23 research outputs found

    Sistem Informasi Pengelolaan dan Laporan Keuangan Dana BOS Berbasis Multi User di MTs Sudirman Jimbaran

    Full text link
    Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi non-personalia bagisatuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Dalam menunjang pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolahsekolah, maka dibuat suatu sistem informasi yang dapat membantu dalam pengelolaan dana BOS. Sistem Informasi Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah ini dibuat karena sering ditemukannya data yang tidak akurat dan tidak lengkap di MTs Sudirman Jimbaran Semarang. Sehingga menyebabkan laporan keuangan setiap bulan menjadi tidak tepat waktu. Maka dari itu dibuatlah system informasi ini untuk menunjang agar data menjadi akurat dan lengkap serta laporan keuangan juga menjadi tepat waktu.Sistem informasi ini dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic (VB) dan database MySQL. Aliran data dan perancangan sistem ini menggunakan Data Flow Diagram (DFD), sedangkan perancangan tabel pada basisdata menggunakan Entity Realationship Diagram (ERD). Metode pengembangan yang digunakan adalah metode SDLC dengan model waterfall.Dengan adanya sistem informasi ini dapat membantu dalam mempermudah pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Sekolah Dasar Negeri Sekayu. Sehingga laporan keuangan yang dihasilkan memiliki data yang akurat dan lengkap serta menjadi tepat waktu

    Karakteristik Kayu Lamina Dari Kayu Keruing Berminyak Setelah Diekstrak

    Full text link
    Pemanfaatan kayu keruing berminyak untuk produk laminasi masih belum optimal karena masalah zat ekstraktif yang muncul ke permukaan dan mengganggu proses perekatan. Oleh karena itu penelitian untuk mengetahui pengaruh pelarutan zat ekstraktif terhadap beberapa sifat kayu lamina perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan membuat kayu lamina dari kayu keruing berminyak jenis Dipterocarpus hasseltii setelah zat ekstraktifnya dilarutkan dengan cara memanaskan (merebus) kayu tersebut dalam larutan etanol 35% (v/v). Pengujian kayu lamina menggunakan standar JAS-2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perebusan dalam larutan etanol 35% dapat meningkatkan sifat keterbasahan secara nyata sebesar 54%, meningkatkan nilai keteguhan rekat kayu lamina dari 11,41 kg/cm2 menjadi 77,90 kg/cm2 (583%) pada uji kering dan dari 2,66 kg/cm2 menjadi 8,41 kg/cm2 (216%) pada uji basah serta menurunkan tingkat delaminasi dari 107% menjadi 36%. Kayu lamina dari kayu keruing berminyak yang sudah diekstrak memenuhi persyaratan standar untuk digunakan sebagai komponen produk dalam ruangan

    Sawing Recovery of Several Sawmills in Jepara

    Full text link
    In the situation of wood material shortage, it is important to furniture manufacturers to efficiently utilize the wood. Increasing efficiency for improving value added of small medium enterprises of wood furniture industries in Jepara should be carried out from the first stage in wood processing: sawing that will convert logs into sawn timber. A study has been carried out on improving sawing recovery of sawntimber by live-sawing pattern to make loseware lumber for furniture material in Jepara region. This study was done by investigating the current sawing recovery data as determined during one full day's processing at each of the four bandsaw mill facilities and one chainsaw/carving facility. The results indicate that the current recovery rate of sawmilling services companies in Jepara reached 70 - 80 %. These recoveries are relatively high due to the live sawing pattern used and the fact that sawn boards were not edged or resawn into square pieces at the mill. Compared to existing rules and the Government standard for calculating the recovery rate, sawmilling service companies in Jepara have practiced efficient processing in sawing

    Characteristics of Laminated Wood of Logging Waste of Three Natural Forest Wood Species

