146 research outputs found

    Cover Identifikasi dan Mekanisme Jaringan Sosial Ekonomi Nelayan Purcine Saine Desa Pasongsongan Kabupaten Sumenep Madura

    Get PDF
    Jaringan sosial dalam sistem produksi nelayan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu kegiatan penyediaan alat-alat produksi, pemeliharaan alat-alat produksi dan aktifitas produksi nelayan. Alat-alat produksi seperti perahu, jaring, mesin, wadah-wadah dan alat-alat lainnya disediakan oleh nelayan itu sendiri. Alat-alat tersebut pada umumnya dibeli dari pihak lain. Nelayan harus menyediakan modal uang untuk membeli peralatan tersebut. Memang, modal uang tidak selamanya berasal dari uang milik sendiri tetapi berupa pula uang pinjaman. Nelayan menjalin hubungan dengan Pihak utama yang menjadi penyedia modal yaitu pengepul dan koperasi. Aktifitas produksi dalam hal melaut nelayan bekerjasama dengan ABK dalam posisi ini nelayan lebih dominan. Dalam proses rekrutmen ABK, jaringan kekerabatan, ketetanggan, dan pertemanan turut berperan. Biasanya juragan akan menempatkan kerabat-kerabat mereka yang sudah berpengalaman pada kedudukan strategis dalam tugas-tugas di perahu. Demikian juga pendega-pendega tersebut masih bertetangga dengan juragan.diharapkan tidak mengendurkan semangat dan displin bekerjanya. Pada dasarnya pemanfaatan jaringan kekerabatan, ketetanggan, dan pertemanan dalam rekrutmen tenaga kerja adalah untuk mengamankan operasi perahu sehingga bisa mewujudkan kepentingan bersama yang tidak merasa saling dirugikan. Jaringan sosial dalam sistem distribusi pemasaran, sistem distribusi yang dimaksudkan adalah sistem penjualan dart hasil ikan yang diperoleh nelayan. Sistem distribusi dapat dilihat melalui dua kegiatan yaitu kegiatan pengangkutan dan penjualan/pelelangan ikan. Kegiatan pengangkutan adalah kegiatan penanganan ikan yang dilakukan sejak tibanya atau kembalinya nelayan dari kegiatan menangkap ikan hingga ikan tersebut berada di tempat penjualan ikan, yaitu tempat pelelangan ikan (TPI) atau pihak konsumen. Kegiatan distribusi ini juga dikenal sebagai kegiatan pemasaran. Secara umum, pihak yang terlibat dengan nelayan dalam sistem distribusi atau pemasaran ikan ini adaiah jasa angkut (manol), pihak keamanan, pihak TPI/Koperasi, pengepul dan pedagang. Setelah kegiatan menangkap selesai dan sampai di darat, nelayan tidak langsung menjual ikan hasil tangkapannya tetapi nelayan menjalin hubungan dengan pengepul untuk menjualkan hasil tangkapannya melalui proses lelang, karena nelayan tidak memiliki akses untuk menjual ikan di TPI. Sedangkan sistem bagi hasil perahu purseine adalah sistem bagi 2 (maron). Dalam sistem maron pemeliharaan dan kerusakan perahu, purse seine, mesin dan kebutuhan bahan bakar sepenuhnya menjadi tanggungan juragan darat. ABK tidak dibebani tanggung jawab apapun kecuali mengoperasikan perahu yang sudah dalam keadaan siap pakai. Nelayan purse seine melakukan pembagian hasii atau biasa disebut totalan kepada ABK apabila nelayan sudah meiakukan 3-4 kali trip atau melaut. Dari hasil penerimaan akan dipotong untuk biaya operasional perahu, lawuhan sebesar 10% untuk dibagi ke semua ABK, pembayaran manol @ Rp. 4.000/keranjang, restribusi 3% untuk TPI, 10 % untuk pengepul sebagai komisi menjualkan ikan di TPI. Setelah semua potongan telah dilakukan maka nelayan/pemilik perahu melakukan bagi hasil maron (50% : 50%) antara nelayan pemilik perahu dan ABK. Dari 24 orang ABK nantinya akan dibagi sesuai peran masing-masing seperti juragan laut 3 bagian, pemantau ikan 2 bagian, penebar umpan 2 bagian, penarik pemberat 2 bagian, bocahan 1 bagian. Sistem bagi hasil yang berlaku di kalangan nelayan purseine di Pasongsongan dapat diterima dengan baik oleh semua pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan

