21 research outputs found

    ANALISIS REGRESI LINIER SEDERHANA UNTUK MENGUJI KETERKAITAN ANTARA KONSENTRASI PM 10 DENGAN CO DI DERAH TRANSPORTASI

    Get PDF
    Salah satu penyebab utama pencemaran udara dari kendaraan bermotor berasal dari emisi bahan bakar. Hidrokarbon, karbon dioksida, karbon monoksida, dan partikel yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berkontribusi terhadap pencemaran udara. Pencemar ini memiliki efek yang banyak merugikan pada sistem ekologi, kesehatan kita dan lingkungan. Beberapa efek seperti pemanasan global, efek rumah kaca dan risiko kesehatan yang berhubungan dengan asap knalpot kendaraan telah sampai pada kepedulian dan perhatian global. Oleh karena itu, telah dianalisis linieritas suatu hubungan antara konsentrasi PM 10 dengan CO di daerah transportasi menggunakan Analisis Regresi Linier Sederhana dengan derajad signifikansi 5%. Data yang digunakan adalah data konsentrasi PM 10 dan CO hasil pemantauan dari Pusarpedal KLH tahun 2007 untuk Semarang, Medan dan Palangkaraya. Hasil uji Fdan t diperoleh signifikannsi α = 0,000 ( α < 0,05),menunjukkan adanya hubungan linier yang signifikan antara PM10 dan konsentrasi CO, dengan nilai koefisien nilai koefisien korelasi (R) masing-masing untuk Semarang, Medan dan Palangkaraya 0,24, 0,64 dan 0,12. Kata Kunci : Konsentrasi PM 10, CO dan Regresi Linier Sederhan

    KORELASI OZON DAN BROMIN MONOKSIDA DI INDONESIA BERBASIS OBSERVASI SATELIT AURA-MLS [BROMINE MONOXIDE AND OZONE CORRELATION IN INDONESIA BASED ON AURA-MLS SATELLITE OBSERVATION]

    Get PDF
    Microwave Limb Sounder (MLS) merupakan bagian dari Earth Observing System (EOS) ditempatkan pada satelit AURA NASA yang diluncurkan pada tanggal 15 Juli 2004 dan efektif menghasilkan hasil data pengamatan global dari September 2004 hingga saat ini. MLS mengukur profil vertikal ozon dan komponen kimia atmosfer dengan lebih akurat. Penentuan profil vertikal Bromin Monoksida (BrO) dan Ozon di Indonesia telah dilakukan berdasarkan pengamatan atmosfer dengan menggunakan instrumen Microwave Limb Sounder (MLS) pada satelit AURA. Data yang digunakan adalah data profil vertikal BrO dan Ozon di wilayah Indonesia (95 BT-145 BT, 6 LS-11 LU) selama tahun 2005-2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi bulanan profil ozon vertikal di Indonesia tahun 2005-2010 umumnya konstan di bawah 100 hPa dan meningkat pada rentang tekanan 100 hPa hingga 0,1 hPa (dari stratosfer bawah ke stratosfer atas) dan kemudian menurun lagi dengan nilai maksimum terjadi pada stratosfer tengah pada tekanan 10 hPa saat perbandingan campuran ozon maksimum antara 8.000-11.000 ppbv (8 sampai 11 ppmv). Ozon mencapai nilai minimum di troposfer pada ketinggian di atas 0,01 hPa. Konsentrasi BrO tertinggi terjadi pada tekanan 14 hPa dengan rentang konsentrasi 0,005-0,04 ppbv yang terjadi pada bulan Februari 2005-2010 dan puncak terendah terjadi pada bulan Mei 2005-2010 dengan konsentrasi 0,02 ppbv. Korelasi antara ozon dan BrO pada tekanan 14 hPa menunjukkan nilai -0.218. Korelasi negatif menunjukkan peningkatan konsentrasi BrO berhubungan dengan penurunan konsentrasi ozon di lapisan stratosfer di atas Indonesia. Kata kunci: MLS AURA, Bromine monoksida, Ozon, Korelas

    KORELASI OZON DAN BROMIN MONOKSIDA DI INDONESIA BERBASIS OBSERVASI SATELIT AURA-MLS [BROMINE MONOXIDE AND OZONE CORRELATION IN INDONESIA BASED ON AURA-MLS SATELLITE OBSERVATION]