    Full text link
    This research is aimed to assess the characteristics of 3-ply laminated wood assembly incorporating wood waste belonged to three species i.e. bengkal (Nauclea sp.), pisang-pisang (Alponsea teysmanii Boerl), and jambu-jambu (Eugenia spp.). The waste was procured from logged natural forests. The used adhesive was tannin-resorcinol formaldehyde. The lamination experiment was replicated three times. The assessed characteristics were moisture content, density, formaldehyde emission, bonding strength, wood defect, and static bending strength.The resulting 3-ply laminated wood assembly (beam) has a moisture content at 4.00 - 13.90%, density 0.30 - 0.68 gram per cm3, and formaldehyde emission 0.323 - 3.199 mg per liter that tended to increase with the decrease in density of the laminated wood. The bonding strength of the laminated wood ranges varied from 47.14 to 107.52 kg per cm2 (dry testing) and 40.76 - 79.57 kg per cm2 (wet testing). Likewise, wood defect was about 80 - 100% (dry test) and 20 - 80% (wet test). Static bending strength varied from 455.62 - 843.36 kg per cm2 (for MOE) and from 35,985.49 to 104,332.63 kg per cm2 (for MOR). Based on these data, the three wood waste species afforded good bending strength and they were suitable for reconstituting material for exterior-type laminated wood beam

    Kajian Permasalahan Industri Kayu dalam Kaitannya dengan Kebijakan Pembangunan Terminal Kayu Terpadu di Jawa Tengah

    Full text link
    Industri pengolahan kayu dan mebel (IPKM) Jawa Tengah saat ini menghadapi permasalahan kekurangan bahan baku kayu. Hal ini memunculkan ide untuk membangun terminal kayu terpadu (TKT). Oleh karena investasi pembangunan TKT membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara permasalahan inti industri kayu Jawa Tengah belum diketahui, maka diperlukan kajian untuk mengetahui dibutuhkan atau tidaknya terminal kayu terpadu sebagai fasilitas penunjang industri kayu di Jawa Tengah. Tulisan ini mengemukakan hasil kajian terhadap kebijakan pembangunan terminal kayu terpadu tersebut. Kajian difokuskan pada permasalahan yang dihadapi IPKM, solusi yang dikemukakan dan tingkat pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Kajian dilakukan dengan metode deskriptif dan eksploratif yang menganalisis data kuantitatif dan kualitatif, baik sekunder maupun primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap responden dengan kriteria tertentu yang dipilih secara purposive sampling. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat empat permasalahan utama IPKM Jawa Tengah, berturut-turut menurut prioritasnya adalah: (i)Kesenjangan antara pasokan dengan kebutuhan bahan baku kayu; (ii) Iklim usaha kurang kondusif; (iii) Kebijakan/peraturan dari pemerintah dirasa memberatkan dan tidak konsisten, dan (iv) Kompetensi sumber daya manusia, teknologi serta kelembagaan dan sarana/prasarana yang kurang. Sementara itu, pembangunan TKT bukan satu-satunya solusi yang harus dilakukan, melainkan harus simultan dengan alternatif solusi lainnya. Berdasarkan analisis diketahui bahwa apabila TKT dibangun saat ini maka akan kesulitan untuk mendapatkan pasokan kayu, baik dari luar Jawa mupun impor. Hal ini diebabkan oleh defisit bahan baku juga terjadi di wilayah utama (luar Pulau Jawa) penghasil kayu mencapai sekitar 50 juta m3 /tahun dan secara global mencapai lebih dari 740 juta m3 /tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat empat permasalahan utama IPKM Jawa Tengah, berturut-turut menurut prioritasnya adalah: (i)Kesenjangan antara pasokan dengan kebutuhan bahan baku kayu; (ii) Iklim usaha kurang kondusif; (iii) Kebijakan/peraturan dari pemerintah dirasa memberatkan dan tidak konsisten, dan (iv) Kompetensi sumber daya manusia, teknologi serta kelembagaan dan sarana/prasarana yang kurang. Sementara itu, pembangunan TKT bukan satu-satunya solusi yang harus dilakukan, melainkan harus simultan dengan alternatif solusi lainnya. Berdasarkan analisis diketahui bahwa apabila TKT dibangun saat ini maka akan kesulitan untuk mendapatkan pasokan kayu, baik dari luar Jawa mupun impor. Hal ini diebabkan oleh defisit bahan baku juga terjadi di wilayah utama (luar Pulau Jawa) penghasil kayu mencapai sekitar 50 juta m3 /tahun dan secara global mencapai lebih dari 740 juta m3 /tahun