    Artikel Identifikasi dan Mikanisme Jaringan Sosial Ekonomi Nelayan Purcine Saine desa Pasongsongan Kabupaten Sumenep Madura

    Get PDF
    Jaringan sosial dalam sistem produksi nelayan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu kegiatan penyediaan alat-alat produksi, pemeliharaan alat-alat produksi dan aktifitas produksi nelayan. Alat-alat produksi seperti perahu, jaring, mesin, wadah-wadah dan alat-alat lainnya disediakan oleh nelayan itu sendiri. Alat-alat tersebut pada umumnya dibeli dari pihak lain. Nelayan harus menyediakan modal uang untuk membeli peralatan tersebut. Memang, modal uang tidak selamanya berasal dari uang milik sendiri tetapi berupa pula uang pinjaman. Nelayan menjalin hubungan dengan Pihak utama yang menjadi penyedia modal yaitu pengepul dan koperasi. Aktifitas produksi dalam hal melaut nelayan bekerjasama dengan ABK dalam posisi ini nelayan lebih dominan. Dalam proses rekrutmen ABK, jaringan kekerabatan, ketetanggan, dan pertemanan turut berperan. Biasanya juragan akan menempatkan kerabat-kerabat mereka yang sudah berpengalaman pada kedudukan strategis dalam tugas-tugas di perahu. Demikian juga pendega-pendega tersebut masih bertetangga dengan juragan.diharapkan tidak mengendurkan semangat dan displin bekerjanya. Pada dasarnya pemanfaatan jaringan kekerabatan, ketetanggan, dan pertemanan dalam rekrutmen tenaga kerja adalah untuk mengamankan operasi perahu sehingga bisa mewujudkan kepentingan bersama yang tidak merasa saling dirugikan. Jaringan sosial dalam sistem distribusi pemasaran, sistem distribusi yang dimaksudkan adalah sistem penjualan dart hasil ikan yang diperoleh nelayan. Sistem distribusi dapat dilihat melalui dua kegiatan yaitu kegiatan pengangkutan dan penjualan/pelelangan ikan. Kegiatan pengangkutan adalah kegiatan penanganan ikan yang dilakukan sejak tibanya atau kembalinya nelayan dari kegiatan menangkap ikan hingga ikan tersebut berada di tempat penjualan ikan, yaitu tempat pelelangan ikan (TPI) atau pihak konsumen. Kegiatan distribusi ini juga dikenal sebagai kegiatan pemasaran. Secara umum, pihak yang terlibat dengan nelayan dalam sistem distribusi atau pemasaran ikan ini adaiah jasa angkut (manol), pihak keamanan, pihak TPI/Koperasi, pengepul dan pedagang. Setelah kegiatan menangkap selesai dan sampai di darat, nelayan tidak langsung menjual ikan hasil tangkapannya tetapi nelayan menjalin hubungan dengan pengepul untuk menjualkan hasil tangkapannya melalui proses lelang, karena nelayan tidak memiliki akses untuk menjual ikan di TPI. Sedangkan sistem bagi hasil perahu purseine adalah sistem bagi 2 (maron). Dalam sistem maron pemeliharaan dan kerusakan perahu, purse seine, mesin dan kebutuhan bahan bakar sepenuhnya menjadi tanggungan juragan darat. ABK tidak dibebani tanggung jawab apapun kecuali mengoperasikan perahu yang sudah dalam keadaan siap pakai. Nelayan purse seine melakukan pembagian hasii atau biasa disebut totalan kepada ABK apabila nelayan sudah meiakukan 3-4 kali trip atau melaut. Dari hasil penerimaan akan dipotong untuk biaya operasional perahu, lawuhan sebesar 10% untuk dibagi ke semua ABK, pembayaran manol @ Rp. 4.000/keranjang, restribusi 3% untuk TPI, 10 % untuk pengepul sebagai komisi menjualkan ikan di TPI. Setelah semua potongan telah dilakukan maka nelayan/pemilik perahu melakukan bagi hasil maron (50% : 50%) antara nelayan pemilik perahu dan ABK. Dari 24 orang ABK nantinya akan dibagi sesuai peran masing-masing seperti juragan laut 3 bagian, pemantau ikan 2 bagian, penebar umpan 2 bagian, penarik pemberat 2 bagian, bocahan 1 bagian. Sistem bagi hasil yang berlaku di kalangan nelayan purseine di Pasongsongan dapat diterima dengan baik oleh semua pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan

    Paten Model DiversifikasiTeknologiPembuatanJamuTradisional

    Get PDF
    Salah satu konsep kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia adalah technopreneurship yang merupakan cikal bakal masuknya dunia kerja dan dunia industry, seiring masuknya pasar ekonomi asean.Kegiatan Ipteks bagi Masyarakat(IbM) kami lakukan pada dua home industri di Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.Metode pelaksanaan terdiri dari tahap persiapan, tahap awal tahap pelaksanaan. Evaluasi dan hasil pelaksanaan IbM menunjukkan bahwa 1). Secara umum anggota home industry Jamu tradisional “Pj Melati” dan anggota home industry jamu tradisional “Pj. Tongkat Sapu Jagad” mulai mengelola bagaimana cara meracik dan mencampur bahan jamu tradisional dapat menarik baik dari rasa maupun dari aroma sehingga kemasan tetap diminati masyarakat di Indonesia, karena terkenal khasiatnya. 2). Anggota Kelompok Home Industri “Pj Melati” dan anggota kelompok home indusri “Pj Tongkat Sapu Jagad” sebagia besar telah memahami dan menerapkan tugas dan tanggung jawabmasing-masing sesuai jon description sebagaimana struktur organisasi yang telah ada; 3). Anggota home industry “Pj Melati” dan anggota kelompok home industry “Pj Tongkat Sapu Jagad” sebagian besar menerapkan skedul terjadwal pengolahan secara sistematis dan terencana, baik pembuatan jamu mulai asam urat, sehat lelaki, maupun sehat perempuan yang terdiri dari bahan alami seperti Cikeling, Kapulaga, Manjakani, maupun Palasari. Untuk memenuhi permintaan pasar dan konsumen, khususnya para tengkulak dalam bentuk besar dilayani secara khusus. Dan penggunaan teknologi masih dalam bentuk manual yang dapat diarahkan ke teknologi yang mutakhir.Teknologi pengemasan dengan menggunakan manual atau tangan-tangan terampil disesuaikan dengan keahlian dan kemahiran.4). Anggota home industry “Pj Melati dan Pj Tongkat Sapu jagad”sebagian besar telah memahami dan mulai menerapkan pencatatan transaksi keuangan setiap penjualan secara teratur dan secara periodic, yaitu pencatatan keuangan sederhana dengan periodesasi yaitu pencatatan keuangan sederhana dengan periode mingguan, bulanan untuk satu home industry jamu tradisional. 5). Anggota kelompok home industry “Pj Melati” dan” PJ Tongkat Sapu Jagad” sebagian besar menerapkan strategi pemasaran melalui iklan media cetak sampai dengan media elektronik atau di took-toko maupun swalayan dsekitar wilayah kota pamekasan.6). Anggota kelompok home industry “Pj Melati dan Pj Tongkat Sapu Jagad” sebagian besar mulai menerpkan pengemasan dengan mencantumkan komposisi bahan-bahan (Ingridients) dan tanggal kadaluwarsa (expired date). 7.) Anggota kelompok industry “Pj Melati dan Pj Tongkat Sapu Jagad” sebagian besar sudah memiliki Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP) dari Depkes bahkan sampai pada pengurusan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sebagai bentuk legalisasi dan produk dan expailed tersebut

    Jurnal Uji Kemampuan Daya Hasil Galur Mutan Kacang Hijau Terhadap Ketahanan Cekaman (Vigna radiate L.)

