12 research outputs found

    PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERBASIS BISNIS HIGH PERFOMANCE

    Get PDF
    Pelaksanaan penerbangan seringkali tidak dapat dilakukan baik dari pihak penumpang, maupun dari pihak maskapai penerbangan. Keterlambatan jadwal penerbangan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan disebabkan beberapa faktor alasan tertentu yaitu keterlambatan jadwal penerbangan yang mengakibatkan penumpang dirugikan dari segi waktu, dan tindakan ganti kerugian yang tersebut lama dan rumit. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konsekuensi hukum PT Angkasa Pura Bandara Husen Sastranegra Bandung berkaitan dengan keterlambatan jadwal penerbangan. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini paradigma critical theory, dengan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan socio-legal. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan Bandara Husein Sastranegara Bandung terkait keterlambatan jadwal penerbangan oleh maskapai dengan mengembangkan struktur dan sistem tata kelola perusahaan yang baik, secara tegas mewajibkan pihak maskapai penerbangan untuk bertanggung jawab hanya apabila terjadi keterlambatan, manajemen penginformasikan mengenai keterlambatan penerbangan, serta mengusulkan kepada Pemerintah agar maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia diwajibkan melakukan deposit sebagai jaminan. Sementara aspek hukum terkait keterlambatan jadwal penerbangan adalah penegakan perlindungan hak-hak konsumen melalui pemberian ganti rugi bagi pengguna jasa angkutan udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai konsumen yang dirugikan akibat keterlambatan penerbangan. Kata Kunci: Keterlambatan Penerbangan; Perlindungan Hukum Konsumen

    PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERBASIS BISNIS HIGH PERFOMANCE

    Get PDF
    Pelaksanaan penerbangan seringkali tidak dapat dilakukan baik dari pihak penumpang, maupun dari pihak maskapai penerbangan. Keterlambatan jadwal penerbangan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan disebabkan beberapa faktor alasan tertentu yaitu keterlambatan jadwal penerbangan yang mengakibatkan penumpang dirugikan dari segi waktu, dan tindakan ganti kerugian yang tersebut lama dan rumit. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konsekuensi hukum PT Angkasa Pura Bandara Husen Sastranegra Bandung berkaitan dengan keterlambatan jadwal penerbangan. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini paradigma critical theory, dengan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan socio-legal. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan Bandara Husein Sastranegara Bandung terkait keterlambatan jadwal penerbangan oleh maskapai dengan mengembangkan struktur dan sistem tata kelola perusahaan yang baik, secara tegas mewajibkan pihak maskapai penerbangan untuk bertanggung jawab hanya apabila terjadi keterlambatan, manajemen penginformasikan mengenai keterlambatan penerbangan, serta mengusulkan kepada Pemerintah agar maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia diwajibkan melakukan deposit sebagai jaminan. Sementara aspek hukum terkait keterlambatan jadwal penerbangan adalah penegakan perlindungan hak-hak konsumen melalui pemberian ganti rugi bagi pengguna jasa angkutan udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai konsumen yang dirugikan akibat keterlambatan penerbangan. Kata Kunci: Keterlambatan Penerbangan; Perlindungan Hukum Konsumen

    PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERBASIS BISNIS HIGH PERFOMANCE

    Get PDF
    Pelaksanaan penerbangan seringkali tidak dapat dilakukan baik dari pihak penumpang, maupun dari pihak maskapai penerbangan. Keterlambatan jadwal penerbangan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan disebabkan beberapa faktor alasan tertentu yaitu keterlambatan jadwal penerbangan yang mengakibatkan penumpang dirugikan dari segi waktu, dan tindakan ganti kerugian yang tersebut lama dan rumit. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konsekuensi hukum PT Angkasa Pura Bandara Husen Sastranegra Bandung berkaitan dengan keterlambatan jadwal penerbangan. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini paradigma critical theory, dengan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan socio-legal. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan Bandara Husein Sastranegara Bandung terkait keterlambatan jadwal penerbangan oleh maskapai dengan mengembangkan struktur dan sistem tata kelola perusahaan yang baik, secara tegas mewajibkan pihak maskapai penerbangan untuk bertanggung jawab hanya apabila terjadi keterlambatan, manajemen penginformasikan mengenai keterlambatan penerbangan, serta mengusulkan kepada Pemerintah agar maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia diwajibkan melakukan deposit sebagai jaminan. Sementara aspek hukum terkait keterlambatan jadwal penerbangan adalah penegakan perlindungan hak-hak konsumen melalui pemberian ganti rugi bagi pengguna jasa angkutan udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai konsumen yang dirugikan akibat keterlambatan penerbangan. Kata Kunci: Keterlambatan Penerbangan; Perlindungan Hukum Konsumen

    PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERBASIS BISNIS HIGH PERFOMANCE

    Get PDF
    Pelaksanaan penerbangan seringkali tidak dapat dilakukan baik dari pihak penumpang, maupun dari pihak maskapai penerbangan. Keterlambatan jadwal penerbangan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan disebabkan beberapa faktor alasan tertentu yaitu keterlambatan jadwal penerbangan yang mengakibatkan penumpang dirugikan dari segi waktu, dan tindakan ganti kerugian yang tersebut lama dan rumit. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konsekuensi hukum PT Angkasa Pura Bandara Husen Sastranegra Bandung berkaitan dengan keterlambatan jadwal penerbangan. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini paradigma critical theory, dengan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan socio-legal. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan Bandara Husein Sastranegara Bandung terkait keterlambatan jadwal penerbangan oleh maskapai dengan mengembangkan struktur dan sistem tata kelola perusahaan yang baik, secara tegas mewajibkan pihak maskapai penerbangan untuk bertanggung jawab hanya apabila terjadi keterlambatan, manajemen penginformasikan mengenai keterlambatan penerbangan, serta mengusulkan kepada Pemerintah agar maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia diwajibkan melakukan deposit sebagai jaminan. Sementara aspek hukum terkait keterlambatan jadwal penerbangan adalah penegakan perlindungan hak-hak konsumen melalui pemberian ganti rugi bagi pengguna jasa angkutan udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai konsumen yang dirugikan akibat keterlambatan penerbangan. Kata Kunci: Keterlambatan Penerbangan; Perlindungan Hukum Konsumen

    The Responsibilities of Regional Water Supply Companies in Fulfilling Clean Water Needs are Associated with the Limited Liability Company Law

    Get PDF
    The management of drinking water at the district or city level can take the form of a regional drinking water company (PDAM) and even in some districts or cities, now the regional drinking water company has changed its name to the regional public drinking water company (Perumda Air Drinking). Given the significant importance of the responsibility of the Regional Drinking Water Company (PDAM), the Regional Company must work professionally and efficiently in carrying out its business. The purpose of this research is to examine and examine how the regulation and implementation of the accountability of the Regional Public Water Company in meeting the demand for clean water in Kuningan Regency is related to regional regulations and Law no. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. This research method uses an empirical juridical approach and collection techniques with primary, secondary and tertiary data, as well as data collection tools by means of observation and interviews, qualitative data analysis. The results of the study show that the Regional Water Supply Company in Kuningan Regency has implemented corporate social responsibility to the community in tackling the clean water crisis by providing assistance to fulfill clean water through tanker services as well as providing compensation in the form of cost reductions and providing a means for complaints to the public for services , making efforts to obtain new water sources and guarding and caring for a number of springs in Kuningan Regency carrying out a program of replanting tree species as a source of underground water storage.

    THE IMPLEMENTATION OF MINIMUM WAGE ESTABLISHMENT BASED ON LAW NUMBER 13 OF 2003 CONCERNING MANPOWER

    Get PDF
    This study aims to analyze the procedure of minimum wage establishment based on Law No. 13 of 2003 concerning Manpower as well as the implementation of minimum wage establishment based on Law No. 13 of 2003 in Kuningan District. The method used in this study was a descriptive analytical method with an empirical juridical approach. The data were collected through interviews and literature study with data collection tool in the form of field notes. The data were then analyzed by applying qualitative analysis technique. As results, it was revealed that the procedure of minimum wage establishment is based on Law No. 13 of 2003 concerning Manpower in which the establishment of minimum wage is directed towards meeting the decent living needs. The minimum wage is established by the Governor after considering the recommendations provided by Provincial Wage Councils and/or District Heads/Mayors. Meanwhile, the components of and the implementation of the phases of achieving the decent living needs are specified and determined with a Ministerial Decision. Briefly, in general, the implementation of minimum wage establishment which is based on Law No. 13 of 2003 in Kuningan District is quite good since the minimum wage establishment is regulated by the Governor with the consideration that the Governor is more aware of the social, economic and employment conditions in West Java.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur penetapan upah minimum berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta implementasi penetapan upah minimum berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 di Kabupaten Kuningan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis empiris. Teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi kepustakaan dengan alat pengumpul data berupa catatan lapangan. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur penetapan upah minimum berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak diatur dengan Keputusan Menteri; serta implementasi penetapan upah minimum berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 di Kabupaten Kuningan secara umum cukup baik sebagaimana penetapan upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan pertimbangan bahwa Gubernur lebih mengetahui kondisi sosial, ekonomi, dan ketenagakerjaan di Jawa Barat

