14 research outputs found

    Pengaruh Komposisi Volume Larutan Sintilator pada Pengukuran Aktivitas 90 Sr

    Full text link
    Pemanfaatan teknologi nuklir dalam berbagai bidang baik penelitian maupun industri telah berkembang dengan pesat. Seiring dengan perkembangan pemanfatan teknologi ini menuntut beberapa aspek antara lain aspek pengawasan, aspek hukum, aspek teknis, aspek manajerial/koordinasi dan aspek kelayakan. Pengawasan diperlukan guna melindungi baik pekerja maupun lingkungannya terhadap bahaya yang ditimbulkan. Aspek hukum diperlukan guna memberikan perlindungan ataupun sangsi hukum baik oleh pengusaha/pemanfaat, pekerja, masyarakat sekitar maupun lingkungannya. Aspek koordinasi diperlukan guna melakukan koordinasi dalam masalah administrasi, kerjasama, prosedur, tata tertib, pendidikan dan pelatihan dan lain-lain. Aspek kelayakan diperlukan guna membahas dan mempertimbangan perihal keuntungan dan kerugian dari suatu penggunaan teknologi nuklir tersebut. Aspek teknis diperlukan guna mempersiapkan segi sumber daya manusia, peralatan yang memadai, teknik proses/pengukuran yang diperlukan serta masalah teknis yang diperlukan dalam rangka pengawasan, pengawasan mutu, jaminan kualitas, pengendalian terhadap hal-hal yang dapat timbul, serta penanganan dalam keadaan darurat

    PENGARUH KOMPOSISI VOLUME LARUTAN SINTILATOR PADA PENGUKURAN AKTIVITAS 90 Sr

    Get PDF
    Pemanfaatan teknologi nuklir dalam berbagai bidang baik penelitian maupun industri telah berkembang dengan pesat. Seiring dengan perkembangan pemanfatan teknologi ini menuntut beberapa aspek antara lain aspek pengawasan, aspek hukum, aspek teknis, aspek manajerial/koordinasi dan aspek kelayakan. Pengawasan diperlukan guna melindungi baik pekerja maupun lingkungannya terhadap bahaya yang ditimbulkan. Aspek hukum diperlukan guna memberikan perlindungan ataupun sangsi hukum baik oleh pengusaha/pemanfaat, pekerja, masyarakat sekitar maupun lingkungannya. Aspek koordinasi diperlukan guna melakukan koordinasi dalam masalah administrasi, kerjasama, prosedur, tata tertib, pendidikan dan pelatihan dan lain-lain. Aspek kelayakan diperlukan guna membahas dan mempertimbangan perihal keuntungan dan kerugian dari suatu penggunaan teknologi nuklir tersebut. Aspek teknis diperlukan guna mempersiapkan segi sumber daya manusia, peralatan yang memadai, teknik proses/pengukuran yang diperlukan serta masalah teknis yang diperlukan dalam rangka pengawasan, pengawasan mutu, jaminan kualitas, pengendalian terhadap hal-hal yang dapat timbul, serta penanganan dalam keadaan darurat

    PENGARUH KOMPOSISI VOLUME LARUTAN SINTILATOR PADA PENGUKURAN AKTIVITAS 90 Sr

    Get PDF
    Pemanfaatan teknologi nuklir dalam berbagai bidang baik penelitian maupun industri telah berkembang dengan pesat. Seiring dengan perkembangan pemanfatan teknologi ini menuntut beberapa aspek antara lain aspek pengawasan, aspek hukum, aspek teknis, aspek manajerial/koordinasi dan aspek kelayakan. Pengawasan diperlukan guna melindungi baik pekerja maupun lingkungannya terhadap bahaya yang ditimbulkan. Aspek hukum diperlukan guna memberikan perlindungan ataupun sangsi hukum baik oleh pengusaha/pemanfaat, pekerja, masyarakat sekitar maupun lingkungannya. Aspek koordinasi diperlukan guna melakukan koordinasi dalam masalah administrasi, kerjasama, prosedur, tata tertib, pendidikan dan pelatihan dan lain-lain. Aspek kelayakan diperlukan guna membahas dan mempertimbangan perihal keuntungan dan kerugian dari suatu penggunaan teknologi nuklir tersebut. Aspek teknis diperlukan guna mempersiapkan segi sumber daya manusia, peralatan yang memadai, teknik proses/pengukuran yang diperlukan serta masalah teknis yang diperlukan dalam rangka pengawasan, pengawasan mutu, jaminan kualitas, pengendalian terhadap hal-hal yang dapat timbul, serta penanganan dalam keadaan darurat