    Get PDF
    Kegiatan uji adaptasi/persiapan pelepasan varietas merupakan salah satu rangkaian dari suatu proses menghasilkan varietas unggul baru dalam rangka peningkatan produksi kacang hijau. Penelitian bertujuan untuk menguji perbedaan pertumbuhan dan produksi 11 galur mutan kacang hijau Batan dan satu varietas Perkutut dan untuk mengetahui dan mendapatkan galur kacang hijau yang berdaya hasil tinggi, dilaksanakan di Desa Klompang Timur Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan mulai bulan Agustus sampai Oktober 2012. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 12 aksesi kacang hijau sebagai perlakuan dan diulang 3 kali. 12 Aksesi kacang hijau adalah 11 galur kacang hijau yaitu Psj-CT-5-96, Psj-CT-10-96, Psj-CT-11-96, Psj-CT-25-96, Psj-CT-26-96, Psj-BII-17-3-96, Psj-BII-17-5-96, Psj-BII-17-6-96, Psj-RAS-LM 16, Psj-RAS-LM 22, Psj-RAS-LM 20 dan satu varietas Perkutut. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dari 11 galur kacang hijau mutan dan satu varietas Perkutut yang diuji menunjukkan perbedaan nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman, umur berbunga, umur masak, jumlah biji per tanaman, berat biji per petak, produksi per hektar dan berat 1000 butir, sedangkan pada variabel jumlah polong per tanaman menunjukkan perbedaan tidak nyata. Psj-RAS-LM 22 merupakan galur berpenampilan baik dengan sifat-sifat antara lain jumlah biji per tanaman 167 biji, berat biji per petak 2.633 kg, produksi per hektar 1.367 ton dan berat 1000 bijinya 63.0

    Artikel Kebijakan Tanaman Tebu Terhadap Budaya dan Budidaya di Lahan Kering

    Get PDF
    Secara geografis Pulau Madura sangat strategis berada di antara Laut Jawa dan Selat Madura yang menyimpan banyak potensi dan memiliki empat Kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan paling ujung timur Kabupaten Sumenep. Khusus untuk Kabupaten Bangkalan dan Sampang berpotensi untuk pengembangan tebu. Kabupaten Bangkalan merupakan daerah yang memiliki wilayah yang paling luas di Madura, yaitu sekitar 130.525 ha. Berdasarkan analisis dan hasil overlay peta topografi, iklim, tataguna lahan, landsystem, dan peta rupa bumi Indonesia pulau Madura, serta hasil ground check menunjukkan bahwa Bangkalan terdapat area yang sesuai untuk tanaman tebu seluas ±43.439 ha atau 33,28% dari luas wilayah Bangkalan. Sedangkan kabupaten Sampang memiliki luas areal sekitar 122.510 ha, lahan yang sesuai untuk tebu ±42.636 ha atau 34,8%. Tanaman tebu relatif banyak ditanam di beberapa kecamatan di Sampang dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Hasil dalam penelitian membuktikan bahwa SWOT (Straigh, Weeknes, Opportunist, Treatment). Yang pertama mempengaruhi terhadap masyarakat petani tebu adalah kebiasaan pola tanam sebesar 60 % yang mengandalkan turun temurun ada di kebijakan Perlakuan. Yang kedua mengandalkan daun tembakau sebagai daun emas sebesar 20% ada di kebijakan peluang. Sedang yang ketiga dari hasil analisis kebijakan ada pada angka 10% yaitu menunjukkan bahwa kekuatan tidak berpengaruh nyata terhadap kondisi dan situasi iklim di daerah sentra penelitian. Dan yang terakhir 10% ada pada tantangan dimana masyarakat didaerah tersebut mengabaikan kemajuan dan ketentuan peta wilayah yang sudah sesuai dengan kondisi iklim tersebut walaupun sudah ada sosialisasi. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebijakan yang tinggi terdapat pada kebiasaan dan perlakuan sebesar 60% sedang terendah ada pada kekuatan 10% dan tantangan 10%.Saran kepada pemerintah Kabupaten perlu adanya penataan ruang bersama untuk empat Kabupaten di Madura, sehingga tanaman tebu berkembang dan dapat diandalkan untuk percepatan kawasan pertanian

