10 research outputs found
Aplikasi Suasana Relaksasi dalam Rancangan Rumah Kecantikan Surabaya
Relaksasi dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, sehingga tercipta perasaan yang tenang dan nyaman. Suasana yang tenang dan nyaman tersebut berusaha diaplikasikan dalam rancangan Rumah Kecantikan Surabaya melalui berbagai aspek arsitektural, sehingga obyek rancang dapat hadir sebagai sesuatu yang ārileks'. Lingkungan yang berada di sekitar obyek rancang menjadi tantangan tersendiri dalam proses merancang, terutama dalam menciptakan suasana relaksasi itu sendiri. Untuk menghadirkan sesuatu yang dapat ādirasakan' pada setiap desain dalam obyek rancang, perancang harus mempertimbangkan setiap keputusan desain agar dapat mempresentasikan suasana relaksasi yang menjadi tema rancangan
Transformasi āDamar Kurungā dalam Rancangan Rumah Kuliner Kota Gresik
Sebagai kota yang terkenal dengan wisata religinya, kota Gresik memiliki potensi pasar yang besar terutama pada objek rumah kuliner ini. Rumah kuliner ini merupakan objek rancang yang bertujuan untuk lebih mengenalkan kepada masyarakat luas jenis kuliner kota Gresik. Selain itu juga melestarikan kuliner kota Gresik yang saat ini tidak banyak orang mengenalnya. Untuk menjaga kualitas rumah kuliner ini menyediakan fasilitas tempat makan yang terjaga kebersihan invetaris maupun makanan yang disajikan. Damar Kurung adalah sebuah lampion berbentuk kubus yang keempat sisinya terdapat lukisan karya maestro lukis masmundari yang merupakan salah satu benda budaya khas kota Gresik. Damar Kurung dalam makalah ini sebagai pijakan dalam mengembangkan objek rancang ini. Selain itu dengan tema damar kurung dapat mencirikan kota gresik dan mengenalkan kepada masyarakat luas budaya kota Gresik. Penerapan damar kurung dalam objek rancang rumah kuliner ini menggunakan pendekatan metode metafora tangible, yang menerapkan karakter visual damar kurung hingga kisah abstrak yang tersirat didalamnya
Fasilitas Penunjang Peningkatan Kesejahteraan Keluarga Nelayan Kenjeran
Masalah kesejahteraan merupakan sebuah problematika yang kerap dihadapi oleh keluarga nelayan di kenjeran. hal ini terjadi karena hasil laut yang didapatkan oleh para nelayan belum dapat dikelola secara optimal dan juga belum adanya fasilitas yang mampu mendukung dalam pengolahan hasil laut nelayan. Tujuan dari proyek ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan kenjeran dengan cara meningkatkan nilai jual hasil laut nelayan kenjeran. Cara tersebut di lakukan dengan menghadirkan sebuah fasilitas sebagai wadah dalam proses pengolahan hasil laut nelayan menjadi sebuah produk dengan nilai jual lebih tinggi, yaitu produk kuliner (seafood). Dalam proses ini anggota keluarga seperti istri nelayan yang lain dapat ikut dilibatkan, Sehingga mereka juga dapat berkontribusi meningkatkan kesejahteraan keluarganya Fasilitas yang akan menjadi tempat penjualan hasil laut nelayan dan seafood ini Pondok Seafood Kampung Nelayan Kenjeran
Pengalaman Ruang pada Objek terhadap Kawasan Wisata Kurang Terjamah
Desa Sangeh merupakan suatu daerah di Kabupaten Badung Kecamatan Abiansemal yang mendapatkan julukan sebagai desa wisata di Kabupaten Badung. Namun sebagai desa wisata rata-rata pengunjung atau wisatawan baik lokal maupun mancanegara setiap tahunnya berada di titik terendah dari setiap objek-objek wisata yang ada di Kabupaten Badung. Desa Sangeh sendiri kurang memiliki hal yang lebih atraktif untuk menarik wisatawan, wisatawan yang datang ke desa sangeh hanya mengenal Desa Sangeh sebagai monkey forest/hutan kera, sedangkan masih banyak hal lain yang dapat di eksplorasi di Desa Sangeh. Oleh karena itu diperlukan sebuah objek sebagai sebuah pusat yang dapat mengenalkan Desa Sangeh dengan lebih jelas dan lebih informatif. Melalui pendekatan desain yang dilakukan didapatkan program-program yang sesuai dengan tipologi sebuah pusat budaya. Pusat budaya Desa Sangeh bertujuan untuk mengenalkan Desa Sangeh secara lebih detail, dan dapat meningkatkan esensi dari pengalaman ruang yang akan didapat dalam sebuah pusat budaya dengan menstimulus panca indra pada wisatawan. Batasan desain dengan opsi yang cukup banyak serta luasan lahan yang cukup luas menjadikan metode layering sebagai alat untuk mendesain. Layer-layer di tumpuk antara satu dengan yang lain dengan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan konteks desa sangeh agar tidak melewati batas dari desain lokalitas arsitektur Bali
Pengaruh Levelling terhadap Edukasi Public Manner melalui Seni dan Budaya Remaja Kota Surabaya
Remaja merupakan salah satu tahapan manusia yang merupakan masa produktif dalam perkembangan manusia dimana seseorang akan lebih sering melakukan berbagai kegiatan sekaligus mencari jati dirinya dengan melakukan interaksi pada lingkungan sekitarnya. Hal ini menjadikan public manner secara tidak langsung sebagai suatu prasyarat yang diperlukan bagi manusia sebagai makhluk sosial untuk berinteraksi dan bersosialisasi sehingga dapat diterima oleh lingkungannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memahami force apa saja yang mampu mempengaruhi remaja untuk bersikap sopan dan santun. Namun pada masa ini remaja mulai lalai untuk menerapkan public manner yang baik dan benar. Akibatnya remaja cenderung memilih untuk berkumpul dengan lingkungan sosial yang dinilai memiliki kesamaan pendapat dan prinsip dengan mereka sehingga mereka memilih untuk berada di batas nyaman. Pendekatan environmental possibilism selanjutnya digunakan untuk menimbulkan berbagai peluang dalam sebuah kejadian melalui arsitektur perilaku
Daylight Performance of Colonial Houses in Surabaya
The present study explores and evaluates daylight performance of colonial houses in Surabaya. It is a prelimanary study that is aimed to further extent the knowledge regarding the daylight conditions in the colonial houses which is limited and previously arised only by small number of studies. Daylight condition of the building is collected through a field measurement which is conducted in four colonial houses in Surabaya during the dry season. The daylight factor of the building is then analyzed and evaluated to indicate the daylight performance of the houses. The study found that not all of the colonial houses under study were able to suffice the minimum daylight requirements for domestic activities. Good daylight performance can be achieved by the building design and the appropriate utilisation schedule of window. Design strategies used in the colonial house reflect the adapatability of the building to the warm humid climate of Surabaya
Daylight Performance of Colonial Houses in Surabaya
The present study explores and evaluates daylight performance of colonial houses in Surabaya. It is a prelimanary study that is aimed to further extent the knowledge regarding the daylight conditions in the colonial houses which is limited and previously arised only by small number of studies. Daylight condition of the building is collected through a field measurement which is conducted in four colonial houses in Surabaya during the dry season. The daylight factor of the building is then analyzed and evaluated to indicate the daylight performance of the houses. The study found that not all of the colonial houses under study were able to suffice the minimum daylight requirements for domestic activities. Good daylight performance can be achieved by the building design and the appropriate utilisation schedule of window. Design strategies used in the colonial house reflect the adapatability of the building to the warm humid climate of Surabaya