26 research outputs found

    Analisis Pusat Pertumbuhanpada Setiap Fungsi Pusat Pelayanan Di Kabupaten Boyolali

    Get PDF
    dihasilkan dalam proses pembangunan. Kondisi tersebut terjadi di Kabupaten Boyolali, yaitu terjadi ketimpangan pendapatan yang sangat mencolok antara kecamatan yang diposisikan sebagai pusat kegiatan dengan kecamatan yang bukan sebagai pusat kegiatan. Salah satu kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah Kabupaten Boyolali dalam mengurangi dampak tersebut adalah dengan menerapakan konsep fungsi pusat pelayanan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengarahkan pembangunan sesuai potensi yang dimiliki masing-masing kecamatan. Kebijakan lain yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan pusat pertumbuhan secara tersebar. Pusat pertumbuhan menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus sehingga pembangunan akan lebih merata. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan struktur dan pola pertumbuhan setiap kecamatan, mengetahui sektor unggulan masing-masing kecamatan, mengidentifikasi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali dan menganalisis dayasaing kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. Data yang diperlukan adalah data sekunder tahun 2007-2011 yang bersumber dari BPS Kabupaten Boyolali. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis data sekunder meliputi: Analisis Tipologi Klassen, Analisis LQ, Analisis Gravitasi, Analisis Skalogram, dan Analisis pasial. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara umum kecamatan di Kabupaten Boyolali masuk pada kuadran II daerah cepat berkembang yaitu ada 10 kecamatan, kuadran III 5 kecamatan, kuadran I 3 kecamatan dan kudran IV hanya 1 kecamatan. Berdasarkan analisis LQ sektor yang paling dominan menjadi sektor basis di Kabupaten Boyolali antara lain: (1)sektor pertanian dan keuangan ada 12 Kecamatan, (2)sektor perdagangan ada 9 kecamatan, (3) listrik, gas, dan air bersih dan sektor angkutan dan komunikasi dengan 7 kecamatan.(4) Sektor bangunan/konstruksi ada 6 kecamatan, (5) sektor jasa-jasa ada 5 kecamatan. (6) Sektor industri pengolahan dengan 4 kecamatan. Kecamatan yang mempunyai interaksi tertinggi adalah Kecamatan Mojosongo (608.541.573), Kecamatan Teras (556.135.185), Kecamatan Boyolali (476.495.737) sedangkan dengan interaksi terendah adalah Kecamatan Juwangi (15.717.571). Kecamatan dengan hierarki tertinggi sebagai pusat pelayanan adalah Kecamatan Boyolali, dan Kecamatan Banyudono. Pusat pertumbuhan tiap fungsi pusat pelayanan adalah sebagai berikut: Kecamatan Boyolali sebagai PKW, Kecamatan Ampel dan Banyudono sebagai PKL, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede sebagai PKLp, KecamatanTeras, Sambi, Ngemplak sebagai PKK, dan PPL meliputi Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Sawit, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Wonosegoro, Kecamatan Juwangi

    Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kota Surakarta Tahun 2010-2013

    Get PDF
    Surakarta city lies between the strategic lines that connect the transportation of Central Java, Yogyakarta and East Java. The transport links are very beneficial for the economy of Surakarta. The existence of the centers of community activity such as terminals, markets, stations, airports and tourist attractions history is unbelievably encouraging the development of sectors of trade and services. Surakarta economic growth or development of the past twelve years tends to increase except in 2008 and 2013. The decline service sector, resulting in a decrease in economic growth in 2013. In this study, the selection of Surakarta as an area of research because it is an administrative region Surakarta narrow and limited natural resources, it is proved by the population working in agriculture is very little compared with other sectors. Their center of activities that encourage trade and tourism activity raises a question of how its role in the economy and the spread in Surakarta. The aim of this study is to examine the pattern of economic growth sub-districts in the city of Surakarta in 2010-2013 and examines the role of the leading sectors of Surakarta, Central Java on the Economy 2010-2013. The method used in this research is qualitative methods of analysis using a combination of qualitative and quantitative approaches, with a greater proportion of quantitative methods whereas qualitative methods are quantitative verification of the results. The data used is secondary data taken from previous research or related government agencies. Data available to analized to determine economic growth, LQ (Location Quotient), and the spread of economic growth in Surakarta. The pattern of economic growth sub-districts in Surakarta years 2010-2013 are affected by trade, hotels and restaurants sector, manufacturing, construction, and service sectors. this happens in four sub-districts Serengan, District POND Market, District Banjarsari, and District Laweyan, while the District Jebres growth patterns influenced by the manufacturing sector. The role of the sector in economic growth caused by the economic centers that exist. Surakarta leading sectors namely trade, hotels and restaurants sector, the services sector and the construction sector into a sector basis to the economy of Central Java. The manufacturing sector is the dominant sector Surakarta which does not include the contribution base below the sector average on the economy of Central Java

