022:-Daerah yang paling tinggi angka kejadian ipernikahan usia dini terdapat pada tiga kecamatan yaitu kecamatan Kalidawir, Sendang dan Pagerwojo. Pada tahun 2020 sebanyak 115, tahun 2021 berjumiah 120 dan pada tahun-2022 mengalami penurunan namun masih terbilang tinggi yaitu sebanyak 89 kasus pernikahan usia dini: Penelitian ini melihat faktor apa saja_yang mempengaruhi pemikahan usia dini dan faktor “yang “ paling “berpengaruh yang 'menyebabkan remaja di daerah Kabupaten Tulungagung memutuskan ' untuk ‘menikah ‘usia ‘dini.Penelitian”ini- juga: melihat’ dampak pernikahan usia dini dengan kejadian komplikasi kehamilan di daerah tersebut. Penelitian ini adalah penelitian observasional -analitik dengan pendekatan case control, dilaksanakan pada bulan April sampai Mei' 2023 di tiga kecamatan yang ada di wilayah ;Kabupaten: Tulungagung. Sampel yang-digunakan-ada. 2. kelompok-yaitu-pada kelompok kasus ibu yang menikah <19 tahun sebanyak 96 responden dan pada kelompok kontrol-ibu yang tidak' menikah'usia dini sebanyak’192 responden dengan total'sampel 288 responden: Teknik pengambilan sampel dilakukandengan teknik purposive sampling. Setiap perempuan yang memenuhi kriteria diberikan kuesioner untuk mendapatkan data. Penelitian dilakukan secara langsung oleh peneliti. ‘Analisis data dilakukan dengan uji multivariat menggunakan regresi -logistik ‘berganda: wntuk: menganalisis faktor: ‘apa 'yang paling berpengaruh dengan pernikahan usia dini; dan untuk menganalisis dampak dari pernikahan dini'hanya sampai di uji bivariat. Penelitian 'ini membuktikan 'bahwa budaya ' masyarakat adalah faktor yang ‘paling mempengaruhi keputusan perempuan di'wilayah Kabupaten, Tulungagung untuk menikah usia dini (OR=7,742;95%CI=4,218 hingga14,210) dan untuk komplikasi kehamilan ada hubungan 'yang 'bermakna ‘antara“ pernikahan usia 'dini-'dengan-komplikasi' kehamilan (OR=2,413;95%CI=1,413 hingga 4,121;p=0,001). Kesimpulan dalam_penelitian ini adalah dari beberapa faktor yang- diteliti budaya masyarakat merupakan-faktor yang paling berpengaruh dengan kejadian pernikahan usia dini diikuti oleh: mutu informasi dan status pekerjaan, orang tua<di wilayah Kabupaten Tulungagung serta ada-hubungan antara pernikahan usia dini dengan. kompliksi kehamilan di daerah tersebut

    Pengaruh Pemberian Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap SOD (Superoxide Dismutase) dan Apoptosis Sel Otak Embrio Zebrafish (Danio rerio) yang Dipapar Glukosa Tinggi

    No full text
    Diabetes Mellitus (DM) gestasional merupakan kondisi hiperglikemia yang terdeteksi pada ibu hamil. Hiperglikemia pada ibu dapat berdampak pada kesehatan ibu dan janin dengan mempengaruhi beberapa jalur molekuler yang diperlukan untuk organogenesis dan berisiko terjadi komplikasi akibat apoptosis serta kerusakan sel pada tubuh. Apoptosis otak terjadi akibat tubuh dengan kondisi hamil menjadi rentan terhadap peningkatan radikal bebas akibat hiperglikemia pada ibu. Respon tubuh dalam mengimbangi peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) adalah meningkatkan produksi antioksidan. Superoxide dismutase (SOD) dalam tubuh berperan sebagai pertahanan pertama dalam menghadapi radikal bebas. Namun, radikal bebas berjumlah berlebihan sehingga ketersediaan antioksidan dalam tubuh akan menurun. Ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii) sebagai bahan alternatif memiliki bahan aktif cinnamaldehyde sebagai antioksidan eksogen. Pada penelitian ini menggunakan embrio zebrafish yang dipapar glukosa tinggi. Zebrafish usia 0-72 hpf (hours post-fertilization) setara dengan janin didalam kandungan sehingga dapat dijadikan model hewan untuk menyelidiki respon janin terhadap hiperglikemia. Phosphoenolpyruvate carboxy-kinase (PEPCK) merupakan enzim yang terlibat pada glukoneogenesis di hati yang digunakan sebagai penanda hiperglikemia pada embrio zebrafish. DaIam penelitian ini, peneIiti ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak C.burmannii berpengaruh terhadap SOD dan apoptosis otak pada embrio zebrafish (Danio rerio) yang dipapar glukosa tinggi. Terdapat 5 kelompok penelitian menggunakan zebrafish 2-72hpf. Setiap kelompok diberikan medium embrionik yang terbuat dari CaCI 0,25 gr, KCI 0,15 gr, NaCI 5 gr, MgSO4 0,815 gr dilarutkan hingga 500 mL akuades dan diencerkan 1:9. Kontrol negatif tidak diberikan paparan glukosa 4% dan kelompok lainnya dipapar glukosa 4%. Kelompok K1, K2, K3 diberikan ekstrak C. burmannii dengan dengan dosis 1,25 μg/ml; 5μg/ml; 10μg/ml. Pengukuran PEPCK dan SOD menggunakan metode semikuantitatif Reverse Transcriptase PCR. Gel fluorescense dengan Gel Doc 2000 (Bio-Rad, USA) digunakan untuk memperoleh data kuantitatif. Pengukuran apoptosis otak dilakukan pewarnaan acridine orange dan mikroskop fluorescence dalam posisi dorsal tidak bergerak. Hasil pengamatan dengan mikroskop dianalisis menggunakan software ImageJ untuk mendapatkan data kuantitatif. Analisa data menggunakan software SPSS IBM 22 dengan menggunakan uji normalitas menggunakan Shapiro-wilk (n<50) dan dilanjutkan uji homogenitas. Selanjutnya uji One Way ANOVA dengan nilai p<0,05 maka dianggap berbeda signifikan dan dilanjutkan uji post hoc. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel. Zebrafish yang dipapar glukosa 4% menunjukkan peningkatan kadar PEPCK pada kelompok KP dibandingkan dengan kelompok KN. PEPCK pada kelompok K1, K2 dan K3 secara signifikan mengalami penurunan dan K3 memiliki kadar PEPCK paling rendah. Kadar SOD secara signifikan lebih tinggi pada kelompok K2 dan K3 dibandingkan KP. Ekstrak C.burmannii dengan dosis 5 dan 10 mengakibatkan peningkatan kadar SOD. Hasil apoptosis otak memiliki warna kehijauan yang paling berpendar pada kelompok KP dan semakin kecil dosis memiliki pendaran warna kehijauan yang semakin menurun. Analisis ImageJ menunjukkan terdapat penurunan signifikan pada dosis 10 terhadap KP. Dosis ekstrak C.burmannii 10 adalah dosis efektif dalam menurunkan apoptosis pada otak. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antara SOD dengan apoptosis otak. Uji korelasi Pearson menunjukkan hasil signifikan dengan nilai p yaitu 0.049 dan nilai Pearson correlations adalah -0.880. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan adanya korelasi negatif yang kuat antara SOD dan apoptosis otak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penurunan SOD dapat meningkatkan apoptosis otak dan begitu pula sebaliknya

    Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Perubahan Emosi Saat Kejadian Premenstrual Syndrome Pada Remaja Putri Di Sman 2 Kota Kediri.

