3 research outputs found
Analisis Indeks ROX dan Kadar Surfaktan Protein D Terhadap Keberhasilan Terapi Kanula Hidung Arus Cepat pada Pasien COVID 19 di RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
Latar Belakang: Sejak pertama kali dilaporkan pada Desember 2019, COVID-19 telah menyebabkan lebih dari 2 juta kematian di seluruh dunia. KHAC menjadi salah satu pilihan manajemen oksigenasi utama pada pasien COVID-19 dengan gejala berat dan kritis. Meski studi menunjukkan tingkat keberhasilan KHAC yang cukup baik (>60%), namun prediktor keberhasilan KHAC diperlukan untuk memperkirakan luaran pasien. Indeks ROX merupakan instrumen mudah dan efektif dalam memprediksi luaran KHAC pada pneumonia. Sedangkan SP-D merupakan penanda cidera paru yang terbukti terkait dengan keparahan gejala COVID-19. Data terkait indeks ROX dan SP-D pada pasien COVID-19 di Indonesia juga masih belum adekuat. Studi ini meneliti indeks ROX dan kadar SP-D terhadap keberhasilan KHAC pada pasien COVID-19.
Metode: Studi kohort prospektif ini mengikutsertakan 31 subjek pasien COVID-19 dengan terapi KHAC. Data karakteristik demografi subjek diambil melalui anamnesis dan rekam medis. Indeks ROX dihitung pada 1, 2, 6, 12, dan 24 jam setelah penggunaan KHAC. Pengambilan darah untuk analisa SP-D dilakukan saat awal pasien masuk, dan dianalisa dengan ELISA. Dilakukan uji signifikansi perbedaan menggunakan uji T-Test dan Mann-Whitney, uji korelasi, dan analisa kemampuan prediktif dengan analisis ROC.
Hasil: Terdapat 19 orang subjek dengan luaran berhasil dan 12 orang meninggal. Perbedaan signifikan antar kelompok luaran ditemukan pada semua waktu indeks ROX dan SP-D (p0.7; p<0.05).
Pembahasan: Studi ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan studi lain dimana indeks ROX merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan KHAC pada pasien COVID-19. Pemanfaatan indeks ROX sebagai prediktor keberhasilan KHAC diharapkan dapat membantu manajemen pasien COVID-19 berat dan kritis yang menggunakan KHAC.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan dan korelasi signifikan indeks ROX dan SP-D pada pasien dengan luaran KHAC yang berbeda. Indeks ROX dan kadar SP-D berpotensi menjadi prediktor keberhasilan KHAC pada pasien COVID-19
Hubungan Polimorfisme Gen IL-23 R rs 7518660 Dengan Kerentanan Dan derajat Keparahan Tuberkulosis Paru.
Pendahuluan: Tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan dunia. Dari yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (Mtb) hanya sebagian kecil yang berkembang menjadi TB paru. Faktor genetik mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap infeksi TB paru. IL 23 merupakan sitokin yang berperan dalam patogenesis infeksi TB. Tujuan dari penelitian ini menentukan hubungan polimorfisme gen IL-23 R rs 7518660 dengan kerentanan dan derajat keparahan TB paru. Metode: Studi pada penelitian ini menggunakan case control yang melibatkan 105 subyek, yang terdiri dari 31 subyek pasien TB paru Sensitif Obat,
40 pasien TB paru Resisten Obat dan 34 subyek sehat sebagai kontrol. Polimorfisme gen IL-23 R rs7518660 dideteksi menggunakan metode multiplex Polymerase Chain Reaction (PCR). Analisis data menggunakan Chi-square test dan Odds Ratio. Hasil: Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa polimorfisme gen IL-23 R rs 7518660 alel G meningkatkan kerentanan terhadap TB paru SO ataupun RO (OR = 0.127) beresiko 7,87 kali lebih tinggi menjadi TB paru daripada pasien dengan genotip AA. Alel A dan G, genotip AA dan AG menunjukkan (p value >0.05) pada uji hubungan terhadap derajat keparahan TB berdasarkan lesi pada foto toraks dan jumlah kuman Mtb yang terdeteksi pada sputum. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara polimorfisme gen IL-23 R rs 7518660 alel G dengan kerentanan TB paru, tetapi tidak didapatkan hubungan yang signifikan terhadap derajat keparahan
Pengaruh N-Acetylcysteine sebagai Terapi Adjuvant untuk Menurunkan Kadar TNF-α dan Meningkatkan Rasio SpO2/FiO2 Dalam Memperbaiki Derajat Hipoksemia Pada Pasien COVID-19
Latar Belakang: Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) merupakan sitokin proinflamasi yang berperan penting dalam perkembangan penyakit COVID-19. N-acetylcysteine (NAC) bekerja melalui beberapa mekanisme yang dimediasi GSH dan diketahui menghilangkan stres oksidatif pada acute respiratory distress syndrome (ARDS) pada COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh NAC sebagai terapi Adjuvant untuk menurunkan kadar TNF-α dan Meningkatkan rasio SpO2/FiO2 dalam Memperbaiki Hipoksemia pada Pasien COVID-19. Metode: quasi-experimental, non-equivalent control group designed study. Subyek yang dipilih sebanyak 91 orang dengan non random sampling, yang terdiri dari 75 pasien pada kelompok NAC dan 16 pasien pada kelompok kontrol. Kadar TNF-α diukur menggunakan metode ELISA dan Rasio SpO2/FiO2 diukur pada hari ke-1 (saat masuk) dan hari ke-8 setelah pemberian NAC 5000mg/72 jam. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon dan Mann-Whitney U Test. Hasil: Terdapat penurunan kadar TNF-α yang signifikan pada kelompok perlakuan (median 1,49±5,22) (p=0,016) dibandingkan dengan kelompok kontrol (median 1,64±1,99) (p=0,005). Median Rasio SpO2/FiO2 pada hari 1 adalah 163,70±69,64 pada kelompok kontrol dan 121,49±40,41 pada kelompok perlakuan (p=0,005). Median rasio SpO2/FiO2 pada hari ke-8 adalah 249,69±132,26 pada kelompok kontrol dan 151,29±59,18 pada kelompok perlakuan (p=0,001). Terdapat hubungan positif antara kadar TNF-α serum dengan rasio SpO2/FiO2 setelah pemberian terapi adjuvant NAC (r=0,240, p=0,038). Kesimpulan: Terdapat hubungan positif dan penurunan signifikan kadar TNF-α dan peningkatan rasio SpO2/FiO2 setelah terapi adjuvant NAC dalam memperbaiki hipoksemia pasien COVID-19