15 research outputs found
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rafa Farma Jl. Kedinding Lor No. 63 Surabaya 4 Januari 2021 - 5 Februari 2021
Studi penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah ortopedi di RSUD Kabupaten Sidoarjo
Bedah ortopedi merupakan cabang ilmu kedokteran yang memperlajari cedera akut, kronis, dan trauma pada sistem muskuloskeletal. Salah satu contoh dari tindakan bedah ortopedi yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Sebelum penanganan bedah ortopedi pada kasus fraktur terbuka dan fraktur tertutup memerlukan pemberian antibiotik profilaksis. Menurut penelitian AMRIN (Antimicrobial Resistance in Indonesia) Study pada tahun 2000-2004 di dua rumah sakit menunjukkan penggunaan antibiotok profilaksis tanpa indikasi di RSUP Dr Kariadi Semarang sebanyak 43-81% dan RSUD Dr Soetomo Surabaya ditemukan 45% - 76%. Pemberian antibiotik profilaksis harus digunakan secara tepat dan rasional, sehingga tidak menimbulkan resistensi terhadap bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan rasionalitas penggunaan terapi antibiotik profilaksis pada pasien bedah ortopedi dengan diagnosis fraktur di instalasi rawat inap RSUD Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan metode Gyssens. Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan metode deskriptif non eksperimental. Sampel yang diperoleh berjumlah 39 pasien yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis yang sering digunakan adalah cefazolin (77,5%). Evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis berdasarkan kriteria Gyssens diperoleh 23,1% termasuk kategori V (tidak ada indikasi penggunaan antibiotik), 17,9% termasuk kategori IVA (terdapat antibiotik yang lebih efektif), 59% termasuk kategori IIIA (pemberian terlalu lama)
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rafa Farma Jl. Kedinding Lor No. 63 Surabaya 4 Januari 2021 - 5 Februari 2021
Pengaruh Selang Waktu Pemberian Kolostrum Terhadap Konsentrasi IgG Serum Dan Average Daily Gain (ADG) Pedet Friesian Holstein (FH) Sapih Di PT. Greenfields Indonesia
Pedet postnatal pra sapih memiliki sistem pencernaan
yang belum sempurna, dimana dari ke empat bagian perut sapi
(rumen, retikulum, omasum dan abomasum), yang berfungsi
hanya abomasum saja. Pakan yang cocok untuk dikonsumsi
pada fase ini adalah pakan cair. Contohnya seperti kolostrum
dan susu. Kolostrum merupakan susu dengan nilai antibodi dan
nutrien yang lebih tinggi dibanding dengan susu. Antibodi yang
terdapat dalam kolostrum yaitu berupa imunoglobulin.
Sedangkan kandungan imunoglobulin paling tinggi adalah
Imunoglobulin G (IgG). Antibodi dalam kolostrum merupakan
maternal antibody yang berfungsi sebagai proteksi dari infeksi
penyakit dengan cara transfer imun pasif dari induknya, karena
pedet lahir dalam keadaan kekurangan antibodi dan masih
belum bisa untuk membuat antibodinya sendiri. Namun, pedet
memiliki keterbatasan dalam menyerap IgG. Semakin lama
pemberian kolostrum, maka permeabilitas sel epitel dalam usus
halus semakin menurun dalam menyerap IgG. Selain antibodi
kolostrum juga memiliki growth factor yang berfungsi sebagai
penunjang masa otot. Growth factor dalam kolostrum juga
meningkatkan gula darah dan memfasilitasi transporatasi
viii
glukosa ke otot (Godhia and Neesah, 2013). Pemberian
kolostrum yang tepat akan menginduksi sintesis protein yang
menyebabkan peningkatan bobot badan tanpa mempengaruhi
jaringan adiposa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh selang waktu pemberian kolostrum pasca kelahiran
terhadap konsentrasi IgG serum dan ADG pedet umur sapih.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui waktu yang
tepat dalam pemberian kolostrum, sehingga terjadi penyerapan
IgG yang optimal dan ADG yang tinggi.
Materi dalam penelitian adalah serum darah pedet yang
diperoleh dari pedet umur 48 jam, pedet FH betina umur kurang
dari dua bulan sebanyak 30 ekor, serta alat yang digunakan
adalah timbangan untuk mengukur ADG pedet dan seperangkat
alat untuk mengukur konsentrasi IgG dalam serum darah.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan
dengan 3 perlakuan dan 10 ulangan berdasarkan perbedaan
waktu pemberian kolostrum. Adapun perlakuan yang
digunakan adalah selang waktu pemberian kolostrum 0-20
menit pasca kelahiran (P1), 21 -40 menit pasca kelahiran (P2)
dan 41-60 menit pasca kelahiran (P3). Varibel yang diamati
adalah konsentrasi IgG serum dan ADG pada umur sapih. Data
dianalisis statistik menggunakan ANOVA dengan model
Rancangan Acak Lengkap (RAL), apabila terdapat perbedaan
nyata atau sangat nyata diantara perlakuan akan dilanjutkan
dengan uji Jarak Berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan selang
waktu dalam pemberian kolostrum menunjukan perbedaan
yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi IgG serum.
Namun perlakuan terbaik didapatkan pada P3 dengan rerata
konsentrasi IgG serum adalah 12,1054 ± 3,59 g/L yang kemudian disusul pada P2 dan P1 dengan nilai rerata berturutturut sebesar
11,6572 ± 3,10 g/L dan 11,5576±2,17g/L. Pengamatan ADG pada
umur sapih juga menunjukan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan nilai tertinggi hingga
terendah tiap perlakuan adalah P3 (0,6633± 0,13 kg/ekor/hari),
P1(0,6283±0,10 kg/ekor/hari) dan P2(0,6183±0,05
kg/ekor/hari). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
selang waktu pemberian kolostrum pasca kelahiran dengan
rentang waktu kurang dari 1 jam menunjukan hasil yang tidak
berbeda nyata terhadap konsentrasi IgG serum maupun ADG
pada umur sapih.
Saran yang diberikan berdasarkan hasil pelitian ini,
yang pertama sebaiknya pemberian kolostrum dilakukan
kurang dari satu jam pasca kelahiran, sehingga tranfer maternal
antibody akan sukses dan menghasilkan pedet yang sehat
dengan penampakan fenotip yang bagus. Kedua, dalam
pemeliharaan pedet sebaiknya delakukan pengelompokan
berdasarkan bobot lahir untuk mempermudah dalam
manajemen pemberian kolostrum