12 research outputs found

    Integrated Transport System Toward Sustainable Travel Behavior for Work Commuting Travel From Bekasi to Jakarta

    Full text link
    Due to the inadequacy of public transport and high critical level of congestion in Jakarta Metropolitan Area, implementing sustainable transport for urban future transport improvement is necessary. Critical transport situation in Jakarta Metropolitan Area has pointed the importance of implementation integrated transport system to increase people accessibility. This study is conducted to identify strategic issues in integrated transport system at operational and policy levels toward sustainable mobility, transport equity, and door to door service. According to research aim, explanatory case study is used to build an understanding the current situation. The results indicate that integrated transport system is not fully implemented yet and it found a lot of missing links and barriers in integrated transport system attributes. Moreover, transportation planning at national to local levels is not synchronous which have impacted to the implementation of integrated transport

    Analisis Dampak Implementasi Reduced Vertical Separation Minimum (Rvsm) Di Indonesia Terhadap Distribusi Lalu Lintas Udara Dan Penghematan Bahan Bakar Pesawat

    Full text link
    Reduced Vertical Separation Minimum (RVSM) merupakan rekomendasi dari ICAO, organisasi penerbangan sipil dunia, untuk mengatasi kepadatan lalu lintas udara secara global dengan meningkatkan kapasitas ruang udara melalui pengurangan jarak pisah vertikal antar pesawat dari 2.000 kaki menjadi 1.000 kaki pada ketinggian 29.000–41.000 kaki (FL290-FL410). Indonesia mengimplementasikan prosedur ini secara bertahap dan bersifat exclusive, sehingga pesawat yang non RVSM tidak diperkenankan untuk terbang pada ruang udara RVSM. Salah satu manfaat dari penerapan prosedur ini adalah penghematan bahan bakar pesawat terbang karena lebih memungkinkan untuk terbang pada ketinggian yang optimum (economic flight level). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak penerapan RVSM terhadap distribusi lalu lintas udara dan penghematan bahan bakar pesawat. Penelitian ini dilakukan pada rute penerbangan W-45 dan W-32 dari Air Traffic Services (ATS) Route Indonesia dan di PT. Garuda Indonesia pada tipe pesawat Boeing 737-400. Data-data sekunder yang ada dianalisis dengan metode statistika melalui program aplikasi SPSS for Windows untuk melihat Perubahan distribusi lalu lintas udara dan mengetahui penghematan bahan bakar pesawat sesudah implementasi RVSM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi RVSM berdampak terhadap Perubahan kondisi distribusi lalu lintas udara. Peningkatan proporsi penggunaan ketinggian terjadi pada FL310, FL350 dan FL390, sedangkan pada flight level lainnya mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan sebesar 3,14%. FL290 merupakan ketinggian terbang yang paling banyak digunakan oleh pesawat non RVSM dengan proporsi penggunaan sebesar 24,46%, FL330 paling banyak digunakan oleh pesawat RVSM yang terbang pada rute jarak dekat dan menengah dengan proporsi sebesar 28,88%. Rata-rata penghematan bahan bakar pesawat sesudah implementasi RVSM untuk penerbangan jarak dekat (Jakarta-Surabaya) adalah sebesar 0,8% atau sebanyak 25,37 kg (senilai Rp215.607,00) untuk setiap penerbangan dan sebesar 1,1% atau sebanyak 64,5 kg (senilai Rp548.217,00) untuk setiap penerbangan jarak menengah (Jakarta-Makassar).Kata

    Pengembangan Metodologi Perencanaan Transportasi Barang Regional

    Full text link
    This paper attempts to elaborate the relationship of the economics activities of commodities toward export -specifically the production of goods and services that generate freight transportation. The spatial data of commodities related to the economics' activities (resources, factories, and outlets), the transportation data(infrastructures, modes, and services), and government regulations, are use in formulating the method for freight transportation planning utilizing intermodality concept, to produce efficient freight movements and to enhance sustainable mobility and economic development in the regional scale

    Analisis Kebutuhan Fasilitas Terminal Penumpang Di Bandar Udara Adisutjipto-Yogyakarta