    Kendali Kualitas dan Jaminan Kualitas Pesawat Radioterapi Bidikan Baru Laboratorium Metrologi Radiasi

    Full text link
    Salah satu tugas pokok dari Sub Bidang Kalibrasi di Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional adalah melakukan pengukuran luaran berkas radiasi dari pesawat teleterapi yang dipunyai rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Data ini sangat diperlukan sebagai standar dalam melakukan penyinaran terhadap pasien dengan tingkat akurasi tinggi dan tertelusur dalam sistim Internasional. Sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, PP Nomor 63 tahun 2000 (Bab V pasal 30)[1,2], SK Dirjen BATAN No. 84/DJ/VI/1991[3] dan SK Ka. Bapeten No.21/Ka.BAPETEN/XII02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi[4], mengatakan bahwa keluaran sumber radiasi terapi harus dikalibrasi sekurangkurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun oleh Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional. Selain itu dalam pasal 5 (g) SK. Dirjen BATAN No. 84/DJ/VI/1991, dikatakan bahwa luaran sumber radiasi terapi harus diukur oleh pemegang ijin sekurang-kurangnya sekali dalam 1(satu) bulan untuk pesawat sinar-X atau akselerator linier dan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan untuk sumber terapi 60Co atau 137Cs. Tujuan dari pengukuran termaktub dalam pasal 5 (g) adalah sebagai salah satu fungsi kendali kualitas dan jaminan kualitas [5]. Selain itu pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui secara dini tentang kondisi dari pesawat radioterapi tersebut

    KENDALI KUALITAS DAN JAMINAN KUALITAS PESAWAT RADIOTERAPI BIDIKAN BARU LABORATORIUM METROLOGI RADIASI

    Get PDF
    Salah satu tugas pokok dari Sub Bidang Kalibrasi di Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional adalah melakukan pengukuran luaran berkas radiasi dari pesawat teleterapi yang dipunyai rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Data ini sangat diperlukan sebagai standar dalam melakukan penyinaran terhadap pasien dengan tingkat akurasi tinggi dan tertelusur dalam sistim internasional. Sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, PP Nomor 63 tahun 2000 (Bab V pasal 30)[1,2], SK Dirjen BATAN No. 84/DJ/VI/1991[3] dan SK Ka. Bapeten No.21/Ka.BAPETEN/XII02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi[4], mengatakan bahwa keluaran sumber radiasi terapi harus dikalibrasi sekurangkurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun oleh Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional. Selain itu dalam pasal 5 (g) SK. Dirjen BATAN No. 84/DJ/VI/1991, dikatakan bahwa luaran sumber radiasi terapi harus diukur oleh pemegang ijin sekurang-kurangnya sekali dalam 1(satu) bulan untuk pesawat sinar-X atau akselerator linier dan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan untuk sumber terapi 60Co atau 137Cs. Tujuan dari pengukuran termaktub dalam pasal 5 (g) adalah sebagai salah satu fungsi kendali kualitas dan jaminan kualitas [5]. Selain itu pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui secara dini tentang kondisi dari pesawat radioterapi tersebut

    KENDALI KUALITAS DAN JAMINAN KUALITAS PESAWAT RADIOTERAPI BIDIKAN BARU LABORATORIUM METROLOGI RADIASI

    Get PDF
    Salah satu tugas pokok dari Sub Bidang Kalibrasi di Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional adalah melakukan pengukuran luaran berkas radiasi dari pesawat teleterapi yang dipunyai rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Data ini sangat diperlukan sebagai standar dalam melakukan penyinaran terhadap pasien dengan tingkat akurasi tinggi dan tertelusur dalam sistim internasional. Sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, PP Nomor 63 tahun 2000 (Bab V pasal 30)[1,2], SK Dirjen BATAN No. 84/DJ/VI/1991[3] dan SK Ka. Bapeten No.21/Ka.BAPETEN/XII02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi[4], mengatakan bahwa keluaran sumber radiasi terapi harus dikalibrasi sekurangkurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun oleh Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional. Selain itu dalam pasal 5 (g) SK. Dirjen BATAN No. 84/DJ/VI/1991, dikatakan bahwa luaran sumber radiasi terapi harus diukur oleh pemegang ijin sekurang-kurangnya sekali dalam 1(satu) bulan untuk pesawat sinar-X atau akselerator linier dan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan untuk sumber terapi 60Co atau 137Cs. Tujuan dari pengukuran termaktub dalam pasal 5 (g) adalah sebagai salah satu fungsi kendali kualitas dan jaminan kualitas [5]. