2 research outputs found

    BADAL HAJI UNTUK ORANG YANG TELAH WAFAT DALAM PERSPEKTIF MAZHAB MALIKI DAN MAZHAB SYAFI’I

    Get PDF
    Badal haji untuk orangpyang telahpwafat dalam perspektif mazhab maliki dan mazhab syafi’i yakni dalam pelaksanaan badal haji adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama mazhab, adapyang membolehkanpdan adapyang tidak boleh. Yang membolehkanpialah mazhab syafi’i sedangkan yang tidak membolehkan ialah mazhab maliki. menurut mazhab maliki tidaklah boleh diwakilkan dengan alasan ibadah haji tidak dapat digantikan dengan orang lain sebagaimana shalat dan puasa sedangkan menurut sebagian ulama terkhusus mazhab syafi’i boleh diwakilkan dengan alasan jikalau seseorang yang telah memenuhi syaratnya wajib hajipnamun telah meninggalpdunia sebelumpiapmelaksanakannya maka boleh segera diwakilkan. Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalahpbagaimana badalphaji untukporang yangptelahpwafat dalam pandangan mazhabpmaliki dan mazhab syafi’i dan apa persamaan dan perbedaan badalphaji untukporang yangptelah wafatpmenurut mazhabpmaliki dan mazhab syafi’i. Adapunpmetode yang digunakanpdalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, sumberpdata yangpdigunakan dalamppenelitian inipadalah sumberpdatapsekunder, metodeppengumpulan datapyang digunakan dalam penelitian ini adalah metode  yang melalui studi kepustakaan yang disebut dengan Library reseach, yaitu dilakukan melalui cara mencari, mengkaji, serta menela’ah atau menganalisa pendapat dan perspektif para ulama yang terdapat dalam buku-bukunya sesuai dengan pembahasan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa menurut pendapat mazhab Maliki bahwa siapa pun yang wajib mengerjakan haji pada rukun Islam, yaitu haji fardhu, tidaklah boleh diwakilkan kepada siapa pun untuk mengerjakan haji sebagai pengganti dirinya. Baik dia sehat ataupun sakit yang diharapkan kesembuhannya. Hal ini di dasari dengan ibadah haji merupakan ibadah yang mendominan pada fisik maka hal ini tidak holeh diwakilkan kepada orang lain. Sedangkan menurut pendapat mazhab Syafi’i bahwa badal haji boleh untuk mereka yang lemah (orang yang sakit atau sudah berlanjut usia) dan bagiporang yang telahpmeninggal dunia. Denganpsyarat orang yang meninggal tersebut belum sama sekali melaksanakan ibadah haji. Adapun persamaan antara mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i adalah bahwa kedua-duanya mengatakan ibadah haji itu wajib dilaksanakan bagi orang yangpmampu baikpsecara fisik, finansial dan keamanan. Dan keduanya sepakat juga bahwasanya badal haji itu boleh dibadalkan. Namun letak pada perbedaannya bahwa mazhab Maliki mengatakan harus memakai wasiat sedangkan mazhab Syafi’i tanpa dengan wasiat tetap dibolehkan.   Kata Kunci: Badal haji untuk orang yang telah wafat.   Abstract The badal hajj for people who have died is in the perspective of the maliki and shafimazhab, namely in the implementation of badal haj there are differences of opinion among mazhab scholars, some allow and some are not allowed. The ones that allow are the syafi'i schools while those who do not allow are the maliki schools. according to the Maliki mazhab it cannot be represented on the grounds that the pilgrimage cannot be replaced by other people such as prayer and fasting, while according to some scholars, especially the shafi'i school, it can be represented on the grounds that if someone who has met the requirements is obliged to do Hajj but has passed away before he performs it then he may immediately represented. As for the formulation of the problem in this study is how badal hajj for people who have died in the view of the mazhabmaliki and mazhabsyafi'i and what are the similarities and differences of badal hajj for people who have died according to mazhabmaliki and mazhabsyafi'i. The method used in this research the writer uses a qualitative approach, the data sources used in this research are secondary data sources, the data collection method used in this research is a method through library research called library research, which is done by means of looking for, studying, and analyzing or analyzing the opinions and perspectives of the scholars contained in their books in accordance with the discussion. Thepresults of thispstudy indicatepthat accordingpto the opinionpof the Maliki school, anyone who is obliged to perform Hajj in the pillars of Islam, namely haji fardhu, should not be represented by anyone to perform Haj as a substitute for himself. Either he is healthy or sick, he is expected to recover. This is based on the fact that the pilgrimage is the dominant worship in the physical so that this cannot be represented by other people. Meanwhile, according to the opinion of the Syafi'imazhab that badal haji is allowed for those who are weak (people who are sick or have aged) and for people who have died. With the condition that the person who died has never performed the pilgrimage at all. The similarities between the Maliki mazhab and the Syafi'i school are that both say that the pilgrimage is obligatory for people who are physically, financially and secure. And both of them agreed that the Hajj badal was allowed to be legalized. However, the difference lies in the fact that the Maliki school says that you must use a will, while the Syafi'i school without a will is still permitted.   Keywords: Badal Hajj for people who have dea

    TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH TERHADAP UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN WANPRESTASI PADA SISTEM DROPSHIPPING

    Get PDF
    ABSTRACT Progressively and progressing transaction system in online world hence many  problems  happened  between  business  actor  and  consumer.  Therefore, selling and buying online transactions increasingly prevalent wanprestasi which is done by the seller makes the consumer seek the protection against the problems that already happens with how consumer protection law solve wanprestasi of drop shipping system whether it has been completed according to the study of sharia economic law. There are several problems in this research such as how to solve wanprestasi on drop shipping system of consumer protection law and review of sharia economic law to solve wanprestasi on drop shipping system. The  methodology  of  this  research  use  the  library  research  which  is stressed the information by various materials in library, the data collection technique in this research is the researcher will reviewing the problems with literatures or references which are relate and relevant with the title of this research. Furthermore, those data analysed by descriptive method. In  conclusion,  sharia  economic  law  solve  the  wanprestasi  on  drop shipping system of constitution number 8 of 1999 about consumer protection is in accordance with sharia economic lawthat if both parties are involved in a dispute then the first step taken is through peace (ash-shulhu) but if not yet it will be resolved through the power of al-qadla.   ABSTRAK Semakin maju dan berkembangnya sistem transaksi di dunia online maka banyak permasalahan yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen.Oleh karena itu, transaksi jual beli online yang semakin marak terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha membuat konsumen mencari tempat berlindung terhadap  permasalahan  yang  terjadi  lantas  bagaimana  undang-undang perlindungan konsumen menyelesaikan wanprestasi terhadap sistem dropshipping apakah telah sesuai penyelesaiannya menurut kajian Hukum Ekonomi Syari‟ah. Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian wanprestasi pada sistem dropshipping dalam undang-undang perlindungan konsumen serta bagaimana tinjauan hukum ekonomi syari‟ah terhadap penyelesaian wanprestasi pada sistem dropshipping. Adapun  metodologi  penelitian  ini  menggunakan  jenis  studi  literatur (Library Reseach) yang menekankan sumber informasinya dari berbagai bahan kepustakaan, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah yaitu peneliti akan mengkaji pokok masalah melalui literatur-literatur atau referensi-referensi yang berkaitan dan relavan dengan judul penelitian ini. Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis data deskriptif. Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa Menurut Hukum Ekonomi Syari‟ah penyelesaian wanprestasi pada sistem dropshipping dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sudah sesuai  dengan  Hukum  Ekonomi  Syari‟ah yaitu  jika kedua belah  pihak terlibat  suatu  sengketa  maka  langkah  awal   yang  di  ambil  ialah   melalui perdamaian (ash-shulhu) namun jika belum bisa maka akan di selesaikan melalui kekuasaan al-qadla
    corecore