    Regulation of Physical Data on Land Destroyed by Natural Disasters

    Get PDF
    Natural disaster has a multifaceted impact on the environment, the land for instance. The demolition of land boundaries and the loss of legal footing ownership intricate problem surrounding reconstruction. Not to mention the massive losses suffered by citizens as a result of natural disasters that exacerbate the situation. The study employed socio-legal method, referring to library sources such as books, journals, statutory regulations and literature reviews. According to the findings, tangible data on destroyed land caused by natural disaster is fairly organized. Furthermore, the legal position of land rights affected by an earthquake is not removed; nonetheless, the abrasion-caused is discarded. Accordingly, the government, notably the National Land Agency, should create regulations that control and streamline the procedure for victims who have lost their civil rights, land boundaries-disaster that have been lost or cannot be recognize

    The Legal Protection of House Ownership Credits

    Get PDF
    The purpose of this study is to analyze the arrangement and the application of House Ownership Credits known as KPR based on the prevailing laws and regulations. This study employed a juridical-empirical approach. The juridical approach was used to analyze various laws and regulations. Meanwhile, the empirical approach was used to analyze the law which was viewed as a patterned community behavior in people’s lives that continually interacts and relates to social aspects. Reffering to the state regulation of public housing number 6 of 2011, the findings revealed the procurement of housing and settlements was supported by housing and financial aid in the form of housing subsidies through credits/home ownership financing. In addition, it is also required to submit a collateral in each application of a mortgage agreement with the bank. This collateral provides an assurance to the bank that the credit granted to the customers returns according to mutually agreed terms and minimizes the possible risk involved and arise in any credit disbursement. Meanwhile, in terms of providing credits to prospective debtors, the bank must have a confidence in the debtors’ ability or capability to repay the loan. In conclusion, credit is a loan-borrowing agreement between the bank and the other party that requires the borrower to pay off his debt with the amount of interest, compensation or profit sharing within a certain period of time. Besides, in the implementation of legal aspects for credit applicants, a general home ownership credit applicant is an individual or human who is not a legal entity. Humans who are not legally incorporated are legal subjects. Thus, a credit analyst and an authorized officer who work in a credit unit must be able to fully understand the ins and outs of the credit applicant’s legal aspects.Tujuan penelitian yaitu menganalisis Pengaturan dan Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Yuridis Empiris. Pendekatan Yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakat. Hasil penelitian yaitu peraturan menteri negara perumahan rakyat nomor 6 tahun 2011 tentang perumahan rakyat menyebutkan bahwa pengadaan perumahan dan pemukiman dengan dukungan bantuan pembiayaan perumahan dalam bentuk subsidi perumahan melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah. Setiap pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah pada bank, disyaratkan untuk menyerahkan jaminan. Fungsi jaminan ini adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah dapat diterima kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama, dan itu juga untuk meminimalisir resiko yang terkandung dan senantiasa dimungkinan dapat timbul dalam setiap pelepasan kredit.Berkaitan dengan pemberian kredit kepada calon debitur, maka pihak bank harus mempunyai keyakinan atas kemampuan atau kesanggupan pengembalian pinjaman kredit oleh debitur. Simpulan bahwa kredit adalah persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Pelaksanaannya aspek hukum bagi pemohon-pemohon kredit. Pada umumnya pemohon kredit pemilikan rumah adalah perorangan atau manusia dan tidak berbadan hukum. Manusia yang tidak berbadan hukum adalah subyek hukum. Seorang analisis kredit dan pejabat yang bertugas di unit kerja perkreditan harus mampu memahami seluk beluk aspek-aspek hukum pemohon kredi
    corecore