    Kajian Efisiensi Pemanfaatan Kayu Merbau dan Relokasi Industri Pengolahannya Bagian 1: Propinsi Papua sebagai Penghasil Kayu Merbau dan Tujuan Relokasi

    Full text link
    Kayu Merbau (Intsia spp.) pernah menjadi isu penting karena Pemerintah Propinsi Papua meminta dispensasi dari Pemerintah Pusat untuk mengekspor log kayu tersebut. Argumentasi yang dikemukakan adalah kekerasan kayu tersebut, sehingga tidak bisa diolah di dalam negeri. Apabila tidak diekspor berarti sumberdaya alam yang dimiliki Propinsi Papua tidak dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan daerah. Sementara itu, Inpres No. 7 tahun 2002 menawarkan paket relokasi industri dari wilayah Jawa Timur ke Papua. Untuk mengevaluasi kondisi obyektif pemanfaatan kayu merbau dan urgensi relokasi industrinya, dilakukan kajian ilmiah komprehensif yang meliputi potensi bahan baku, alokasi penggunaan, tenaga kerja dan peraturan yang terkait dengan pemanfaatan kayu merbau. Tulisan ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, kajian difokuskan terhadap wilayah Papua sebagai sumber bahan baku dan tempat tujuan relokasi industri pengolahan kayu merbau, mencakup pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan instansi terkait di wilayah Jakarta, Banten dan Papua. Bagian kedua akan disajikan pada tulisan terpisah, yang akan mengkaji industri kayu merbau di Jawa Timur dan sekitarnya yang akan direlokasi. Hasil observasi di Papua diketahui bahwa potensi kayu merbau yang dapat dimanfaatkan masih cukup 3besar , yaitu 2,662 juta m/tahun. Untuk menunjang pengelolaan hutan lestari, perlu dilakukan perhitungan ulang atas potensi kayu. Di Papua terdapat 9 industri besar yang mengolah kayu merbau dan 66 unit industri kecil/menengah yang mengalami kekurangan bahan baku kayu merbau. Sebagian besar industri mengolah kayu merbau menjadi kayu gergajian, S2S dan S4S. Banyak kilang penggergajian kecil di areal hutan menggergaji kayu bulat merbau menjadi balok kasar dengan menggunakan gergaji rantai. Evaluasi terhadap data dan informasi yang tersedia dapat disimpulkan bahwa relokasi industri bukan merupakan alternatif yang tepat. Pembinaan yang lebih tepat adalah peningkatan kemampuan teknis industri dan pemasaran kayu merbau di Papua, sehingga mampu memproduksi barang jadi (finished products) dan langsung dapat memasarkannya

    Biological Resistance of Jabon Wood Against Subterranean and Drywood Termites After Combined Impregnation and Compression Treatment