    Jurnal PengembanganTanaman Talas Bentul Komoditas Unggulan Pada Lahan Rakyat di Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan

    Get PDF
    Kebutuhan karbohidrat dari tahun ke tahun terus meningkat, penyediaan karbihidrat dan karbohidarat serelia saja tidak mencukupi, sehingga peranan tanaman penghasil karbohidratat yang memiliki peranan cukup strategis tidak hanya sebagai sumber bahan pangan.Oleh karena itu tanaman bentul menjadi sangat penting artinya didalam kaitan terhadap penyediaan bahan panga dari umbi- umbian khususnya bentul semakin penting. Tanaman bentul merupakan tanaman karbohidrat non beras, diversifikasi/ penganekaaragaman konsumsi pangan local/budaya local, substitusi gandum/terigu, pengembangan industry pengolahan hsil dan industry I serta komoditi strtegis sebagai pemasok devisa melaui ekspor.. Hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pamekasan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Tahun 2011 berdasarkan data usahatani ubijalar tahun 2010, Vareitas unggul didefinisikan sebagai varietas yang dapat berproduksi di atas rata- rata pada lingkungan spesifik.Benih bermutu sering dikaitkan dengan istilah benih bersertifikat atau benih bermutu. Sertifikat tersebut sebagai jaminan bahwa benih diperoleh dari proses yang standar, memiliki kemampuan tumbuh dengan tingkat keseragaman tinggi, dan terbebas dari penyakit tular benih (seed born diseases). Pemilihan varietas atau klon yang sesuai dengan karakteristik agroekologi lahan akan mengurangi biaya input seperti penggunaan kultivar ganjah, toleran penyakit tertentu. Perakitan vareitas atau klon yang memiliki kemampuan berproduksi tinggi pada lingkungan spesifik seperti tahan terhadap intensitas cahaya yang rendah, tahan kekeringan, tahan terhadap genangan air. Hasil survey tentang bibit yang dipakai dalam budidaya tanaman talas di Kecamatan Pegantenan menunjukkan mereka mengatakan 100% bibit yang dipakai menggunakan bibit turun temurun dari nenek moyang mereka. Bibit mereka menghasilkan produksi sedang yaitu 2 sampai 7 Kg per bibit. Akan tetapi bibit yang mereka tanam mempunyai kelemahan antara lain tidak tahan terhadap penyakit, tidak tahan terhadap kekeringan dan tidak tahan terhadap genangan air. Periode kritis terhadap air didefinisikan sebagai periode tanaman membutuhan air dalam jumlah yang cukup. Periode ini berbeda antara tanaman, akan tetapi umumnya hal tersebut terjadi pada masa awal pertumbuhan, fase perkembangan bunga dan fase pengisian umbi. Gangguan pada fase krisis air tersebut akan berpengaruh nyata pada produktivitas tanaman. Mempertimbangkan hal tersebut, terutama pada daerah yang ketersediaan air tidak mencukupi perlu dilakukan upaya konservasi air seperti pemberian mulsa untuk mengurangi evaporasi tanah disertai dengan upaya pemanenan air seperti embung dan daerah resapan.Berdasarkan hasil survey di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Pegantenan, Kecamatan Palengaan dan Kecamatan Proppo menunjukkan 100% mereka terkendala dalam menyediaan air untuk budidaya tanaman talas, di daerah penelitian termasuk lahan kering yang hanya mengandalkan tadah hujan. Masyarakat di daerah penelitian untuk manajemen pemberian air bagi tanaman talas mereka melakukan pengaturan tanam agar tanaman talas mereka dapat tumbuh dan menghasilkan yang maksimal, penanaman Zainol Arifin : Pengembangan Tanaman Talas Bentul …. 