    Analisis Kelangsungan Usaha Budidaya Ikan Lele di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014

    Get PDF
    The aims of this research is (1) to determine the characteristics of demographic, social, and economic entrepreneurs of catfish aquaculture in Baki, (2) to identify the factors that affect the continuity business of catfish aquaculture in Baki, (3) to identify the continuity of catfish aquaculture in Baki from 2010-2014 and (4) to identify the contribution of revenues in catfish aquaculture in Baki to the family income. The method used in this research is survey. Data were analyzed using frequency tables and cross-table analysis. The total number of respondents there were 77 respondents. Data used is primary data and secondary data. The primary data is age, sex, marital status, number of dependents, education of the respondents, the main type of work, size of land owned, income, family income, labor origin, the number of initial capital owned, catfish production, and marketing. The secondary data is data monograph village, physical condition, social and economic. The results of this study are (1) demographic characteristics, social and economic respondents are (a) all employers of catfish aquaculture in Baki is productive age (15-64 years), (b) mostly male, there are 59 respondents (76.62%), (c) the marital status is married, there are 67 respondents (87.01%), (d) has a number of family dependents bit which ranges from 3- 26.50% - 46.50%

    Analisis Ketersediaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan Dasar Di Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan

    Get PDF
    Pendidikan dasar merupakan lembaga pendidikan yang menyelengarakan program pendidikan sebagai dasar untuk menyiapkan ke jenjang yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Dalam penelitian ini mengambil judul “Analisis Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar di Kecamatan Gubug”. Tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui kesesuaian ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar dengan jumlah penduduk usia 7-15 tahun di Kecamatan Gubug. 2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi ketersedian sarana dan prasarana pendidikan dasar yang ada dikecamatan Gubug. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder, sedangkan analisis yang digunakan adalah menggunakan table silang serta analisis kai kuadrat untuk analisa kesesuaian antar desa. Pengumpulan datanya dengan cara mengambil data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait. Data yang digunakan merupakan jumlah Murid, jumlah Sekolah, jumlah Guru, jumlah Ruang, data yang digunakan data periode 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan sarana maupun prasarana mengalami kekurangan, terkecuali pada desa Ngroto dan Trisari Prasarananya mengalami kelebihan pada guru sebesar 22 Guru , sedangkan sarana yang lain mengalami kekurangan pada Perpustakaan 11, Lapangan Olah Raga 48 dan UKS 35 dari standar kebutuhan . Standar minimum kebutuhan Sarana Pendidikan Dasar di Kecamatan Gubug Perpustakaan 58, Lapangan Olahraga 58 dan UKS 58. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang ada di kecamatan Gubug secara umum jumlah penduduk usia pendidikan dasar berpengaruh terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Kecamatan Gubug. Topografi di Kecamatan Gubug yang ada (Datar dan Miring) kurang mempengaruhi dalam ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Kecamatan Gubug. Hal ini disebabkan nila

    Keberlangsungan Usaha Industri Mie So’on dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Tulung Kabupaten klaten

