7 research outputs found

    PENGUKURAN AKTIVITAS METABOLISME BASAL PADA ITIK, ENTOG DAN MANDALUNG

    Get PDF
    This experiment was done to test the basal metabolism activities of Cirebon ducks, Manila ducks and Mule ducks. To measure the basal activities such as O2 consumption, CO2 production, respiration quotient (RQ) and heat production there were 20 Cirebon ducks, Manila ducks and mule ducks.  The measurement of three species was done three times, in which three ducks were measured at one week while another one was measured at four and eight weeks, respectively. Each measurement was replicated four times.  The design used way completely randomized design with four groups as replication while species of duck was used as treatment. The data collected were analyzed with analysis of variant. Statistically, there were no differences in O2 consumption, CO2 production, heat production and quotient respiration in all species of ducks.  However, biologically Cirebon duck in week four gained their energy from carbohydrate oxidation (93.6%) and from lipid (6.4%). Meanwhile, the Manila ducks and Mule ducks received all of their energy (100%) from carbohydrate oxidation (on week one, four and eight) and the Cirebon ducks which received all of their energy (100 %) from carbohydrate oxidation on week one and eight. Kata kunci : Basal Metabolism, Cirebon ducks, manila ducks, mule duck

    KANDUNGAN PROTEIN, LEMAK DAGING DAN KULIT ITIK, ENTOG DAN MANDALUNG UMUR 8 MINGGU

    Get PDF
    This experiment was done to determine the chemical composition of meats of duck, Entog, and Mandalung. A proximate analysis of chemical composition was performed on samples obtained from 4 ducks, 3 Entog and 3 Mandalung; all were at 8 moths old. Results indicated that the highest protein content for chest meat was found in the duck (20.04%) followed by mandalung (19.01%) and entog (18.29%); respectively. The highest protein content for husk was obtained in the chest husks of entog (12.9%) followed by drumstick husks of mandalung (12.98%). The fat flesh content of entog, duck and mandalung were 59.32, 38.67, and 68.49%, respectively. The proportions of the husk of drumstick were 52.67, 97.64 and 48.85% for duck, entog and mandalung respectively.  The highest chest fat contents was found in the mandalung (5.06%) followed by duck (3.84%) and entog (3.47%). The drumstick husks content was 8.47% for duck, 5.27% for entog,  and 11.69% for mandalung. This study clearly indicated that the proportion of fat was high in meat husk of all three species.  For this reason, it is suggested for consumers to exclude the husk of these meat products in reducing fat consumption

    PENGARUH KOMBINASI ENZIM DAN BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KESERAGAMAN TUMBUH, LIVEBILITAS, INCOME OVER FEED DAN CHICK COST AYAM BROILER

    Get PDF
    The objective of this study was to determine the effect of combination of enzyme and palm kernel meal on growth uniformity, liveability and income over feed and chick cost of broiler.    A completely randomized design was used in this study, with 7 treatments and 5 replicated cages of         6 birds pei café.  A total of 210 day – old broiler chicks were used in this study.  Treatments tested were  Ro = 0 % palm kernel meal (PKM), R1=  20 % PKM ,R2= 20 % PKM plus 0.02 % multi enzyme,      R3 =  20 % enzymatically predigested PKM,  R4 = 30 % PKM ,  R5 = 30 % PKM  plus 0,02 % multi enzyme and R6 = 30 % enzimatically predigested PKM. Results of variance analysis indicated that addition of enzyme in palm kernel meal based diets produced non–significant difference in growth uniformity and liveability (P>0,05). Income over feed and chick cost, however, was significantly affected by enzyme addition (P<0,01 )

    Evaluasi Penambahan Eugenol Daun Cengkeh sebagai Aditif dalam Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Pakan Ayam Pedaging

    Get PDF
    Minyak atsiri daun cengkeh mengandung 79,72% eugenol yang merupakan antimikroba, antibiotik dan antioksidan. Penambahan eugenol dalam pakan broiler diharapkan dapat memperbaiki efisiensi penggunaan pakan. Penelitian ini mengevaluasi penggunaan eugenol daun cengkeh dalam pakan yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Setiap unit percobaan tersebut digunakan 10 ekor ayam pedaging umur 1 minggu dengan berat badan awal 142,25 ± 7,75 g/ekor selama 5 minggu (umur ayam 42 hari), sehingga total ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 ekor. Eugenol yang digunakan berbentuk cair yang diisolasi dari minyak atsiri daun cengkeh. Perlakuan yang digunakan adalah E0 (Pakan Basal tanpa penambahan eugenol daun cengkeh), E1 (Pakan basal + eugenol daun cengkeh 0,5%), E2 (Pakan basal + eugenol daun cengkeh 1,0%) dan E3 (Pakan basal + eugenol daun cengkeh 1,5%). Parameter yang diukur adalah konsumsi protein, konsumsi energi metabolis, efisiensi penggunaan pakan dan rasio efisiensi protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan eugenol daun cengkeh 0,5 – 1,5% dalam pakan dapat meningkatkan secara sangat nyata (P<0.01) konsumsi protein dan energi metabolis pakan, efisiensi penggunaan pakan dan rasio efisiensi protein pada ayam pedaging. Efisiensi pakan dan rasio efisiensi protein pakan terbaik pada penggunaan eugenol daun cengkeh 1% dalam pakan ayam pedaging masing-masing 0,62±0,02 dan 3,00±0,12 sehingga disarankan penggunaan eugenol daun cengkeh pada ayam pedaging 1% dalam pakan

    Evaluasi Penggunaan Tepung Bulu Ayam Terhadap Penampilan Produksi dan Jumlah Pin Feather Pada Karkas Itik