17 tanaman talas dilakukan pada akhir musim kemarau, disamping itu masyarakat melakukan efesiensi atau mengurangi proses evaporasi tanah dengan cara pemberian seresah daun di sekitar tanaman talas pada waktu fase awal pertumbuhan. Pada fase generative masyarakat tidak perlu lagi dalam penyediaan air bagi tanaman talas karena pada fase generative bertepatan pada musim hujan. Ketersediaan air bagi tanaman talas akan mempengaruhi kelangsungan budidaya talas secara berkelanjutan. Pemberian pupuk baik unsur hara makro maupun mikro didasarkan pada pertimbangan bahwa high yielding variety umumnya sangatresponsive terhadap pemupukan. Selain itu, pemanenan yang berulang-ulang akan menguras unsur-unsur hara yang berada dalam tanah terbawa oleh hasil panen. Manajemen pemupukan yang dilakukan masyarakat di daerah penelitian menunjukkan 99% menggunakan pupuk N (Urea) dan Pupuk kandang, dan sebesar 1% menggunakan pupuk N (Urea), TSP dan Pupuk kandang. Masyarakat daerah penelitian pupuk kandang di aplikasikan pada awal penanaman sedangkan pupuk N (Urea) dan TSP diaplikasikan pada waktu tanaman talas berumur tiga bulan.Pemberian pupuk pada tanaman talas masyarakat memberikan dua kali, berdasarkan survey masyarakat yang memberikan dua kali sebesar 98% dan 2%nya memberikan sebanyak tiga kali.Sedangkan jumlah pupuk yang diberikan tidak konsisten, jumlah pupuk yang diberikan berdasarkan sisa pupuk yang dipakai pada tanaman tembakau atau tanaman padi.Untuk pupuk kandang jumlah yang diberikan berdasarkan ketersediaan pupuk yang dipunya oleh masyarakat Organisme pengganggu tanaman dapat berupa hama, penyakit, dan gulma. Kehadiran hama, penyakit dan gulma dapat menurunkan produktifitas tanaman, oleh karenanya perlu langkah pengendalian.Seiring dengan adanya isu kelestarian linkungan, pengendalian OPT (Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman) perlu diusahakan dilakukan di bawah ambang ekonomi dan bukan bersifat pemusnahan karena hama, penyakit dan gulma merupakan unsur penyeimbang ekologis. Nilai R/C Ratio usahatani talas /usahatani/musim sebesar 2,28. Ini berarti setiap Rp 1,00 modal yang diinvestasikan untuk usatani talas akan memberikan penerimaan sebesar 2,28 sehingga dapat dijelaskan bahwa usahatani talas layak diusahakan. Menurut Dari hasil penelitian diperoleh R/C > 1, Soekartawi (1995) apabila R/C ratio > 1 maka usahatani tersebut layak diusahakan atau dengan kata lain usahatani talas menguntungkan bagi petani di Kec.Pegantenan Oleh karena itu keputusan yang diambil oleh petani tepat dan usahatani talas tetap diusahakan

