4 research outputs found

    Korelasi Antara Kadar Hemoglobin dan Gangguan Fungsi Ginjal pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP dr Mohammad Hoesin Palembang

    Get PDF
    Penderita Diabetes Melitus (DM) di dunia mencapai 382 juta jiwa dan diperkirakan akan semakin meningkat dalam 25 tahun mendatang. Komplikasi kronik DM adalah gangguan fungsi ginjal dengan angka kejadian yang tinggi sebesar 20-40% yang dapat menghambat pembentukan eritropoietin sebagai pembentuk Hb dan menyebabkan anemia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi antara kadar hemoglobin dan gangguan fungsi ginjal pada DM tipe 2 di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional yang menggunakan data sekunder berupa rekam medik tahun 2013 di Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. Populasi penelitian adalah 125 orang dan dengan purposive sampling didapati sampel 46 orang. Prevalensi anemia pada DM tipe 2 dengan gangguan fungsi ginjal adalah 80%, sebagian besar berjenis kelamin perempuan, banyak pada usia >45 tahun dan pada pasien dengan gangguan ginjal sedang. Hasil uji korelasi antara kadar Hb dan gangguan fungsi ginjal menggunakan analisis Spearman menunjukkan r = 0,353 dan p = 0,016 serta regresi linier didapatkan persamaan Hb = 8,797+ 0,03LFG (R square = 11,5%, p = 0,012). Terdapat korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah antara kadar hemoglobin dan gangguan fungsi ginjal pada DM tipe 2 yang berarti semakin rendah nilai LFG atau semakin berat gangguan fungsi ginjal, maka kadar Hb pun akan semakin rendah

    Karakteristik Klinis Pasien Retinopati Diabetik Periode 1 Januari 2014–31 Desember 2015 di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

    Get PDF
    Retinopati diabetik merupakan suatu komplikasi kronik DM karena mikroangiopati vaskular retina, terkadang tanpa gejala, namun dapat menyebabkan kebutaan pada orang dewasa. Faktor risiko yang sangat berperan dalam kejadian retinopati diabetik yaitu lama menderita diabetes, peningkatan kadar HbA1c, peningkatan tekanan darah sistolik, dan peningkatan kadar profil lipid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien retinopati diabetik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan menggunakan data sekunder. Variabel yang diteliti yaitu usia, jenis kelamin, tekanan darah, GDS, HbA1c, total kolesterol, HDL, LDL dan trigliserid. Sampel yang diambil adalah rekam medik seluruh pasien DM yang didiagnosa retinopati diabetik yang dirawat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada periode 1 Januari 2014–31 Desember 2015. Dari 75 pasien yang diteliti, didapatkan paling banyak (82.7%) pada kelompok usia 45-64 tahun. Mayoritas adalah perempuan (64%). Distribusi retinopati diabetik berdasarkan tekanan darah terbanyak adalah prehipertensi (33.3%). Dari 70 pasien, mayoritas adalah (58.7%) dengan kadar GDS ?200 gr/dl. Dari 34 pasien yang data HbA1c ada, yang paling banyak (25.3%) memiliki kadar >8%. Dari 43 pasien retinopati diabetik berdasarkan kadar total kolesterol terbanyak (30.7%) dengan kadar ?240. Pasien retinopati diabetik paling banyak (16%) memiliki LDL >190. Responden yang data trigliserid ada, paling banyak (29.3%) dengan kadar <150. Dari 42 pasien retinopati diabetik paling dominan (32%) memiliki kadar HDL 41-59. Faktor risiko paling banyak ditemui adalah perempuan dengan kelompok usia 45-64 tahun, pasien dengan keadaan prehipertensi, kendali gula darah yang buruk, serta keadaan dislipidemia

    Karakteristik Klinis Kelainan Mata pada Pasien dengan Massa Intrakranial di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode1 Januari 2013-31 Desember 2015

    Get PDF
    Massa intrakranial merupakan suatu lesi ekspansif yang dapat meluas secara volume dan menggantikan struktur normal di dalam ruang tengkorak (intrakranial). Massa intrakranial menyebabkan timbulnya berbagai tanda dan gejala umum ataupun lokal dari sistem saraf tergantung dari lokasi dan tingkat pertumbuhan massa. Gejala dan tanda pada mata akibat massa intrakranial meliputi kehilangan penglihatan, penglihatan ganda,palsi saraf kranial, abnormalitas pada pupil, proptosis, dan defekpada kepala nervus optikus. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi mengenai karakteristik klinis kelainan mata yang terjadi akibat massa intrakranial sehingga memudahkan penegakan diagnosis dan penentuan tatalaksana.Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medik di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.Didapat 143 pasien massa intrakranial periode 1 Januari 2013-31 Desember 2015, namun hanya 73 pasien yang  memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian. Penurunan visus merupakan kelainan mata terbanyak. Mayoritas pasien memiliki visus buruk. Kelainan kedudukan bola mata terbanyak adalah eksotropia.Kelainan gerak mata terbanyak disebabkan oleh parese N. III.Defek lapang pandang terbanyak adalah hemianopsia bitemporal.Kelainan jaringan orbito-okular terbanyak adalah ptosis.Kelainan gambaran papil terbanyak adalah papiledema

    Gambaran Usia Tulang pada Pasien Talasemia dengan Perawakan Pendek di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang

    No full text
    Perlambatan usia tulang pada pasien talasemia dipengaruhi oleh kadar serum feritin, kadar hb pretransfusi, usia, faktor nutrisi, kecepatan pertumbuhan, dan tingkat kepatuhan konsumsi kelasi besi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran usia tulang pada pasien talasemia dengan perawakan pendek di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang dari bulan Oktober-November 2013.Populasi pada penelitian ini yaitu pasien talasemia anak di RSMH Palembang sedangkan sampelnya yaitu pasien talasemia anak dengan perawakan pendek di RSMH Palembang. Analisis statistik menggunakan uji Kai kuadrat. Sebagian besar pasien talasemia mengalami perlambatan usia tulang (57,6%). Faktor risiko terjadinya perlambatan usia tulang yaitu kadar serum feritin, kadar hb pretransfusi, usia, faktor nutrisi, kecepatan pertumbuhan, dan tingkat kepatuhan konsumsi kelasi besi (OR>1) namun hanya usia dan kecepatan pertumbuhan memiliki  hubungan yang sangat bermakna (p<0,01). Perlambatan usia tulang berhubungan dengan usia dekade kedua dan penurunan kecepatan pertumbuhan namun tidak berhubungan dengan kadar feritin, hb pretransfusi, dan tingkat kepatuhan konsumsi kelasi besi. Â
    corecore