    Get PDF
    Penampilan karkas itik lokal Indonesia yang dimanfaatkan sebagai Itik pedaging cenderung menghasilkan itik dengan penampilan karkas yang terkesan kotor. Penampilan tersebut disebabkan oleh banyaknya bulu hitam yang tertinggal dalam karkas setelah prosessing. Karkas yang terlihat kotor ini berpengaruh pada kesukaan konsumen. Penelitian sebelumnya bertujuan untuk menghasilkan itik dengan produksi daging yang tinggi dan penampilan karkas yang bersih telah dilakukan dengan elaborasi beragam aspek, utamanya nutrisi dan genetika. Hasil penelitian menunjukkan performa, efisiensi penggunaan pakan dan kualitas daging yang lebih baik, namun beberapa bulu-bulu jarum (pinfeather) tertinggal dan ditemukan pada karkas. Unggas domestik memiliki siklus alami pertumbuhan bulu yaitu peluruhan atau penanggalan bulu tua (shedding) dan moulting (memperbaharui bulu). Siklus alami ini membantu untuk menentukan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan bulu dan dapat dijadikan acuan untuk menemukan umur potong yang sesuai bagi itik. Kematangan bulu juga memudahkan pencabutan bulu saat pemprosesan itik menjadi karkas. Hal ini dapat meningkatkan kualitas karkas dan preferensi konsumen karena penampilan karkas yang bersih dari pin feather. Asam amino bersulfur merupakan salah satu penyusun protein bulu, sehingga limbah bulu yang terbuang sebagai hasil samping industri pemotongan unggas berpotensi dimanfaatkan. Praperlakuan dari bulu harus dilakukan untuk mengatasi masalah rendahnya kecernaan protein. Metode hidrolisis enzimatik biasanya digunakan. Allzyme FD dipilih dalam penelitian ini untuk meningkatkan daya cerna tepung bulu. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan tepung bulu ayam terhadap penampilan produksi dan jumlah pin feather pada karkas itik. Tujuan tersebut dicapai dengan melakukan 4 tahap penelitian, yaitu: penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengevaluasi kandungan nutrien Tepung Bulu yang dihidrolisis secara enzimatik. Dua bentuk fisik limbah bulu ayam yang berbeda (Pre-grinding dan Post-grinding) digunakan, dan 2 level enzim (0,01% dan 0,02% Allzyme FD/kg tepung bulu). Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan bahwa analisis proksimat berturut-turut Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 untuk protein kasar (%) adalah 89,89; 87,98; 91,03; 90,11, Gross Energi (Kkal/kg) berturut-turut : 5115,8; 4726,5; 4870,4; 4527,8. Sedangkan daya cerna tepung bulu menggunakan pepsin (%) berturut-turut adalah 78,61; 84,4; 76,33 dan 80,76. Untuk analisis kandungan asam amino dapat dilaporkan bahwa hasil kandungan asam amino dalam kisaran yang normal, kecuali kandungan sistin (%) berturut-turut 0,51; 0,53, tidak terdeteksi dan 2,23. Akan tetapi, metode analisis asam amino yang digunakan tidak dapat menganalisis tryptophan dan sistein. Pada tahap II evaluasi dilakukan untuk menguji pengaruh level penggunaan Allzyme FD dan bentuk fisik tepung bulu terhadap kecernaan protein dan nilai Energi Metabolis Semu (EMS), nilai Energi Metabolis Terkoreksi Nitrogen (EMSn). Perlakuan terdiri dari: P0 = 100% pakan basal ; Pre-G1 = 95% P0+ 5% Pre-grinding tepung bulu yang diberi 0,01% Allzyme FD; Pre-G2 = 95% P0 + 5% Pre-grinding tepung bulu yang diberi 0,02% Allzyme FD; Post-G1 = 95% P0 + 5% Post-grinding tepung bulu yang diberi 0,01% Allzyme FD; Post-G2 = 95% P0 + 5% Post-grinding tepung bulu yang diberi 0,02% Allzyme FD. Evaluasi kecernaan dan penentuan nilai energi metabolis EMS dan EMSn dengan Metode terpstra dan Jansen (1976), menggunakan rancangan Acak Lengkap Lengkap 5 x 4 x 1 dan total 20 ekor itik digunakan. Hasil penelitian menunjukkan kecernaan protein pakan P0 (basal), Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 berturut-turut 83.66a ; 82,83c ; 83,13bc; 83,09bc ; 83.33ab (%). Kecernaan methionin untuk Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 berturut turut adalah 83,82bc; 90.20a; 89.74a ; 87ab; 81.19c (%). Kecernaan treonin tertinggi terdapat pada perlakuan Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 masing-masing 84,81ᵃ ; 84,57ᵃ ; 82,22ᵃ dan 79,98ᶜ(%). Perlakuan tidak dapat meningkatkan Nilai EMSn, tetapi berpengaruh signifikan terhadap nilai EMS. Nilai EMSn basal (P0), Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 berturut-turut (kkal/kg): 3248,6; 3270,5; 3270,4; 3271,1 dan 3271,2. Nilai EMS untuk pakan basal (P0), Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 (kkal/kg) masing-masing: 3257,5b ; 3280,9a ; 3281,1a ; 3281,4a dan 3281.1a. Berdasarkan pertimbangan kandungan protein kasar dan tingkat kesulitan dalam proses pembuatan tepung bulu, maka Post-grinding dipilih untuk digunakan dalam penelitian 3 dengan tujuan untuk uji pertumbuhan dan penelitian 4 bertujuan pengukuran jumlah Protruding Pin-Feather (PPF) dan Non-Protruding Pin-Feather (NPPF) yang tertinggal pada karkas itik. Penelitian dilakukan selama 10 minggu, Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan, yaitu P0: pakan basal, Post-G1 dan Post-G2 dan setiap perlakuan memiliki 6 ulangan. Setiap ulangan masing-masing berisi 6 ekor itik. Variabel yang diukur pada penelitian 3 adalah adalah konsumsi pakan, bobot badan, pertambahan bobot badan (PBB), konversi pakan, dan persentase karkas, sedangkan penelitian 4 mengukur bobot bulu, persentase bulu, jumlah PPF dan NPPF yang tertinggal pada karkas itik umur 7,8,9, dan 10 minggu. Data yang diperoleh ditabulasi menggunakan program excel, diolah berdasarkan analisis varian (ANOVA) menggunakan program DSAASTAT. Uji Jarak Berganda Duncan’s dilakukan apabila ada perbedaan antar perlakuan. Hasil analisis variansi perlakuan menunjukkan perlakuan pakan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P < 0.01) terhadap konsumsi pakan, PBB, bobot badan akhir, konversi pakan, bobot karkas dan persentase karkas. Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa pakan yang Post-G2 lebih tinggi (1428.5a) dibanding itik yang mengkonsumsi pakan Post-G1 (1398.61b) dan itik yang mengkonsumsi pakan basal Post-G1 (1195.33c). Bobot badan tertinggi terlihat pada itik yang mengkonsumsi pakan Post-G2 (1483.2a) diikuti dengan pakan Post-G1(1454.0b) dan pakan P0 (1249.8c). Uji Duncan untuk konversi pakan menujukkan perlakuan terbaik 4.6 diperoleh pada perlakuan Post-G2 diikuti oleh perlakuan pakan Post-G1 (4,8). Dalam hal bobot karkas, hasilnya juga berpengaruh sangat nyata (P<0,01) meningkatkan bobot karkas Post-G2 (861a) dan Post-G1 (841a) dibandingkan yang terendah Basal (711b). Uji Duncan terhadap persentase karkas itik menunjukkan tren yang sama dengan bobot karkas. Persentase karkas itik (%) yang mengkonsumsi pakan basal P0, Post-G1 dan Post-G2 berturut-turut : 56.9a ; 57,9b dan 58.0b. Hasil ANOVA penelitian 4 untuk PPF dan NPPF menunjukkan bahwa perlakuan Post-G1 dan Post-G2 menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot bulu, persentase bulu, PPF dan NPPF yang tertinggal pada karkas itik umur 7, 8, 9 dan 10 minggu, kecuali persentase bulu umur 8 dan 9 minggu. Uji Duncan terhadap perlakuan menunjukkan bobot bulu dan persentase bulu minggu 7 dan 10 lebih tinggi dibandingkan control (P0). Jumlah PPF dan NPPF yang tertinggal pada karkas untuk setiap umur pemotongan (7 – 10 minggu) mencerminkan kecepatan berkurangnya jumlah kedua jenis bulu tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah prosessing dan penambahan enzim secara deskriptif meningkatkan kecernaan in vitro tetapi menurunkan energi bruto (GE). Pakan Post-G1 dan Post-G2 menurunkan konsumsi pakan, tetapi kecernaan protein meningkat. AME pakan tersebut juga meningkat dibandingkan basal, tetapi tidak untuk AMEn. Pakan Post-G2 menghasilkan penampilan produksi yang paling baik, juga terhadap berat dan persentase bulu. Jumlah PPF dan NPPF menurun atau lebih rendah dibandingkan pakan basal, menunjukkan peningkatan penampilan karkas itik yang dipotong mulai umur 7 hingga 10 minggu