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tulung dengan judul: “Keberlangsungan Usaha Industri Mie So’on dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten”, bertujuan: 1) Mengkaji keberlangsungan industri mie so’on, 2) Mengkaji faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keberlangsungan usaha industri mie so’on, 3) Mengkaji jangkauan pemasaran hasil produk industri mie so’on. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pemilihan daerah penelitian menggunakan metode purposive sampling. Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus dimana populasi pengusaha industri mie so’on di daerah penelitian sebanyak 17 pengusaha, maka diambil responden sejumlah 17. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan responden dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, data karakteristik demografi responden meliputi data nama pengusaha, umur, alamat, status kawin, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, lama usaha. Sedangkan data karakteristik usaha meliputi data modal, bahan baku, bahan bakar, tenaga kerja, jumlah produksi, dan pemasaran. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait meliputi: kantor kecamatan Tulung, maupun instansi Daerah. Metode analisa data dalam penelitian ini menggunakan tabel frekuensi, teknik skoring, dan product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlangsungan Industri Mie So’on di Kecamatan Tulung adalah rendah. Sehingga semakin rendah perkembangan dari faktor-faktor produksi, maka semakin rendah pula keberlangsungan usaha tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan usaha industri mie so’on adalah: modal,bahan baku, tenaga kerja dan produksi. Keeratan hubungan modal dengan tingkat keberlangsungan bernilai positif (cukup tinggi) dengan nilai r =0,824. Keeratan hubungan bahan baku dengan tingkat keberlangsungan bernilai positif (tinggi) dengan nilai r =969. Keeratan hubungan tenaga kerja dengan tingkat keberlangsungan bernilai positif (cukup tinggi) dengan nilai r =0,828. Keeratan hubungan produksi dengan tingkat keberlangsungan bernilai positif (tinggi) dengan nilai r =0,962. Hal ini membuktikan semakin besar modal, bahan baku, tenaga kerja dan produksi maka semakin tinggi keberlangsungan usaha Luas jangkauan wilayah pemasaran pengusaha Industri Mie So’on meliputi: pemasaran lokal (dalam 1 kabupaten) yaitu 5,41 %, pemasaran luar kabupaten dalam 1 provinsi yaitu 29,73 %, dan pemasaran luar provinsi yaitu 64,86 %. Hal ini berarti menunjukkan bahwa peminat mie so’on yang paling dominan berasal dari luar kabupaten baik masih dalam 1 provinsi maupun luar provinsi

    Analisis Ketersediaan Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Pati Tahun 2007 Dan 2012