    No full text
    Latar Belakang : Beberapa hari sebelum menstruasi wanita akan merasakan gejala-gejala seperti perubahan emosi yang biasa disebut dengan premenstrual syndrome. Gejala premenstruas syndrome meningkat pada saat periode normal wanita mengalami perubahan hormon yang akan mempengaruhi juga serotonin. Tujuan : Mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan premenstrual syndrome dan perubahan emosi saat kejadian premenstrual syndrome. Metode : Desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian dilakukan di SMAN 2 Kota Kediri pada bulan Mei�Juni 2023. Sampel penelitian ditentukan menggunakan rumus Slovin, dan didapatkan 73 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner selanjutnya dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil : Berdasarkan hasil korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan antara regulasi emosi dengan premenstrual syndrome dengan nilai signifikansi 0,017 dan koefisien korelasi (r) - 0,265 yang mengartikan bahwa ada hubungan negatif. Serta didapatkan pula adanya hubungan antara regulasi emosi dengan perubahan emosi saat kejadian premenstrual syndrome dengan nilai signifikansi 0,031 dan koefisien korelasi (r) - 0,241 yang juga mengartikan bahwa ada hubungan negatif. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan kejadian premenstrual syndrome dan perubahan emosi saat kejadian premenstrual syndrom

    Prothrombin Time (PT) dan Activated Partial Thromboplastin Time) aPTT Sebagai Prediktor Mortalitas Pada Pasien COVID-10 di RSSA Kota Malang

    No full text
    Latar Belakang: Permasalahan kemunculan SARS-associated coronavirus 2 (SARS-CoV 2) masih memberi dampak krisis kesehatan pandemi COVID-19. Adanya gelombang kedua lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia pada bulan Juni 2021 membuat Indonesia mengalami peningkatan angka mortalitas. Dalam pelaksanaannya, temuan laboratorium dan interpretasinya terhadap penyakit dapat menjadi sumber informasi yang berharga untuk memprediksi kematian dan memutuskan rencana perawatan pasien kedepannya. Oleh karena itu, sangat penting untuk meneliti penggunaan biomarker PT dan aPTT sebagai prediktor mortalitas pasien COVID-19 di RSSA Kota Malang. Tujuan: Mengetahui profil PT dan aPTT sebagai prediktor mortalitas pasien COVID-19 di RSSA Kota Malang. Metode: Dari total 47 data rekam medis pasien terkonfirmasi positif COVID-19, yang mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Kota Malang bulan Juni 2020-April 2021 dilakukan penelitian desain observasional analitik pendekatan cross-sectional mengenai nilai PT dan aPTT sebagai prediktor mortalitas pasien COVID-19 di RSSA Kota Malang. Hasil: Berdasarkan uji komparasi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna nilai PT survivor dengan non-survivor (p= 0.159, α< 0.05), akan tetapi didapatkan perbedaan yang bermakna nilai aPTT survivor dengan non-survivor (p= 0.008, α< 0.05). Berdasarkan uji korelasi, didapatkan hubungan antara nilai PT dan aPTT terhadap mortalitas pasien COVID-19 (r PT=0.308; p PT= 0.035; r aPTT= 0.383; p aPTT= 0.008). Berdasarkan analisis keparahan, PT dan aPTT dapat menjadi prediktor mortalitas pasien COVID-19 dengan cut-off PT 11.35 detik (PR= 2.14; CI 95%, 1.799-30.994; p= 0.010) dan cut-off aPTT 27.65 detik (PR= 1.65; CI 95%, 1.263-18.239; p= 0.017). Kesimpulan: PT dan aPTT dapat menjadi prediktor mortalitas pasien COVID-19 di RSSA Kota Malang

    Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi makrosirkulasi, mikrosirkulasi, gejala klinis integumen dan muskuloskeletal pada kaki diabetik.