    Pengaruh Konsentrasi Penambahan Eugenol Daun Cengkeh Terhadap Kecernaan Nutrien Ransum Pada Ayam Pedaging

    No full text
    Kandungan eugenol yang cukup besar dalam minyak atsiri daun cengkeh dapat berperan sebagai antimikroba, antioksidan sehingga dapat digunakan sebagai zat bioaktif pengganti antibiotik sintetik.&nbsp; Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar eugenol dalam pakan terhadap nilai kecernaan nutrien ransum pada ayam pedaging. Eugenol yang digunakan diekstraksi dari bahan daun cengkeh yang diperoleh dari kebun petani di Sulawesi Tengah. Pengujian kecernaan nutrisi pakan dilakukan di Kandang percobaan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako. Analisa kandungan bahan kering, protein kasar dan gross energi ransum dan ekskreta dilaksanakan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Universitas Hasanuddin Makassar. Percobaan studi kecernaan nutrisi pakan dilakukan dengan menggunakan 25 ekor ayam pedaging (broiler) umur 6 minggu dengan bobot badan berkisar 1,97 ± 0,092 kg. Pada percobaan ini ditambahkan eugenol pada ransum basal dengan 5 perlakuan yaitu: E0 = ransum basal + 0% eugenol; E1 = ransum basal + 0,5% eugenol; E2 = ransum basal + 1% eugenol; E3 = ransum basal + 1,5% eugenol; E4 = ransum basal + 2% eugenol. Variabel yang diamati adalah nilai kecernaan protein, bahan kering dan energi metabolis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kecernaan yang lebih tinggi adalah penambahan eugenol minyak atsiri daun cengkeh 1,5% pada ransum (E3) dengan kecernaan protein, bahan kering dan energi metabolis masing-masing sebesar 80,3%, 61,5%, dan 68,9%.Kandungan eugenol yang cukup besar dalam minyak atsiri daun cengkeh dapat berperan sebagai antimikroba, antioksidan sehingga dapat digunakan sebagai zat bioaktif pengganti antibiotik sintetik.&nbsp; Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar eugenol dalam pakan terhadap nilai kecernaan nutrien ransum pada ayam pedaging. Eugenol yang digunakan diekstraksi dari bahan daun cengkeh yang diperoleh dari kebun petani di Sulawesi Tengah. Pengujian kecernaan nutrisi pakan dilakukan di Kandang percobaan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako. Analisa kandungan bahan kering, protein kasar dan gross energi ransum dan ekskreta dilaksanakan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Universitas Hasanuddin Makassar. Percobaan studi kecernaan nutrisi pakan dilakukan dengan menggunakan 25 ekor ayam pedaging (broiler) umur 6 minggu dengan bobot badan berkisar 1,97 ± 0,092 kg. Pada percobaan ini ditambahkan eugenol pada ransum basal dengan 5 perlakuan yaitu: E0 = ransum basal + 0% eugenol; E1 = ransum basal + 0,5% eugenol; E2 = ransum basal + 1% eugenol; E3 = ransum basal + 1,5% eugenol; E4 = ransum basal + 2% eugenol. Variabel yang diamati adalah nilai kecernaan protein, bahan kering dan energi metabolis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kecernaan yang lebih tinggi adalah penambahan eugenol minyak atsiri daun cengkeh 1,5% pada ransum (E3) dengan kecernaan protein, bahan kering dan energi metabolis masing-masing sebesar 80,3%, 61,5%, dan 68,9%

