32 research outputs found

    Gambaran Castelli’s Risk Index-1 pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    Atherogenic dyslipidemia is one of the risk factors for the acute coronary syndrome (ACS). Castelli's risk index-1 (CRI-1) is one of which risk markers for ACS. Castelli's risk index-1 is the ratio of total cholesterol and HDL cholesterol. The test is cheap and easy to do in the hospital setting. Objectives: To described CRI-1 in ACS patients in Dr. M. Djamil Padang Hospital. Methods: This descriptive study was carried out in the central laboratory and the CardioVascular Care Unit (CVCU) of Dr. M. Djamil Hospital Padang from September 2017 to September 2018. The population was all ACS patients who have been diagnosed by the clinician. The samples were part of the population that meet the inclusion and exclusion criteria. Colorimetric enzymatic method using automated clinical chemistry used to measure total cholesterol and HDL cholesterol. Results: This study used CRI-1> 4. Data were presented descriptively in a frequency distribution table. Seventy ACS patients were consisting of 50 (71.43%) males and 20 (28.57%) females, with a median age of 60.1 (8.93) years old. The median total cholesterol and HDL cholesterol levels were 178.66 (46.84) mg / dL respectively and 35.71 (10.86) mg / dL. CRI-1 mean is 5.43 (2.27). 81.43% CRI-1 subject results were more than four. Conclusion: The low levels of HDL cholesterol and within normal median total cholesterol level made CRI-1 value increased.Keywords: Acute coronary syndrome, Castelli’s risk index-

    Korelasi Glukosa Kapiler Metode Glucose Dehidrogenase-Nicotinamide Adenine Dinucleotide Dengan Glukosa Serum Metode Heksokinase

    Get PDF
    Rapid and accurate measurement of capillary glucose level using point-of-care testing (POCT) is needed to maintain the patient’s normoglycemic status in obtaining adequate management. The glucose POCT method should be evaluated to determine analytical performance by comparing with the hexokinase method as a reference method to provide accurate and reliable results. Objectives: To determined the correlation between capillary glucose using glucose dehydrogenase-nicotinamide adenine dinucleotide (GDH-NAD)  and serum glucose hexokinase methods. Methods:  This analytic cross-sectional study on 42 outpatients who underwent fasting blood glucose examination at Dr. M Djamil Padang General Hospital. This study was conducted from February until September 2020. Capillary fasting blood glucose was measured using glucose POCT GDH-NAD method and serum glucose with hexokinase method. The Spearman correlation test was used to analyze data, significant if p<0.05. Results: The subjects were 28 male (66.7%),14 female (33.3%) with mean age and hematocrit level was 56.12±12.97 years and 40.90±2.42%, respectively. The median capillary glucose GDH-NAD method and serum glucose hexokinase method were 100.00 mg/dL each, with a median difference was 3.00 mg/dL. Spearman correlation test showed very strong positive correlation and statistically significant (r=0,961;p=<0,001). Conclusion: Capillary glucose GDH-NAD method had a very strong positive correlation with serum glucose hexokinase method.Keywords:  hexokinase, fasting glucose level, GDH-NAD, glucose POC

    Korelasi Kadar Adiponektin dengan Kadar Glukosa Puasa pada Penyandang Obes

    Get PDF
    Akumulasi lemak tubuh abnormal dan berlebih pada obesitas menyebabkan low grade inflammation sel adiposit yang berkontribusi terhadap penurunan kadar adiponektin. Adiponektin berperan dalam metabolisme glukosa, sehingga kondisi hipoadiponektinemia dapat menyebabkan gangguan metabolisme glukosa. Tujuan: menentukan korelasi kadar adiponektin dengan kadar glukosa puasa pada penyandang obes. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancangan potong-lintang terhadap 25 orang penyandang obes yang bekerja di Instalasi Laboratorium Sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan mulai bulan September 2018 sampai September 2019. Kadar adiponektin diperiksa dengan metode Elisa two-step sandwich enzyme immunoassay dan kadar glukosa puasa diperiksa dengan metode heksokinase. Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson, bermakna jika p<0,05. Hasil: Subjek penelitian terdiri dari laki-laki 8 orang (32,0%) dan perempuan 17 orang (68,0%). Rerata umur adalah 33,5 (6,0) tahun dengan rentang 23-52 tahun. Rerata indeks massa tubuh adalah 34,0 (3,6) kg/m2. Rerata kadar adiponektin adalah 2,8 (1,5) ÎĽg/mL dan rerata kadar glukosa puasa adalah 92,8 (11,4) mg/dL. Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi negatif lemah antara log-adiponektin dengan kadar glukosa puasa dan tidak bermakna secara statistik (r= -0,217, p= 0,298). Simpulan: Tidak terdapat korelasi kadar adiponektin dengan kadar glukosa puasa pada penyandang obes.Kata kunci: adiponektin, glukosa puasa, inflamasi adiposit, obesita

    Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium

    Get PDF
    AbstrakElektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan (ion) positifatau negatif. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasielektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusibeberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+),kalium (K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinisdikenal sebagai ”profil elektrolit. Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, kalium kation terbanyakdalam cairan intrasel dan klorida merupakan anion terbanyak dalam cairan ekstrasel. Jumlah natrium, kalium danklorida dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan antara yang masuk terutama dari saluran cerna dan yangkeluar terutama melalui ginjal. Gangguan keseimbangan natrium, kalium dan klorida berupa hipo- dan hiper-. Hipoterjadibila konsentrasi elektrolit tersebut dalam tubuh turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normaldan hiper- bila konsentrasinya meningkat diatas normal.Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadarnatrium, kalium dan klorida adalah dengan metode elektroda ion selektif, spektrofotometer emisi nyala,spektrofotometer atom serapan, spektrofotometri berdasarkan aktivasi enzim, pemeriksaan kadar klorida denganmetode titrasi merkurimeter, dan pemeriksaan kadar klorida dengan metode titrasi kolorimetrik-amperometrik.Kata kunci: elektrolit, keseimbangan, gangguan keseimbanganAbstractElectrolyte is compound in condensation which is disociation become particle which is charged (ion)negative or positive. Most metabolism processes need and influenced by electrolyte. Electrolyte concentrationwhich abnormal can cause many troubles. Conservancy of osmotic pressure and distribution some human beingbody fluid compartment are especial function four major electrolyte, that is natrium (Na+), potassium (K+), chloride(Cl-), and bicarbonate (HCO3-). Fourth Inspection of the major electrolyte in clinic known as "electrolyteprofile”.Sodium is cation many in extracell fluid, potassium is cation many in intrasel fluid, and chloride is anionmany in extracell fluid. Amount of natrium, chloride and potassium in body are balance which enter especially fromdigest and excretion especially through kidney.Balance disorders of natrium, chloride and potassium in the form ofhipo- and hyper-. Hipo- happened when the electrolyte concentration in body go down more than somemiliekuivalen under normal values and hyper- when the concentration of mounting above normal.Laboratoryfindings to determine concentration of natrium, chloride and potassium are with ion selective electrode (ISE)method, flame emission spectrophotometry (FES), atomic absorption spectrophotometry, spektrofotometrypursuant to enzyme activation, determine concentration of chloride with titration method of merkurimeter, and withtitration method of colorimetry-amperometry.Keywords: Electrolyte, balance, balance disorder

    Pemeriksaan Laboratorium Cystatin C Untuk Uji Fungsi Ginjal

    Get PDF
    Abstrak Cystatin C merupakan protein berat molekul rendah (13kD) yang disintesis oleh semua sel berinti dan ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia. Cystatin C difiltrasi bebas oleh glomerulus dan tidak disekresi, kemudian direabsorpsi tetapi mengalami katabolisme hampir lengkap oleh sel epitel tubulus proksimal ginjal, sehingga tidak ada yang kembali kedarah, dengan demikian kadarnya dalam darah menggambarkan LFG, sehingga dapat dikatakan CysC merupakan penanda endogen yang mendekati ideal. Pemeriksaan CysC dapat dilakukan untuk menentukan kadar LFG pada neonatus, anak dan dewasa, karena Kadar CysC tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, inflamasi, massa otot, hormonal, dan ras. Pemeriksaan LFG dengan CysC tidak ada variasi diurnal seperti kreatinin, sedangkan variasi biologik lebih baik daripada kreatinin. Penurunan ringan fungsi ginjal lebih cepat terdeteksi oleh CysC daripada kreatinin. Untuk menilai penurunan LFG, nilai sensitivitas, spesifisitas, dan efisiensi diagnostik CysC yang paling baik (98%) didapatkan jika digunakan titik potong batas atas kadar CysC 1,31 mg/l. Pemeriksaaan kadar CysC urine dapat dilakukan untuk mengetahui adanya disfungsi tubulus proksimal. Pemeriksaan CysC dapat dilakukan dengan metode ELISA, PETIA dan PENIA, metode PENIA presisinya lebih baik dan rentang nilai normalnya lebih stabil. Sampel untuk pemeriksaan CysC dapat dipergunakan serum, plasma EDTA dan heparin, urine, serta mulai diteliti penggunaan sampel darah kapiler sehingga dapat digunakan pada pasien yang pengambilan darah vena sulit dilakukan seperti pada bayi dan anak. Kata kunci: Laju filtrasi glomerulus/LFG, Cystatin C/CysC Abstract Cystatin C is a low molecular weight (13kD) protein is synthesized by all nucleated cells and are found in various human body fluid. Cystatin C is freely filtered by the renal glomerulus and not secreted, reabsorbed, but then suffered a nearly complete catabolized by proximal tubular epithelial cells, so that no one returned into the blood, thus describing GFR level in the blood, so it can be said endogenous CysC is marker close to ideal. Serum CysC assay has been introduced as a marker of GFR in children as well as adults. Cys-C levels are independent of age, gender, height and weight, muscle mass, inflamatory condition, hormone and ras. Serum CysC also is a good marker of GFR in neonates. Measurement of GFR with CysC no diurnal variation such as creatinine, whereas the biological variation is better than creatinine.. Mild decrease in renal function detected by CysC faster than creatinine. To assess the reduction in LFG, the sensitivity, specificity, and diagnostic efficiency of the most well CysC (98%) obtained when used above the cut off limit CysC levels of 1.31 mg/l. Urine levels of CysC can be done to determine the presence of proximal tubular dysfunction. Cystatin C examination can be done by ELISA, PETIA and PENIA methods. PENIA method precision is better and more stable range of normal value. Samples for the measurement of CysC can be used by serum, EDTA and heparin plasma, urine, and began to study the use of capillary blood samples that can be used in patient with difficult venous sampling as in infants and children. Keywords: Glomerular filtation rate/GFR, Cystatin C/Cys

