13 research outputs found

    SISTEM PERINGATAN DINI KRISIS KESEHATAN AKIBAT BANJIR LUAPAN SUNGAI CITARUM DI WILAYAH BANDUNG SELATAN

    Get PDF
    Bandung khususnya  daerah Bandung Selatan merupakan wilayah rawan banjir di Kabupaten Bandung. Hal ini diakibatkan karena wilayah Bandung Selatan merupakan dataran rendah yang di aliri Sungai Citarum, sehingga apabila musim hujan selalu banjir. Banjir yang terjadi dapat menjadi ancaman keamanan nasional khususnya menyangkut tentang keamanan kesehatan dan berakibat pada timbulnya krisis kesehatan. Kesiapsiagaan krisis kesehatan dengan pelaksanaan sistem peringatan dini diperlukan sebagai antisipasi untuk mengurangi dampak bencana terhadap kesehatan. Sistem peringatan dini krisis kesehatan di Kabupaten Bandung belum dilaksanakan dengan maksimal karena adanya beberapa hambatan. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan sistem peringatan dini krisis kesehatan akibat banjir. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Bandung. Penelitian mengenai sistem peringatan dini krisis kesehatan dilakukan dengan pengamatan komponen yang terlibat pada pelaksanaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengumpulan data untuk pelaksanaan sistem peringatan dini dilakukan dengan metode surveilans aktif dan pasif. Rapid Health Assessment (RHA) dilakukan setelah pengumpulan data. Puskesmas di Kabupaten Bandung belum seluruhnya menggunakan formulir RHA untuk pencatatan data hasil RHA. Analisis dan interpretasi data menghasilkan kesimpulan mengenai kemungkinan kejadian krisis kesehatan. Penyebarluasan informasi belum memberikan umpan balik yang optimal dari masyarakat. Evaluasi hanya dilakukan secara internal di masing-masing instansi puskesmas dan dinas kesehatan. Keterlibatan teknologi informasi untuk pelaksanaan sistem peringatan dini belum merata di seluruh puskesmas di Kabupaten Bandung. Ketentuan yang berlaku dalam komponen pelaksanaan sistem peringatan dini krisis kesehatan belum seluruhnya dilakukan oleh puskesmas di Kabupaten Bandun

    PERAN AKADEMISI DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA GEMPA BUMI DI PROVINSI NTB 2018

    Get PDF
    Pada tahun 2018 rangkaian kejadian gempa bumi di Provinsi NTB dengan magnitudo yang cukup besar  terjadi berturut-turut pada tanggal 29 Juli, 5 dan 9 Agustus. Gempa bumi dengan magnitudo yang cukup besar ini  memberikan dampak masif berupa kerusakan infrastruktur, rumah, hingga menelan ratusan korban jiwa. Memandang hal ini diperlukan kolaborasi antar pihak/sektor (pentahelix) yang terpadu, saling berintegrasi dan berkelanjutan. Akademisi sebagai bagian dari pentahelix memiliki peran penting dalam upaya pengurangan risiko bencana karena memiliki sumber daya intelektual sebagai modal untuk peningkatan kapasitas baik bagi masyarakat  melalui pengajaran dan pendidikan, melakukan evaluasi kebijakan pemerintah, serta pengabdian masyarakat melalui pelaksanaan pendampingan sosial. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui FGD (Focus Group Discussion) dan studi literatur. Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah  purposive sampling dengan pengajar dan ketua prodi program magister mitigasi bencana program pascasarjana Universitas Mataram (UNRAM) sebagai informan. Pemahaman akan peran akademisi dalam upaya pengurangan risiko bencana gempa bumi di Provinsi NTB pada tahun 2018 diharapkan dapat menjadi pembelejaran dan contoh untuk diterapkan di wilayah lainnya di Indonesia yang rawan  gempa bumi