    Performa Produksi dan Kualitas Telur Burung Puyuh yang Diberi Tepung Wortel (Daucus carrota L.) sebagai Sumber β-Karotein Alami dalam Ransum

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung wortel terhadap produksi dan kualitas fisik telur burung puyuh. Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, dimana setiap unit percobaan ditempatkan 3 ekor burung puyuh umur 10 minggu, sehingga jumlah ternak bercobaan yang digunakan sebanyak 75 ekor burung puyuh umur 10 minggu dengan bobot badan 130-140 g/ekor. Perlakuan yang diamati adalah R0 (Ransum Kontrol tanpa penggunaan tepung wortel), R1 (99% ransum kontrol + 1% Tepung Wortel), R2 (98% ransum kontrol + 2% tepung Wortel, R3 (97% ransum kontrol0 + 3% tepung wortel dan R4 (96 rnsum control + 4% tepung Worte)l. Variabel yang diamati untuk mengetahui performa produksi adalah konsumsi ransum, total produksi telu, konversi ransum dan persenatse produksi harian (HDP), sedangkan variable yang diamati untuk mengetahui kualitas fisik terur adalah bobot telur, persentase kerabang telur, persentase putih telur (albumin), persentase kuning telur (yolk) dan Skor warna kuning telur. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan tepung wortel 1-4% memberikan pengaruh sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap konsumsi ransum, produksi telur harian (HDP), total produksi telur, konversi ransum, berat telur dan skor warna kuning telur, namun berpengaruh tuidak nyata (P&gt;0,05) terhadap persentase albumin, kuning telur dan kerabang telur. Penambahan tepung wortel hingga 4% sebagai sumber β-karotein alami dalam ransum dapat meningkatkan produksi telur, berat telur, efisiensi ransum dan skor warna kuning telur, namun tidak mempengaruhi persentase masing-masing komponen telur &nbsp; &nbsp;Kata kunci:&nbsp; Burung Puyuh, Produksi telur, Kualitas Telur dan Tepung Wortel (Daucus carrota L.),This study aims to determine the effect of using carrot flour on the production and physical quality of quail eggs. The study was designed using a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications, where each experimental unit was placed 3 quails aged 10 weeks, so that the number of experimental animals used was 75 quails aged 10 weeks with a body weight of 130-140 g /tail. The treatments observed were R0 (Control ration without the use of carrot flour), R1 (99% control ration + 1% carrot flour), R2 (98% control ration + 2% carrot flour, R3 (97% 0 control diet + 3% carrot flour) and R4 (96 control diet + 4% carrot flour) l. The variables observed to determine production performance were ration consumption, total egg production, ration conversion and daily production percentage (HDP), while the variables observed to determine the physical quality of eggs were weight egg, eggshell percentage, egg white (albumin) percentage, yolk percentage (yolk) and egg yolk color score.The results showed that the use of 1-4% carrot flour had a very significant effect (P&lt;0.01) on ration consumption , daily egg production (HDP), total egg production, ration conversion, egg weight and yolk color score, but had no significant effect (P&gt;0.05) on the percentage of albumin, egg yolk and eggshell. 4% as a source of natural β-carotein in the ration can increase egg production, egg weight, ration efficiency and egg yolk color score, but does not affect the percentage of each egg component
    corecore