    Get PDF
    Pendidikan merupakan salah satu kunci untuk meraih kesuksesan. Pendidikan berperan sebagai pembentuk masyarakat yang memiliki kemampuan, ketrampilan, etos kerja, dan berperan aktif baik secara individu maupun sosial. Pendidikan yang baiktentunya harus diimbangi dengan sarana yang memadai, agar dapat mendukung proses belajar mengajar yang efektif. Diangkat dari pentingnya suatu pendidikan maka peneliti tertarik menciptakan skripsi yang berjudul “Analisis Ketersediaan Sarana Pendidikan Sekolah Menengah (SMP) Kabupaten Pati Tahun 2007 dan 2012” Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah sekolah wajib yang termasuk dalam program Pemerintah yaitu wajib sekolah 9 tahun, dimana SMP merupakan sekolah lanjutan dari Sekolah Dasar (SD). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana ketersediaan sarana pendidikan sekolah menengah pertama dalam memenuhi kebutuhan jumlah penduduk usia 13-15 tahun (dalam penelitian ini sarana yan dimaksud adalah jumlah sekolah, jumlah guru, serta jumlah ruang kelas), Apakah kualitas sekolah berpengaruh terhadap jumlah murid, serta bagaimana distribusi asal murid pada masing-masing sekolah”. Tujuan dalampenelitian ini adalah mengetahui ketersediaan sarana pendidikan SMP dalam memenuhi kebutuhan jumlah penduduk usia SMP, mengetahui kualitas SMP di Kabupaten Pati dan pengaruhnya terhadap jumlah murid pada masing-masing sekolah SMP, serta mengetahui asal murid pada masing-masing sekolah SMP di Kabupaten Pati.Metode dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder, dimana data yang dikumpulkan adalah data monografi dan data keadaan fisik. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis data sekunder dan analisis peta. Data sekunder digunakan untuk mengetahui ketersediaan sarana pendidikan sekolah menengah pertama, jumlah murid serta variasi asal murid. Analisis peta digunakan untuk mengetahui hubungan kualitas sekolah menengah pertama dan jumlah murid sekolah menengah pertama serta tingkat pemenuhan kebutuhan sarana sekolah SMP tahun 2007/2008 dan tahun 2012/2013. Hasil dari penelitian yang ada di Kabupaten Pati ini menunjukkan bahwa pada tahun 2007 dan tahun 2012 ketersediaan yang ada dalam memenuhi kebutuhan jumlah penduduk yang usia 13-15 tahun untuk sarana jumlah sekolah SMP masih jauh dari pemenuhan, artinya dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Pati masih mengalami kekurangan/masih belum memenuhi standar kebutuhan. Kekurangan tertinggi terdapat di Kecamatan Kayen pada tahun 2007 sebanyak (-28) dan di Kecamatan Pati tahun 2012 sebanyak (0,26). Hal ini dikarenakan kurang adanya perhatian dari Pemerintah setempat dalam membangun jumlah sekolah sesuai yang dibutuhkan oleh penduduk usia SMP, sehingga dari selisih tahun yang lumayan jauh tetap belum ada perubahan. Untuk sarana jumlah guru SMP di Kabupaten Pati sedikit mengalami perkembangan, dari yang semula pada tahun 2007 ada empat kecamatan yang sudah terpenuhi, pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi sembilan kecamatan yaitu Kecamatan Sukolilo (+20), Kecamatan Tambakromo (+37), Kecamatan Jaken (+3), Kecamatan Batangan (+6), Kecamatan Juwana (+67), Kecamatan Jakenan (+6), Kecamatan Pati (+212), Kecamatan Margorejo (+29) dan Kecamatan Wedarijaksa (+1). Untuk sarana jumlah ruang kelas di daerah penelitian tahun 2007 terdapat satu kecamatan yang mengalami kelebihan ketersediaan (terpenuhi) yaitu Kecamatan Jaken (+179) dan tahun 2012 masih sama seperti sarana jumlah sekolah, semua kecamatan masih belum terpenuhi. Kekurangan tertinggi terdapat di Kecamatan Kayen (-486). Dalam penelitian ini dapat diketahui juga bahwa kualitas suatu sekolah tidak berpengaruh terhadap jumlah murid, dapat dilihat ada 19 kecamatan yang memiliki hubungan rendah antara kualitas sekolah dengan jumlah murid. Dimana hubungan rendah maksudnya kualitas sekolah SMP tinggi akan tetapi, jumlah muridnya rendah. Untuk distribusi asal murid pada masing-masing sekolah yang sudah ada di Kabupaten Pati sebagian besar murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) berasal dari daerahnya sendiri, hal ini dikarenakan agar orang tua dapat memperhatikan kelangsungan proses belajar jika dibandingkan mereka harus sekolah di luar daerah mereka. Akan tetapi, terdapat juga murid yang berasal dari kecamatan lain, disebabkan pada daerah asal murid tersebut kualitas Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kecamatan lain lebih baik dibandingkan dengan daerah asal

    Analisis Pedagang Kaki Lima Di Obyek Wisata Grojogan Sewu Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar 2009 - 2013

    Get PDF
    Grojogan Sewu is the most crowded tourist attraction than other tourist attraction that located in the District of Tawangmangu, Karanganyar. To obtain maximum results in Grojogan Sewu tourism should, as well as the arrangement of street vendors (PKL) is done, in order that the visitors feel comfort and the street vendor get income maximum from the trading transactions in Grojogan Sewu. Related to this case, the objectives of this research are: (1) Determining the distribution of street vendors’ origin in Grojogan Sewu Tourism. (2) Determining the factors that attract people to trade in Grojokan Sewu Tourism. (3) Analyzing the factors that affect the income level of street vendors in Grojogan Sewu Tourism. The results of this research showed (1) more than 80% of street vendor comes from the local of Karanganyar or areas close the Grojogan Sewu Tourism. (2) The factors that affecting street vendors to trade are market size and strategic location that promises many advantages for them, because Grojogan Sewu is the place that most like to visit in Tawangmangu. The analysis shows that visitors are included in the highest respondents is frequency 109 people in the presentage is 58,28%, whereas for the factors category that make people interested the lowest respondents is the frequency of 78 people in precentage 41.71%. (3) There are many things that influence the level of income received by street vendors; they are the location, the old business, the products sold and the services provided. The calculation result of income for category factors that affect the income level of the people to the highest responder types of non-food commodities which have an average income is Rp. 4.607.575/month and factors that affect the lowest income levels in the form of food to an average is Rp. 3.009.917/mont

    Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Wonogiri Tahun 2007-2011

    Get PDF
    Kabupaten Wonogiri merupakan obyek dalam penelitian ini dan unit analisis penelitian adalah kecamatan. Kabupaten Wonogiri berdasarkan administrasinya dibagi menjadi 25 kecamatan dan secara geografis Kabupaten Wonogiri memiliki ciri pegunungan dan perbukitan karst. Sebagian wilayahnya yang berada pada daerah bukitbukit dan tanahnya kering, kondisi daerah tersebut menjadi tantangan dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Hal tersebut bisa menjadi kendala yaitu sulitnya mobilitas orang, barang, dan jasa dalam kegiatan ekonomi sehingga berpengaruh terhadap perekonomian wilayah kecamatan. Dengan potensi geografis yang bervariasi , aspek ruang menjadi sangat penting dalam telaah ekonomi wilayah. Di dalam RTRW Kabupaten Wonogiri tahun 2011-2031 terdapat rencana struktur ruang wilayah kabupaten yaitu sistem pusat kegiatan perkotaan yang menjelaskan kedudukan dan fungsi kecamatan. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Dalam penelitian ini terdapat tiga tujuan dilakukannya penelitian yaitu (1) mengetahui pertumbuhan ekonomi antarkecamatan yang diklasifikasikan menjadi hierarki tinggi, sedang, dan rendah, (2) mengetahui keterkaitan struktur ruang wilayah berdasarkan sistem pusat kegiatan perkotaan dengan hierarki pertumbuhan ekonomi wilayah kecamatan, dan (3) mengetahui sektor apa yang menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Wonogiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data sekunder. Analisis data tersebut menggunakan metode sturgess, uji chi square, dan metode ocation quotient. Hasil penentuan hierarki yaitu hierarki tinggi terdapat pada satu kecamatan yaitu Kecamatan Baturetno, dan hierarki sedang terdapat pada Kecamatan Pracimantoro, Kecamatan Tirtomoyo, Kecamatan Wuryantoro, Kecamatan Selogiri, Kecamatan Wonogiri, Kecamatan Ngadirojo, Kecamatan Sidoharjo, Kecamatan Purwantoro, Kecamatan Bulukerto, Kecamatan Slogohimo, dan Kecamatan Jatisrono. Sedangkan hierarki rendah terdapat pada Kecamatan Paranggupito, Kecamatan Giritontro, Kecamatan Giriwoyo, Kecamatan Batuwarno, Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Nguntoronadi, Kecamatan Eromoko, Kecamatan Manyaran, Kecamatan Jatiroto, Kecamatan Kismantoro, Kecamatan Puhpelem, Kecamatan Jatipurno, dan Kecamatan Girimarto. Hasil penentuan hierarki menunjukkan adanya ketimpangan antarwilayah kecamatan di Kabupaten Wonogiri karena jumlah kecamatan yang termasuk hierarki rendah jumlahnya paling banyak Tingkat hierarki pertumbuhan ekonomi wilayah antarkecamatan tidak memiliki hubungan dengan struktur ruang wilayah berdasarkan sistem pusat kegiatan perkotaan artinya semakin tinggi derajat perkotaan suatu kecamatan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi terbentuk oleh sektor ekonomi unggulan, dalam hal ini kabupaten wonogiri memiliki sektor unggulan yaitu sektor pertanian