    Gambaran Jumlah Trombosit Berdasarkan Berat Ringannya Penyakit pada Pasien Sirosis Hati dengan Perdarahan di RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    Komplikasi yang sering terjadi pada pasien sirosis hati adalah perdarahan yang dapat disebabkan oleh penghancuran sel-sel darah berlebihan sehingga berakibat terhadap penurunan jumlah sel-sel darah termasuk trombosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jumlah trombosit berdasarkan berat ringannya penyakit pada pasien sirosis hati dengan perdarahan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini merupakan studi deskriptif retrospektif. Sampel penelitian berjumlah 78 orang yang merupakan pasien sirosis hati dengan perdarahan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Nilai trombosit yang digunakan adalah nilai trombosit yang diukur menggunakan alat hematology analyzer. Data kemudian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukkan penderita terbanyak sirosis hati dengan perdarahan pada kelompok umur 58 - 63 tahun dan penderita terbanyak adalah laki-laki, yaitu sebanyak 56 (71,8%) orang. Sebanyak 52 (66,7%) penderita sirosis hati dengan perdarahan memiliki jumlah trombosit yang rendah. Klasifikasi penyakit sirosis hati perdarahan Child A sebanyak 11 (14,1%) orang dengan rerata jumlah trombosit 192.181/mm3, Child B sebanyak 32 (41%) orang dengan rerata jumlah trombosit 155.687/mm3, dan Child C sebanyak 35 (44,9%) orang dengan rerata jumlah trombosit 96.485/mm3. Simpulan hasil penelitian ini adalah jumlah trombosit pasien sirosis hati dengan perdarahan semakin menurun sesuai dengan derajat berat ringannya penyakit sirosis hati

    Korelasi Rasio Trigliserida/High Density Lipoprotein dengan HOMA-IR pada Penyandang Obesitas

    Get PDF
    Tujuan: Mengetahui korelasi rasio trigliserida (TG)/high density lipoprotein (HDL) dengan homeostasis model assessment of insulin resistance (HOMA-IR) pada penyandang obesitas.Metode: Penelitian analitik dengan rancangan potong lintang dilakukan terhadap 65 penyandang obesitas (indeks massa tubuh (IMT) ≥ 25,0 kg/m2)  dewasa non-diabetes di RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak Januari hingga September 2022. Pemeriksaan TG menggunakan metode glycerol phosphate oxidase, HDL dengan kolorimetri enzimatik homogen, glukosa dengan heksokinase, dan insulin dengan chemiluminescent microparticle immunoassay. Nilai HOMA-IR dihitung menggunakan kadar glukosa darah puasa (mg/dL) x insulin puasa (µU/mL)/405. Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson, bermakna jika p<0,05.Hasil: Subjek penelitian sebagian besar perempuan (60,0%). Median umur 28 tahun dan rerata IMT 31,9 kg/m2. Median kadar TG 117 mg/dL, HDL 42 mg/dL, glukosa darah puasa 83 mg/dL, insulin puasa 10,6 µU/mL, rasio TG/HDL 2,9, dan HOMA-IR 2,3. Uji korelasi menunjukkan rasio TG/HDL berkorelasi dengan HOMA-IR (r=0,290; p=0,019).Simpulan: Terdapat korelasi positif lemah antara rasio TG/HDL dengan HOMA-IR pada penyandang obesitas. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan merekrut subjek berdasarkan persentase lemak tubuh, derajat dan lama obesitas, aktifitas fisik, dan jenis kelamin