    No full text
    Diabetes melitus merupakan penyakit yang dapat mengakibatkan komplikasi kaki diabetik akibat dari disfungsi makrosirkulasi, mikrosirkulasi, integumen dan muskuloskeletal. Tingginya jumlah kasus Diabetes Melitus dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang dapat dirubah dan tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain BMI, gula darah, kontrol glikemik, kolesterol, tekanan darah merokok dan aktivitas fisik. Pencegahan komplikasi kaki diabetik dapat dilakukan dengan mengidentifikasi faktor risiko yang dapat diubah dan melakukan pemeriksaan kaki yang mencakup penilaian sirkulasi, dan penilaian gejala klinis integumen dan muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko BMI, gula darah, kontrol glikemik, kolesterol, tekanan darah dan merokok dengan kondisi makrosirkulasi, mikrosirkulasi, gejala klinis integument dan muskuloskeletal. Desain penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 100 orang dan diperoleh selama bulan Desember 2022 sampai dengan Januari 2023. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan oleh peneliti. Peneliti mengumpulkan data menggunakan instrumen lembar observasi yang merupakan gold standard yang direkomendasikam oleh American Heart Association (AHA) untuk mendeteksi kaki diabetik berupa penilaian BMI (menggunakan alat timbangan berat badan dewasa dan microtoise untuk mengukur tinggi badan pasien), tekanan darah (menggunakan alat tensimeter ABN Spectrum Sphygmomanometer dan General care Stethoscope Premier), penilaian kaki diabetik menggunakan skor penilaian ABI (menggunakan alat vascular doppler bistos Hi-Dop BT 200v, ABN Spectrum Sphygmomanometer, jelly dan tisu), monofilament, garputala dan Tuning Fork Hammer, termograf (termograf Flir E4), gejala klinis integument dan muskuloskeletal, lembar observasi pemeriksaan gula darah puasa, kontrol glikemik, kolesterol dan lembar kuesioner berupa identitas pasien, kebiasaan merokok, dan riwayat pemeriksaan kaki sebelumnya. Analisis data menggunakan SPSS versi 21 untuk analisis univariat (deskriptif) dan analisis bivariat menggunakan uji Pearson untuk variabel BMI, gula darah, kontrol glikemik, dan kolesterol, Uji Spearman’s rank pada variabel tekanan darah dan merokok. Analisis multivariat menggunakan SMARTPLS menggunakan outer model dan inner model. Hasil uji univariat didapatkan jumlah responden sebagian besar perempuan (69%) dan laki-laki sebanyak 31% dengan rentang usia 55-64 tahun sebanyak 49%. Responden sebagian besar memiliki tingkat Pendidikan SMA (45%), dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (56%), durasi diabetes 5-10 tahun, memiliki tekanan darah dalam kategorik Hipertensi I (32%), tidak memiliki kebiasaan merokok (82%), dan pasien belum pernah mendapatkan informasi tentang kaki diabetik (94%) maupun pemeriksaan kaki (97%). Hasil uji Pearson dan uji Spearman’s Rank menunjukan adanya hubungan gula darah, kontrol glikemik dan kolesterol (LDL dan TG) dengan kondisi makrosirkulasi pada penilaian ABI, mikrosirkulasi pada penilaian monofilamen, garputala, kondisi gejala klinis integument dan muskuloskeletal dengan kekuatan hubungan kuat dan searah, namun tidak terdapat ix hubungan gula darah, kontrol glikemik dan kolesterol (LDL dan TG) dengan kondisi mikrosirkulasi pada penilaian termograf. Terdapat hubungan kolesterol (HDL) dengan kondisi makrosirkulasi pada penilaian ABI, mikrosirkulasi pada penilaian monofilamen, garputala, kondisi gejala klinis integumen dan muskuloskeletal dengan kekuatan hubungan cukup kuat dan tidak searah, namun tidak terdapat hubungan kolesterol (HDL) dengan kondisi mikrosirkulasi pada penilaian termograf. Terdapat hubungan tekanan darah dengan kondisi makrosirkulasi pada penilaian ABI (p value 0,006 kaki kanan, kaki kiri 0,004 0,05) dengan kondisi makrosirkulasi pada penilaian ABI, mikrosirkulasi pada penilaian monofilamen, garputala, kondisi gejala klinis integument dan muskuloskeletal. Hasil analisis multivariat pada SMARTPLS faktor risiko BMI, gula darah, kontrol glikemik, kolesterol, tekanan darah dan merokok memiliki kemampuan variabel sedang (49,8%) pada kondisi makrosirkulasi dengan penilaian ABI, pada kondisi mikrosirkulasi dengan penilaian monofilamen kemampuan variabel sedang (49,2%), kemampuan variabel kuat (63,5%) pada garputala, kemampuan variabel sedang (47,2%) pada termograf dan kemampuan variabel kuat (65,3%) pada kondisi gejala klinis dan integumen. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor risiko gula darah, kontrol glikemik dan kolesterol berhubungan dengan kondisi makrosirkulasi pada penilaian ABI, kondisi mikrosirkulasi dengan penilaian monofilamen dan garputala, kondisi gejala klinis integument dan muskuloskeletal, namun tidak berhubungan dengan kondisi mikrosirkulasi pada penilaian termograf. Faktor risiko tekanan darah berhubungan dengan kondisi makrosirkulasi pada penilaian ABI dan kondisi mikrosirkulasi pada penilaian garputala, namun tidak berhubungan dengan kondisi mikrosirkulasi pada penilaian monofilamen, termograf, gejala klinis integument dan muskuloskeletal. BMI dan merokok tidak berhubungan dengan kondisi makrosirkulasi, mikrosirkulasi dan gejala klinis integumen dan muskuloskeletal. Faktor risiko BMI, gula darah, kontrol glikemik, kolesterol, tekanan darah dan merokok menunjukkan pengaruh yang besar pada penilaian gejala klinis integumen dan muskuloskeletal. Rekomendasi dari penelitian ini adalah asuhan keperawatan pada pasien diabetes dapat menggunakan pendekatan teori model konservasi Levine untuk pemeriksaan kaki dengan mengobservasi gejala klinis integumen dan muskuloskeletal dengan mengidentifikasi masalah integritas struktural dan integritas pribadi pada faktor risiko BMI, gula darah, kontrol glikemik, kolesterol dan merokok untuk memulihkan fungsi fisiologis pada struktur tubuh pasien yang berfokus pada intervensi keperawatan pada proses penyembuhan dan pencegahan komplikasi

    Pengaruh Penyuluhan Melalui WhatsApp Group (Media Poster dan Video Terhadap Pengetahuan Ibu Terkait Hypnoparenting Untuk Mengatasi Picky Eater Usia Anak Prasekolah Di TK Nira Indria Kabupaten Probolinggo.

    No full text
    Latar Belakang : Usia anak prasekolah adalah anak usia 3-6 tahun dimana masa ini sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bagi anak. Tidak jarang pada anak usia prasekolah dapat mengalami picky eater. Metode mendidik anak yang dapat diterapkan oleh orangtua salah satunya Hypnoparenting yaitu metode yang menggabungkan pola asuh anak dengan teknik hypnosis. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian penyuluhan melalui whatsapp group media poster dan video terhadap pengetahuan ibu terkait hypnoparenting untuk mengatasi picky eater usia anak prasekolah di TK Nira Indria, Kabupaten Probolinggo. Metode: Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian Quasi experiment dengan pendekatan two group pretest-posttest. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner pre-test dan post-test, melalui media penyuluhan melalui poster dan video. Jumlah responden sebanyak 58 Ibu diambil menggunakan Teknik purposive sampling yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok I dengan poster (N= 29) dan Kelompok II dengan video (N= 29). Hasil: Uji Paired sample t-test dan Independet t-test. Hasil penelitian, menunjukkan nilai signifikansi adalah < 0.01 atau (p= < 0,05), membuktikan terdapat perbedaan yang signifikan terkait skor pengetahuan ibu, sebelum dan sesudah diberikan intevensi, dan terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok dengan poster disbanding kelompok video setelah intervens

    Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan Perawat Dalam Menangani Pasien COVID-19 Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Wilayah Malang

    No full text
    Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV- 2) merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. World Health Organisation (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020 telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi karena memiliki tingkat penyebaran yang begitu tinggi dan cepat. Di Indonesia pada 03 Agustus 2021 terjadi peningkatan sebesar 3.496.700 kasus, dari jumlah tersebut pasien yang sembuh adalah 2.873.669 dan yang meninggal dunia sebanyak 98.889. Penambahan kasus COVID-19 menyebabkan kebutuhan layanan di instalasi gawat darurat sebagai penyedia penanganan awal mengalami peningkatan. Instalasi gawat darurat merupakan layanan terdepan untuk pasien COVID-19 oleh sebab itu harus memberikan layanan skrinning awal sesuai dengan pedoman COVID-19. Perawat yang berada di instalasi gawat darurat merasa cemas tentang penanganan pasien COVID-19 disebabkan karena beban kerja yang tinggi di instalasi gawat darurat. Kecemasan merupakan kondisi ketakutan yang tidak jelas dirasakan oleh seseorang dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya sehingga menyebabkan rasa panik dan rasa takut. Kondisi tersebut menyebabkan kecemasan perawat di ruang gawat darurat yang akan memberikan dampak terhadap kualitas layanan. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan perawat dalam menangani pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Wilayah Malang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian observasional analitik menggunakan pendekatan desain cross sectional study. Penelitian ini melibatkan 3 Rumah Sakit di Wilayah Malang yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Kota Malang, Rumah Sakit Muhammadiyah Malang dan Rumah Sakit Wava Husada Malang. Alasan memilih 3 Rumah Sakit karena berdasarkan hasil interview didapatkan bahwa di 3 rumah sakit tersebut mengalami peningkatan kasus COVID-19 di IGD dan merupakan rumah sakit rujukan COVID-19. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2021. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah responden 61 Perawat di Instalasi Gawat Darurat di 3 rumah sakit tersebut. Teknik pengumpulan data melalui Google Form. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi, median dan nilai minimal-maksimal, analisis bivariat menggunakan uji Spearman dan pearson korelasi. Analisis multivariate menggunakan uji analisis regresi linear berganda. Hasil analisis univariat dari karakteristik responden terbanyak berusia 26-35 tahun (77.0%), laki-laki (62.3%), lulusan S1 Ners 54.1%, Asal instansi 44.3% dari RS Wava Husada Malang, sudah menikah (70.5%), bekerja 6-10 tahun (41.0%), besar tidak mengikuti pelatihan bencana wabah (63.9%), besar tidak terlibat dalam fase respon bencana non alam (65.6%). Hasil analisis univariat variabel pengetahuan nilai mean 11.95 (SD: 0.644), beban kerja nilai mean 30.77 (SD:2.831), peningkatan jumlah pasien nilai mean 1.75 (SD: 0.650), Resiko paparan COVID-19 nilai mean 85.85 (SD: 3.953), sarana dan prasarana nilai mean 32.48 (SD: 4.011) dan kecemasan nilai mean 12.51 (SD: 0.504). Hasil uji normalitas menunjukkan variabel pengetahuan, beban kerja, peningkatan jumlah pasien, sarana prasarana, dan kecemasan memiliki data yang tidak berdistribusi normal maka analisis bivariat menggunakan uji Spearman Rank sedangkan resiko paparan memiliki data yang berdistribusi normal maka analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson. Hasil uji Spearman Rank variabel pengetahuan, beban kerja, peningkatan jumlah pasien, dam sarana prasarana memiliki nilai p value <0.05, Sedangkan uji korelasi pearson variabel resiko paparan nilai p value 0.048. Hasil uji regresi linier berganda didapatkan variabel paling dominan berhubungan dengan kecemasan perawat di Instalasi Gawat Darurat adalah pengetahuan dengan nilai coefficient β -0.381. pengetahuan perawat tentang COVID-19 yang baik dapat menurunkan kecemasan perawat dalam bekerja, bahwa terjadinya tingkat kecemasan sedang/berat secara signifikan lebih tinggi pada tenaga medis yang mengalami peningkatan beban kerja, kecemasan yang dialami oleh tenaga kesehatan adalah meningkatnya jumlah pasien, yang dapat dipengaruhi oleh perubahan layanan kesehatan yang konstan seiring berkembangnya informasi tentang COVID-19, bahwa petugas medis yang berinteraksi langsung dengan pasien COVID-19 dianggap memiliki resiko tinggi paparan virus sehingga mengalami kecemasan, Meningkatkan kecemasan perawa menangani pasien COVID-19 diantaranya ketersedian sarana yang terbata (APD). Oleh sebab itu rumah sakit perlu