    ANALISIS NILAI LAHAN DI KECAMATAN NGAWI DENGAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

    Get PDF
    Land value was the value of the land capability in terms of economic potential. High or low value of land have been affected by several factors among which land use, distance to positiveaccessibility, the level of completeness of utilities in the region as well as the distance to negativeaccessibility. Extraction for get the data to land valuefactor one of which can be using by technologyof remote sensing and geographic information systems.This research aims to: (1) estimatespread of landvalue in the research area. (2) analyzing the dominant factors that cause land value variationsin the research area.The method used is extraction of remote sensing data were overlay analyzed of all parameters land values with tiered quantitative approach, then conducted a field survey to determineland price estimateof land value classification results in theNgawi District.The results showed majority of the land value in Ngawi District is dominated by the class IV, class of land values were the percentage of 65.14%. Class I with very high land values has the smallest area is 0.09% while the class II with high land values have a percentage of 4.50% and class III with average land values have a percentage of 30.27%.The dominant factors that affect the increasing of land value is land use factor that often show the high value of dignity than other factor in land value

    Kajian Interpretif “Geostrategi Provinsi Sulawesi Utara Sebagai Pintu Gerbang Indonesia Di Kawasan Asia Pasifik” Karya S. H. Sarundajang

    Get PDF
    Dalam disertasi berjudul Geostrategi Provinsi Sulawesi Utara Sebagai Pintu Gerbang Indonesia di Kawasan Asia Pasifik, Sarundajang mengangkat pemikiran ekonomi-politik kawasan Pasifik dari Sam Ratulangi, merevitalisasinya menjadi ‖geostrategi Sam Ratulangi-an‖, dan menerjemahkannya dalam strategi pemba-ngunan Provinsi Sulawesi Utara menuju pintu gerbang Indonesia di Asia Pasifik. Penelitian ini mengkaji ―kebenaran‖ strategi pembangunan ekonomi sebagai geostrategi dalam disertasi tersebut agar tidak terjadi kekeliruan penerapan dan/ atau perujukan ilmiah di kemudian hari. Pengkajian menggunakan metode kuali-tatif interpretif phenomenologi deduktif dengan sasaran epistemologi geostrategi. Sebagai bahan kajian adalah pendapat para ahli geopolitik/strategi yang terekam dalam dokumen ilmiah. Untuk mengurai konsepsi pemikiran Sarundajang diguna-kan pendekatan kompleks wilayah. Dengan mencermati pendapat dari para ahli, pada intinya geostrategi berkaitan dengan: strategi/perencanaan stratejik, pertim-bangan faktor geografis terhadap politik, kebijakan luar negeri, bertujuan mem-perkuat keamanan dan kemakmuran, dan cara untuk mencapai tujuan nasional. Geostrategi sebagai sub-bidang geopolitik, menggabungkan pertimbangan strate-jik dengan geopolitik sehingga peran militer selalu ada di dalamnya. Berdasarkan hasil pengujian bahwa strategi pembangunan ekonomi yang diwacanakan Sarundajang di luar perifer geostrategi, meskipun ditemukan beberapa bukti yang menunjukkan keberlakuan geostrategi. Bukti yang menunjukkan ketidakberlakuan geostrategi: (1) tidak memberikan penekanan pada strategi; (2) peta jalan yang disusun tidak menunjukkan perencanaan stratejik, upaya politik/diplomasi, dan/ atau upaya militer; (3) perubahan terjadi dalam jangka waktu lama; (4) strategi pembangunan bersifat lokal dan domestik, bukan kebijakan luar negeri; (5) tidak ditemukan karakter agresif yang menjadi ciri geostrategi. Geostrategi bukanlah letak/posisi, potensi, ataupun keunggulan strategis suatu wilayah seperti halnya pemahaman Sarundajang; akan tetapi merupakan kebijakan luar negeri yang ber-sifat ―stratejik-politik‖. Merujuk pendapat para ahli, disertasi Sarundajang lebih mengarah ke studi geoekonomi. Selanjutnya, bagian terbesar strategi pembangun-an ekonomi Sulawesi Utara direinterpretasi ke bidang kajian geoekonomi dengan analisis interpretif berdasarkan sepuluh variabel penciri geoekonomi dari Søilen
    corecore