    Get PDF
    Microwave Limb Sounder (MLS) merupakan bagian dari Earth Observing System (EOS) ditempatkan pada satelit AURA NASA yang diluncurkan pada tanggal 15 Juli 2004 dan efektif menghasilkan hasil data pengamatan global dari September 2004 hingga saat ini. MLS mengukur profil vertikal ozon dan komponen kimia atmosfer dengan lebih akurat. Penentuan profil vertikal Bromin Monoksida (BrO) dan Ozon di Indonesia telah dilakukan berdasarkan pengamatan atmosfer dengan menggunakan instrumen Microwave Limb Sounder (MLS) pada satelit AURA. Data yang digunakan adalah data profil vertikal BrO dan Ozon di wilayah Indonesia (95 BT-145 BT, 6 LS-11 LU) selama tahun 2005-2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi bulanan profil ozon vertikal di Indonesia tahun 2005-2010 umumnya konstan di bawah 100 hPa dan meningkat pada rentang tekanan 100 hPa hingga 0,1 hPa (dari stratosfer bawah ke stratosfer atas) dan kemudian menurun lagi dengan nilai maksimum terjadi pada stratosfer tengah pada tekanan 10 hPa saat perbandingan campuran ozon maksimum antara 8.000-11.000 ppbv (8 sampai 11 ppmv). Ozon mencapai nilai minimum di troposfer pada ketinggian di atas 0,01 hPa. Konsentrasi BrO tertinggi terjadi pada tekanan 14 hPa dengan rentang konsentrasi 0,005-0,04 ppbv yang terjadi pada bulan Februari 2005-2010 dan puncak terendah terjadi pada bulan Mei 2005-2010 dengan konsentrasi 0,02 ppbv. Korelasi antara ozon dan BrO pada tekanan 14 hPa menunjukkan nilai -0.218. Korelasi negatif menunjukkan peningkatan konsentrasi BrO berhubungan dengan penurunan konsentrasi ozon di lapisan stratosfer di atas Indonesia. Kata kunci: MLS AURA, Bromine monoksida, Ozon, Korelas

    KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN SULFUR DIOKSIDA DARI INDUSTRI DI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

    No full text
    RINGKASANIndustri di Indonesia masih merupakan sektor yang sangat potensial dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan lapangan usaha, namun di sisi lain juga dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan bila tidak ditangani dengan sebaik-baiknya. Dampak negatif dimaksud antara lain berupa pencemaran udara baik yang terjadi di dalam ruangan (in door) dan di luar ruangan (out door) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan menjadi sarana penularan penyakit. Dari hasil perhitungan emisi udara di Jawa Tengah pada 2005 memperlihatkan emisi SO2 dari sektor industri sebesar 32% menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan emisi dari sektor lainnya. Kemudian dari hasil kegiatan pemantauan kualitas udara ambien oleh BPLH Kota Bandung kurun waktu 2001- 2003 menunjukkan bahwa nilai SO2 dari sumber industri mempunyai nilai yang tertinggi yaitu sebesar 90,32 ?g/m3, transportasi sebesar 43,74 ?g/m3 dan dari pemukiman sebesar 37,51 ?g/m3. Konsentrasi SO2 di Jakarta dan Kototabang pada kurun waktu 1996-2003 memperlihatkan perbedaan yang nyata antara keduanya, dimana pengukuran di Kototabang yang merupakan kawasan pegunungan yang bersih dari pencemaran udara menunjukkan nilai konsentrasi yang rendah bila dibandingkan dengan kota Jakarta yang merupakan kota yang penuh dengan pencemaran udara baik dari industri maupun transportasi.Hal. 132-137:ilus.; 30 c

    Efek Stabilitas Atmosfer terhadap Penyebaran Karbon Monoksida di Kota Bandung

    No full text
    Stabilitas atmosfer sangat penting dalam menentukan penyebaran polusi udara. Perbedaan nilai stabilitas atmosfer akan menghasilkan perbedaan pola penyebaran Dengan melihat pola temperatur potensial ekuivalen (0e) secara vertikal maka dapat terlihat lapisan atmosfer yang stabil atau tidak stabil. Untuk mengetahui pengaruh kestabilan atmosfer terhadap penyebaran polusi udara, telah digunakan Taiwan Air Quality Model (TAQM). Dengan simulasi menggunakan TAQM, menunjukkan bahwa pada pagi hari gradien temperatur potensial ekuivalen lebih besar daripada siang hari, ini berarti lapisan atmosfer cukup stabil pada pagi hari sehingga penyebaran polutan ke arah vertikal tidak dapat membumbung tinggi. Pada siang hari gradien temperatur potensila ekuivalen sangat kecil, hal ini menunjukkan lapisan atmosfer sangat tidak stabil.Hal. 141-15

    Pemanasan Global: Penyebab Dan Dampaknya Pada Ekosistem

    No full text
    Fenomena pemanasan global yang disebabkan kenaikankonsentrasi gas rumah kaca menjadi kekawatiran semua pihak. Hal inidisebabkan dampak dari pemanasan global yang berakibat pada semua aspek kehidupan termasuk ekosistem. Komponen dalam ekosistem sebagai suatu mata rantai kehidupan akan saling berhubungan satu sama lain dan akan berakibat seperti efek domino. Perubahan pada lingkungan fisik dalam hal ini adalah kenaikan suhu udara akan mencairkan salju- salju pada kutub-kutub bumi yang selanjutnya akan berdampak pada kenaikan tinggi muka air laut. Naiknya muka air laut akan banyakmenenggelamkan pulau-pulau kecil dan memusnahkan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang terdapat pada pulau tersebut. Perubahan suhu udara juga akan membangkitkan mikroorganisme penyebab penyakit untuk kembali beraktivitas dan mewabah. Selain itu perubahan (kenaikan) suhu udara sebagai salah satu unsur cuaca dan iklim akan memicu kejadian cuaca ekstrim.Hal. 38-4
    corecore