    Jurnal KebijakanTanaman Tebu TerhadapBudaya Dan Budidaya D LahanKering

    Get PDF
    Secara geografis Pulau Madura sangat strategis berada di antara Laut Jawa dan Selat Madura yang menyimpan banyak potensi dan memiliki empat Kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan paling ujung timur Kabupaten Sumenep. Khusus untuk Kabupaten Bangkalan dan Sampang berpotensi untuk pengembangan tebu. Kabupaten Bangkalan merupakan daerah yang memiliki wilayah yang paling luas di Madura, yaitu sekitar 130.525 ha. Berdasarkan analisis dan hasil overlay peta topografi, iklim, tataguna lahan, landsystem, dan peta rupa bumi Indonesia pulau Madura, serta hasil ground check menunjukkan bahwa Bangkalan terdapat area yang sesuai untuk tanaman tebu seluas ±43.439 ha atau 33,28% dari luas wilayah Bangkalan. Sedangkan kabupaten Sampang memiliki luas areal sekitar 122.510 ha, lahan yang sesuai untuk tebu ±42.636 ha atau 34,8%. Tanaman tebu relatif banyak ditanam di beberapa kecamatan di Sampang dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Hasil dalam penelitian membuktikan bahwa SWOT (Straigh, Weeknes, Opportunist, Treatment). Yang pertama mempengaruhi terhadap masyarakat petani tebu adalah kebiasaan pola tanam sebesar 60 % yang mengandalkan turun temurun ada di kebijakan Perlakuan. Yang kedua mengandalkan daun tembakau sebagai daun emas sebesar 20% ada di kebijakan peluang. Sedang yang ketiga dari hasil analisis kebijakan ada pada angka 10% yaitu menunjukkan bahwa kekuatan tidak berpengaruh nyata terhadap kondisi dan situasi iklim di daerah sentra penelitian. Dan yang terakhir 10% ada pada tantangan dimana masyarakat didaerah tersebut mengabaikan kemajuan dan ketentuan peta wilayah yang sudah sesuai dengan kondisi iklim tersebut walaupun sudah ada sosialisasi. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebijakan yang tinggi terdapat pada kebiasaan dan perlakuan sebesar 60% sedang terendah ada pada kekuatan 10% dan tantangan 10%.Saran kepada pemerintah Kabupaten perlu adanya penataan ruang bersama untuk empat Kabupaten di Madura, sehingga tanaman tebu berkembang dan dapat diandalkan untuk percepatan kawasan pertanian

    Artikel Kebijakan Tanaman Tebu Terhadap Budaya Dan Budidaya D Lahan Kering

    Get PDF
    Secara geografis Pulau Madura sangat strategis berada di antara Laut Jawa dan Selat Madura yang menyimpan banyak potensi dan memiliki empat Kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan paling ujung timur Kabupaten Sumenep. Khusus untuk Kabupaten Bangkalan dan Sampang berpotensi untuk pengembangan tebu. Kabupaten Bangkalan merupakan daerah yang memiliki wilayah yang paling luas di Madura, yaitu sekitar 130.525 ha. Berdasarkan analisis dan hasil overlay peta topografi, iklim, tataguna lahan, landsystem, dan peta rupa bumi Indonesia pulau Madura, serta hasil ground check menunjukkan bahwa Bangkalan terdapat area yang sesuai untuk tanaman tebu seluas ±43.439 ha atau 33,28% dari luas wilayah Bangkalan. Sedangkan kabupaten Sampang memiliki luas areal sekitar 122.510 ha, lahan yang sesuai untuk tebu ±42.636 ha atau 34,8%. Tanaman tebu relatif banyak ditanam di beberapa kecamatan di Sampang dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Hasil dalam penelitian membuktikan bahwa SWOT (Straigh, Weeknes, Opportunist, Treatment). Yang pertama mempengaruhi terhadap masyarakat petani tebu adalah kebiasaan pola tanam sebesar 60 % yang mengandalkan turun temurun ada di kebijakan Perlakuan. Yang kedua mengandalkan daun tembakau sebagai daun emas sebesar 20% ada di kebijakan peluang. Sedang yang ketiga dari hasil analisis kebijakan ada pada angka 10% yaitu menunjukkan bahwa kekuatan tidak berpengaruh nyata terhadap kondisi dan situasi iklim di daerah sentra penelitian. Dan yang terakhir 10% ada pada tantangan dimana masyarakat didaerah tersebut mengabaikan kemajuan dan ketentuan peta wilayah yang sudah sesuai dengan kondisi iklim tersebut walaupun sudah ada sosialisasi. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebijakan yang tinggi terdapat pada kebiasaan dan perlakuan sebesar 60% sedang terendah ada pada kekuatan 10% dan tantangan 10%.Saran kepada pemerintah Kabupaten perlu adanya penataan ruang bersama untuk empat Kabupaten di Madura, sehingga tanaman tebu berkembang dan dapat diandalkan untuk percepatan kawasan pertanian

    Artikel Uji Kemampuan Daya Hasil Galur Mutan Kacang Hijau Terhadap Ketahanan Cekaman (Vigna radiate L.)