    STRATEGI PEMBANGUNAN POSTUR KOMANDO OPERASI KHUSUS TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN TERORISME

    Get PDF
    Penelitian ini mengajukan argumen bahwa tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) antara lain berupa tugas untuk mengatasi terorisme. Untuk itu TNI membangun organisasi Komando Operasi Khusus (Koopssus TNI) dengan postur yang disesuaikan dengan perkembangan bentuk ancaman dan kemampuan dukungan. Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana strategi pembangunan postur Koopssus TNI dalam menghadapi ancaman terorisme serta bagaimana  sinergi strategi Koopssus TNI dengan kementerian dan lembaga lain dalam menghadapi ancaman terorisme.  Riset ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Di dalam penelitian ini didapatkan  hasil bahwa: 1) stategi pembangunan postur Koopssus TNI mempertimbangkan ends (tujuan), means (sarana prasarana) dan ways (cara).  Disamping itu juga dibahas terkait postur yang menyangkut kekuatan, kemampuan dan gelar. 2) sinergi strategi Koopssus TNI dengan kementerian dan Lembaga lain dalam menangani terorisme yaitu operational strategy, Adapun yang melaksanakan pembuatan policy stategi dan organizational strategi adalah Mabes TNI bekerjasama dengan Kemhan, Kemenkopolhukam dan BNPT.  Adapun sinergi strategi juga dilakukan dengan komunikasi dan koordinasi dalam menghadapi ancaman terorisme.    Masih terdapat beberapa fungsi Koopssus TNI yang belum terwadahi dalam jabatan, untuk kelengkapan aspek kemampuan.    Dalam pelaksanaan tugas Koopssus TNI membutuhkan payung hukum berupa Peraturan Presiden tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, sehingga sinergi dengan kementerian/lembaga yang menangani terorisme mempunyai landasan yang kuat

    ASPEK PERTAHANAN BIOLOGI (BIODEFENSE) PADA PENUGASAN OPERASI PRAJURIT TNI DI LUAR NEGERI

    No full text
    Background. Biodefense in military operation assignments is an efforts to defend against biological agents that used as weapons by the sides involved in a conflict, as well as against endemic infectious diseases. The Garuda XXIII Contingent has been on assignment in Lebanon since 2005, and the Garuda XX Contingent in the Democratic Republic of Congo (DRC) since 2003. Hepatitis B in Lebanon and Malaria in DRC are endemic infectious diseases that are highly prevalent in each respective area. Objective. To assess how exposure towards endemic infectious diseases and other biological agents affect personnel health status, as well as the effectiveness of preparation and precautionary measures. Method. Cohort study was performed on 275 Lebanon Team members and 175 DRC team members. Pre-deployment data was obtained from health selection examination results, on-deployment data from medical records taken throughout the deployment period, post-deployment data from the post-deployment health examination. Statistical analysis was carried out using the Chi-square and multivariat technique, molecular analysis was carried out on hepatitis B virus and malarial Plasmodium DNA. Result. There was a significant decline (p=0.000) in the post deployment health status of personnel from both deployment areas, as well as significant health status decline (p=0.032) among members infected by endemic diseases during their deployment. 8 members (2.9%) of the Lebanon team were found as hepatitis B positive based on rapid test examination, confirmed through serology and molecular (PCR and genotyping) methods. These methods show all specimens are consistent with the hepatitis B genotype B (HBV/B) cluster, thus it is highly likely that infection occurred not in Lebanon, but in Indonesia prior to deployment. Microscope and PCR analysis were carried out for 4 members of the DRC team who were diagnosed with P. vivax infection during deployment, results show no Plasmodium DNA. Physical examination on infectious disease cases during and after deployments did not yield any clinical symptoms of biological agent infections that might have been used as weapons. Conclusion. Exposure of endemic diseases results in a decline in post-deployment health conditions. Physical examinations do not show any evidence of exposure from biological agents that may be used as weapons. Keywords: Biodefense, infectious endemic diseases and other biological agents, health status
    corecore