    Full text link
    Peningkatan permintaan penumpang di Bandar Udara Adisutjipto-Yogyakarta serta peningkatan status menjadi bandar udara Internasional menuntut tersedianya fasilitas yang dapat mewadahi kegiatan yang berlangsung. Perkembangan pergerakan angkutan udara di Bandar Udara Adisutjipto mengindikasikan bahwa fasilitas terminal penumpang eksisting sudah tidak mampu lagi menampung volume penumpang yang ada.Kebutuhan fasilitas bandar udara dibangun berdasarkan prakiraan (forecast) untuk mencari hubungan antara permintaan (demand) dengan kapasitas fasilitas yang ada sehingga kebutuhan fasilitas bandar udara dapat ditentukan. Proyeksi penumpang dilakukan dengan membentuk persamaan regresi linier berganda antara volume penumpang sebagai variabel tergantung (dependent variable) dengan jumlah penduduk, PDRB, atau PDRB per kapita sebagai variabel bebas (independent variable). Analisis kebutuhan luas terminal penumpang dilakukan berdasarkan jumlah penumpang pada saat jam puncak dan standar luas yang berlaku. Perhitungan lalu lintas pada jam puncak dilakukan dengan memasukkan faktor jam puncak (Cp) terhadap pergerakan lalu lintas harian, menggunakan formula JICA (Japan International Cooperation Agency).Jumlah penumpang domestik pada jam puncak tahun 2024 adalah 1.516 penumpang dengan 24 pergerakan pesawat dan fasilitas terminal penumpang domestik yang dibutuhkan adalah sebesar 22.399,78 m2. Jumlah penumpang Internasional pada jam puncak sampai dengan tahun 2024 mencapai 170 penumpang dengan 3 pergerakan pesawat dan fasilitas terminal penumpang Internasional yang dibutuhkan adalah sebesar 2.345,70 m2.Kebutuhan ruang parkir tahun 2024 adalah seluas 16.639,68 m2 untuk menampung 661 mobil penumpang, 124 taksi dan 42 sepeda motor.Konsep perencanaan pengembangan terminal penumpang Bandar Udara Adisutjipto-Yogyakarta adalah secara vertikal dan horisontal dengan sistem bangunan linier.Kata

    Pengaruh Kondisi Cuaca Penerbangan Terhadap Beban Kerja Mental Pilot

    Full text link
    In modes of transportation, air transportation is the mode that is very dependent on weather conditions, either the aircraft will take off and on the cruise, weather phenomena which are beyond the control of human existence are often inserted into the factors which may be the cause of a accident. This study was conducted to determine whether the differences as a pilot mental workload in the weather phenomenon condition that occurs when operating the aircraft in terms of differences pilot age. Mental workload measurements performed using the Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) method, this method using combine of three dimensions with their levels. The dimensions are time load, mental effort load, and psychological stress load. The results of studies showed that for overall, the level of the highest relative importance is the dimension of time, then all subjects have an agreement and assume that the time load is the most important factor in determining the level of pilot mental workload on the face weather conditions were influential in the world of aviation, while for the most burdened condition or pilot mental workload in the highest level either for both group is when aircraft face of changing wind conditions

    Pengkajian Tingkat Beban Kerja Mental Pilot Pesawat Terbang Dalam Melaksanakan Tahap Fase Terbang (Phase of Flight)

    Full text link
    Peristiwa kecelakaan pesawat terbang dapat terjadi pada tahap pengoperasian pesawat terbang, diawali sejak taxi, tinggal landas (take off), menanjak (climb), penerbangan jelajah (cruise), dan tahap pendaratan yang dimulai dari descent, awal pendaratan (approach) kemudian menyentuh landasan (touch down) sampai pesawat terbang berhenti di apron Bandar udara tujuan pendaratan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui seperti apakah perbedaan beban kerja mental seorang pilot pada saat melaksanakan tahapan fase terbang (phase of flights). Pengukuran beban kerja mental dilakukan menggunakan metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT), metode ini menggunakan tiga kombinasi dari tiga dimensi dengan tingkatannya. Dimensi tersebut adalah beban waktu (time), beban USAha mental (effort), dan beban tekanan psikologis (stress). Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan, tingkatan kepentingan relatif yang paling tinggi adalah dimensi beban USAha waktu (time), maka semua subyek mempunyai kesepakatan dan menganggap bahwa faktor beban waktu (time) merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan tingkatan beban kerja mental pilot, sedangkan untuk kondisi yang paling terbebani atau beban kerja mental pilot akan meningkat (level tertinggi) apabila pilot dihadapkan pada saat pesawat akan melakukan prosedur pendaratan (landing)
    corecore