    Get PDF
    Kegiatan uji adaptasi/persiapan pelepasan varietas merupakan salah satu rangkaian dari suatu proses menghasilkan varietas unggul baru dalam rangka peningkatan produksi kacang hijau. Penelitian bertujuan untuk menguji perbedaan pertumbuhan dan produksi 11 galur mutan kacang hijau Batan dan satu varietas Perkutut dan untuk mengetahui dan mendapatkan galur kacang hijau yang berdaya hasil tinggi, dilaksanakan di Desa Klompang Timur Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan mulai bulan Agustus sampai Oktober 2012. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 12 aksesi kacang hijau sebagai perlakuan dan diulang 3 kali. 12 Aksesi kacang hijau adalah 11 galur kacang hijau yaitu Psj-CT-5-96, Psj-CT-10-96, Psj-CT-11-96, Psj-CT-25-96, Psj-CT-26-96, Psj-BII-17-3-96, Psj-BII-17-5-96, Psj-BII-17-6-96, Psj-RAS-LM 16, Psj-RAS-LM 22, Psj-RAS-LM 20 dan satu varietas Perkutut. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dari 11 galur kacang hijau mutan dan satu varietas Perkutut yang diuji menunjukkan perbedaan nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman, umur berbunga, umur masak, jumlah biji per tanaman, berat biji per petak, produksi per hektar dan berat 1000 butir, sedangkan pada variabel jumlah polong per tanaman menunjukkan perbedaan tidak nyata. Psj-RAS-LM 22 merupakan galur berpenampilan baik dengan sifat-sifat antara lain jumlah biji per tanaman 167 biji, berat biji per petak 2.633 kg, produksi per hektar 1.367 ton dan berat 1000 bijinya 63.0

    Jurnal Kebijakan Tanaman Tebu Terhadap Budaya Dan Budidaya Di Lahan Kering

    Get PDF
    Secara geografis Pulau Madura sangat strategis berada di antara Laut Jawa dan Selat Madura yang menyimpan banyak potensi dan memiliki empat Kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan paling ujung timur Kabupaten Sumenep. Khusus untuk Kabupaten Bangkalan dan Sampang berpotensi untuk pengembangan tebu. Kabupaten Bangkalan merupakan daerah yang memiliki wilayah yang paling luas di Madura, yaitu sekitar 130.525 ha. Berdasarkan analisis dan hasil overlay peta topografi, iklim, tataguna lahan, landsystem, dan peta rupa bumi Indonesia pulau Madura, serta hasil ground check menunjukkan bahwa Bangkalan terdapat area yang sesuai untuk tanaman tebu seluas ±43.439 ha atau 33,28% dari luas wilayah Bangkalan. Sedangkan kabupaten Sampang memiliki luas areal sekitar 122.510 ha, lahan yang sesuai untuk tebu ±42.636 ha atau 34,8%. Tanaman tebu relatif banyak ditanam di beberapa kecamatan di Sampang dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Hasil dalam penelitian membuktikan bahwa SWOT (Straigh, Weeknes, Opportunist, Treatment). Yang pertama mempengaruhi terhadap masyarakat petani tebu adalah kebiasaan pola tanam sebesar 60 % yang mengandalkan turun temurun ada di kebijakan Perlakuan. Yang kedua mengandalkan daun tembakau sebagai daun emas sebesar 20% ada di kebijakan peluang. Sedang yang ketiga dari hasil analisis kebijakan ada pada angka 10% yaitu menunjukkan bahwa kekuatan tidak berpengaruh nyata terhadap kondisi dan situasi iklim di daerah sentra penelitian. Dan yang terakhir 10% ada pada tantangan dimana masyarakat didaerah tersebut mengabaikan kemajuan dan ketentuan peta wilayah yang sudah sesuai dengan kondisi iklim tersebut walaupun sudah ada sosialisasi. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebijakan yang tinggi terdapat pada kebiasaan dan perlakuan sebesar 60% sedang terendah ada pada kekuatan 10% dan tantangan 10%.Saran kepada pemerintah Kabupaten perlu adanya penataan ruang bersama untuk empat Kabupaten di Madura, sehingga tanaman tebu berkembang dan dapat diandalkan untuk percepatan kawasan pertanian
    • …
    corecore