memperhatikan terkait dengan perkembangan COVID-19, waktu kerja perawat, mengantisipasi peningkatan pasien, menyediakan kebutuhan yang cukup terhadap perawat dalam memberikan pelayanan kepada psien untuk terhindar dari paparan virus dan menyediakan fasilitan dan sarana yang memadaiuntuk menunjang pelayanan lebih baik tanpa khwatir akan tertular virus Tindakan ini merupakan langkah yang sangat penting untuk meminimalkan tingkat kecemasan perawat dalam menghadapi pandemi COVID-19 seiring dengan perkembangan COVID-19 yang terus bermutasi membentuk varian-varian baru, dan diperlukan lebih banyak intervensi untuk meningkatkan pengetahuan perawat serta meyakinkan mereka dengan efisiensi tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat dan menyediakan lingkungan yang aman. Perawat yang memiliki pengetahuan baik tentang penangan COVID-19, pelatihan, dan pengalamannya akan memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah dan sikap positif yang lebih tinggi. Pengetahuan merupakan dasar yang dilakukan oleh seseorang, sehingga dapat menstimulus seseorang untuk melakukan sesuatu. Kesimpulan dari penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan, beban kerja, peningkatan jumlah pasien, resiko paparan dan sarana prasarana dengan kecemasan perawat dalam menangani pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Wilayah Malang. Pengetahuan meurupakan faktor paling dominan berhubungan dengan kecemasan perawat dalam menangani pasien COVID-19 di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Wilayah Malang

    Analisis Determinan, Fenomena Pencegahan dan Penanganan Stunting pada Balita di Kecamatan Gondanglegi

    No full text
    Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang terjadi pada anak di bawah lima tahun sebagai akibat kekurangan gizi kronis yang dimulai sejak dalam kandungan dan berlanjut hingga pada awal kehidupan setelah dilahirkan. Prevalesi stunting di Indonesia tergolong tinggi yaitu 30,8% pada tahun 2018. Kabupaten Malang sebagai salah satu kabupaten terluas di Jawa Timur memiliki prevalensi stunting sebesar 27,1%, dengan Kecamatan Gondanglegi sebagai wilayah dengan jumlah balita stunting terbanyak. Stunting disebabkan oleh banyak faktor yang meliputi faktor medis dan non medis. Faktor yang dianggap dapat mempengaruhi stunting adalah faktor balita yang terdiri dari berat dan panjang lahir, jenis kelamin, usia, riwayat infeksi, asupan kalori dan protein, faktor status gizi ibu saat hamil, faktor rumah tangga yang meliputi ketahanan pangan rumah tangga, sanitasi rumah, pola asuh, jumlah anggota keluarga dan jarak kelahiran, faktor sosial ekonomi yang meliputi pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu serta pendapatan keluarga, faktor lokasi tempat tinggal dan faktor pemanfaatan fasilitas kesehatan. Peran tenaga kesehatan seperti bidan desa dan ahli gizi serta kader Posyandu sangat penting dalam menurunkan angka kejadian stunting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor yang paling dominan dan mengeksplorasi upaya pencegahan dan penanganan stunting di Kecamatan Gondanglegi. Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method dengan menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Pada metode kuantitatif menggunakan jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan case control, sementara pada penelitian kualitatif menggunakan desain fenomenologi interpretif. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2021 dengan sampel sejumlah 136 responden yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu 68 responden stunting dan 68 responden tidak stunting, serta 6 orang informan untuk di wawancara. Data dikumpulkan dengan pengisian kuesioner, pengukuran tinggi badan, dan wawancara. Selanjutnya, data yang didapatkan di analisis menggunakan uji chi-square dan dilanjutkan dengan regresi logistik berganda menggunakan SPSS versi 21 dengan α< 0,05. Setelah analisis kuantitatif, penelitian metode kualitatif dilakukan dengan mewawancarai informan terkait upaya pencegahan dan penanganan stunting pada balita di Kecamatan Gondanglegi. Setelah wawancara dilakukan, kemudian hasil ditranskripsi, dikelompokkan dan disusun sehingga membuat suatu tema. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara pendidikan ayah (p=0,606), pekerjaan ayah (p=0,445), pekerjaan ibu (p=0,271), jarak kelahiran (p=0,161) dan jenis kelamin anak (p=0,165). Sementara itu faktor berat lahir (p=0,001), panjang badan lahir (p=0,006), umur (p=0,023), riwayat infeksi (p=0,001), asupan kalori (p=0,000), asupan protein (p=0,000), status gizi ibu (0,008), ketahanan pangan (p=0,000), santasi rumah tangga (p=0,000), pola asuh (p=0,000), jumlah anggota keluarga (p=0,000), pendidikan ibu (p=0,000), tempat tinggal (p=0,038), dan pemanfaatan fasilitas kesehatan (p=0,000) berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita di Kecamatan Gondanglegi. Hasil multivariat menunjukkan bahwa balita yang mendapatkan asupan protein tidak adekuat berisiko 35 kali mengalami stunting daripada anak yang mendapatkan asupan protein secara adekuat, balita yang mendapatkan asupan kalori tidak adekuat berisiko mengalami stunting 9 kali daripada balita yang mendapatkan asupan kalori yang adekuat, dan balita yang memiliki riwayat infeksi (diare dan ISPA) dalam satu bulan terakhir berisiko 5 kali mengalami stunting. Hasil penelitian kualitatif menghasilkan tiga tema besar yaitu 1) upaya pencegahan stunting tidak efektif; 2) upaya penanganan stunting masih belum berhasil mengatasi stunting dan 3) kebutuhan alat dan dana penunjang kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini upaya pencegahan dan penanganan stunting di Kecamatan Gondanglegi masih belum mengurangi angka kejadian stunting secara signifikan disebabkan masih kurangnya kerjasama lintas sektor dan kurangnya dukungan dari pemerintah terkait untuk pemulihan balita stunting. bidan desa, ahli gizi dan kader sebagai ujung tombak pencegahan dan penanganan stunting membutuhkan dukungan dari pihak-pihak terkait berupa tambahan alat yang akurat dan memadai, dana tambahan sebagi insentif dan untuk pemberian makanan tambahan yang berkualitas sebagai sarana untuk meningkatkan mutu sehingga mampu mengurangi angka kejadian stunting. Protein sebagai zat pembangun memiliki fungsi penting dalam pertumbuhan linear anak. Asupan protein yang adekuat memastikan bahwa anak tidak kekurangan koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul esensial yang dapat mencegah terjadinya stunting. Protein juga berperan penting dalam masa penyembuhan, oleh sebab itu anak yang mengalami ISPA atau diare sangat rentan terhadap stunting. Anak yang sering mengalami diare akan kehilangan cairan dan elektrolit, kehilangan nafsu makan dan absorbsi nutrien di usus yang rendah. Sementara anak yang sering mengalami ISPA kehilangan Bifidus dan Lactobacilli yang merupakan flora normal di saluran pencernaan dan pernafasan. Kuranganya asupan protein dan kalori juga dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga berupa pendapatan keluarga yang rendah yang menyebabkan akses terhadap makanan berbasis daging menjadi rendah. Upaya tenaga kesehatan dan kader dalam mencegah dan menangani stunting perlu dukungan dari berbagai sektor agar stunting dapat turun jumlahnya secara signifikan. Pentingnya refreshing kader untuk menambah pengetahuan tentang stunting, cara deteksi dini dan pencegahannya perlu ditanamkan dengan baik pada kader agar balita segera mendapatkan penanganan. Pemanfaatan bahan pangan lokal dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan kerjasama multi sektor sejatinya mampu mencegah stunting pada anak karena memperoleh asupan protein yang adekuat. Asupan protein dan kalori yang adekuat serta pencegahan penyakit dapat dicapai dengan bantuan dari berbagai sektor dengan bidan desa, ahli gizi dan kader Posyandu sebagai ujung tombak upaya percepatan penurunan stunting di Kecamatan Gondanglegi. Perlu diberikan tambahan pengetahuan pada orang tua balita tentang cara pemberian makanan yang tepat kepada balita menggunakan bahan pangan lokal serta perlu edukasi tentang penggunaan air bersih dan jamban agar anak dapat terhindar dari penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan stunting
    corecore