    Profil Penderita Leukemia Mieloblastik Akut di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    Jenis leukemia yang paling umum ditemukan pada orang dewasa adalah leukemia mieloblastik akut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita Leukemia Mieloblastik Akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif yang dilaksanakan pada Februari – Mei 2015. Populasi penelitian ini adalah semua pasien leukemia mieloblastik akut yang dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang antara Januari 2014 sampai Desember 2014. Sampel untuk penelitian ini adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi yaitu berjumlah 35 orang. Data diambil melalui rekam medis dan pengolahan data dilakukan secara manual. Hasil penelitian ditemukan pasien leukemia mieloblastik akut terbanyak pada kelompok umur 20-39 tahun sebanyak 16 orang (45,71%). Berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak ditemukan pada perempuan sebanyak 18 orang (51,43%). Berdasarkan klasifikasi French-American-British (FAB), tipe leukemia mieloblastik akut yang terbanyak yaitu tipe M4 sebanyak 20 orang (57,14%). Sebanyak 17 orang mengalami anemia berat (48,57%). Terdapat 21 orang mengalami hiperleukositosis (60%). Seluruh pasien leukemia mieloblastik akut mengalami trombositopenia (100%). Terdapat 32 orang dengan presentasi blast >30% (91,43%)

    Gambaran Homosistein pada Pasien Infark Miokard Akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    Berbagai faktor risiko baru telah banyak diteliti, termasuk kadar homosistein total dalam darah. Hiperhomosisteinemia terbukti meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular secara independen. Tujuan penelitian adalah mengetahui gambaran homosistein pada pasien infark miokard akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini merupakan studi deskriptif terhadap 24 orang pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi serta melakukan pemeriksaan darah di Laboratorium Sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2016 hingga Agustus 2017. Pemeriksaan kadar homosistein dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dengan metode ELISA. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Subjek penelitian terdiri dari 17 orang laki-laki (70,8%) dan 7 orang perempuan (29,2%). Rerata umur subjek penelitian adalah 56,75(9,34) tahun. Faktor risiko tradisional tertinggi adalah merokok (41,7%). Rerata kadar homosistein subjek penelitian adalah 25,5(13) ÎĽmol/L. Kadar homosistein terbanyak pada pasien IMA adalah hiperhomosisteinemia ringan (54,2%). Kadar homosistein serum pasien IMA di atas batas nilai normal dengan yang terbanyak adalah hiperhomosisteinemia ringan

    Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012

    Get PDF
    Infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C akut bisa bergejala (simptomatik) atau tidak bergejala (asimptomatik). Penderita asimptomatik terdeteksi pada pemeriksaan skrining donor darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi hepatitis B dan hepatitis C positif pada darah donor. Telah dilakukan penelitian deskriptif retrospektif terhadap frekuensi hepatitis B dan hepatitis C positif pada darah donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang tahun 2012. Jumlah donor yang tercatat di Unit Transfusi Darah Cabang Padang mulai dari Januari 2012 sampai Desember 2012 adalah 26.306 donor, terdiri dari 19.949 donor sukarela dan 6.357 donor pengganti. Jumlah total hepatitis B positif yang ditemukan adalah sebanyak 974 donor sedangkan Jumlah total hepatitis C positif yang ditemukan adalah sebanyak 157 donor. Dari seluruh donor yang diperiksa didapatkan secara keseluruhan persentase hepatitis B positif atau reaktif sebesar (3,7%) dan persentase hepatitis C positif atau reaktif (0,6%). Berdasarkan jenis donor didapatkan hepatitis B positif pada donor sukarela adalah 634 (3,2%) sedangkan donor pengganti 340 (5,3%). Untuk hepatitis C, berdasarkan jenis donor didapatkan hepatitis C positif pada donor sukarela adalah 98 (0,5%) sedangkan donor pengganti 59 (0,9%). Secara keseluruhan didapatkan persentase hepatitis B dan hepatitis C positif ditemukan lebih tinggi pada donor pengganti daripada donor sukarela
    corecore