    Full text link
    This study investigated Jabon wood [Anthochepalus cadamba (Roxb) Miq) impregnated with natural phenolic resin from Merbau extractives (ME) and subjected to hot compression treatments. The resistance of this wood to subterranean termites (Coptotermes curvignathus Holmgren) and drywood termites (Cryptotermes cynocephalus Light) was tested. The types of pre-treatments utilized were impregnation, repeated-impregnation, hot compression, and a combined treatment of impregnation and hot compression. The impregnation pre-treatment used crude ME and selected polymerized ME (PME22 and PME33). The resistance evaluation was based on the weight loss of the samples according to the Indonesian standard of SNI 7207 (2014). Untreated samples of jabon were classified as grade V (susceptible) against subterranean termites and grade IV (non-resistant) against drywood termites. Impregnation using only ME improved the resistance of Jabon wood against subterranean termite from grade V to grade IV. Against drywood termites, it changed from class IV to III and II. The resistance class of III against subterranean termites resulted from the treatments of various schedules of polymerized ME. Thus, the extractives contributed greatly to the protection of a less durable wood species against termite attack. Merbau extractives also distinctly improved the resistance of jabon wood from grade IV (non-resistant) to grade II (resistant)

    Philosophy of Perennialism and Its Relevance to Contemporary Islamic Education

    Full text link
    Perennialis is born as a reaction to progressive education.  Perennialism opposesthe progressive view which emphasizes change and something new. Perenialism view the world situation today is full of chaos, uncertainty, and disorder, especially in moral, intellectual and socio-cultural life. Aspects of the study of the application of perennialism in Islamic religious education include the purpose of education as an effort to inherit culture and maintain the nature of students, learning material according to perennialism, curriculum development and selection of learning methods in Islamic religious education. The idea of ​​perennialism that tends to be regressive, traditionalist and conservative causes the application of perennialism in Islamic education to have two sides, on the one hand it can have a good effect and on the other hand it has a negative impact. &nbsp

    Pengaruh Umur Pohon, Posisi Batang, Tebal Venir dan Komposisi Panel Inti Sawit terhadap Produksi Kayu Lapis Mindi

    Full text link
    Penelitian ini menguji pengaruh umur pohon, posisi batang, tebal venir, dan komposisi inti panel kayu sawit terhadap produksi kayu lapis mindi. Dolok berukuran panjang 1,3 m dipotong dari pohon sawit berumur 25 dan 32 tahun masing-masing empat batang kayu dari setiap pohon sejumlah sepuluh pohon dari masing-masing kelas umur. Selanjutnya dikupas pada mesin spindle less rotary dengan ketebalan venir 2,5 dan 3,4 mm. Venir sawit kering (KA 10%) dirakit menjadi dua macam komposisi panel, yaitu 3 lapis dan 5 lapis, di mana lapisan muka dan belakang menggunakan 1,2 mm venir kayu mindi (Melia azedarach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa batang sawit umur 32 tahun memiliki nilai rendemen venir basah maupun kering lebih tinggi daripada batang sawit umur 25 tahun. Kadar air dan kerapatan panel kayu lapis mindi berinti sawit umur 25 tahun memiliki nilai lebih rendah daripada umur 32 tahun. Nilai keteguhan rekat panel yang terbuat dari venir inti 32 tahun memiliki nilai yang lebih tinggi daripada venir inti 25 tahun. Keteguhan rekat panel 3 lapis memiliki nilai lebih tinggi daripada panel 5 lapis. Keteguhan rekat pada panel yang terbuat dari venir 2,5 mm lebih rendah dibandingkan dengan keteguhan rekat panel dengan ketebalan venir 3,4 mm

    Pengaruh Perlakuan Pendahuulan terhadap Kecepatan Pengeringan Kayu Mangium

    Full text link
    One of the problems faced in mangium (Acacia mangium Willd.) wood utilization is its low drying rate. Some pre-treatment methods: steaming, boiling and microwave heating have been examined to improve its drying time. After treated with steaming, boiling and microwave heating, six various dimension of mangium samples were dried in oven. During drying process, the samples were weighed two hoursly in the first 24 hours to determine the pattern of moisture reduction. Microwave heating and boiling enhance its drying time in all sample sizes, while steaming was only effective for samples with thickness below 5 cm. Boiling leads to generate drying defects such as wrapping, twist, bow, and surface checks, while microwave heating and steaming methods caused minor drying defects
    corecore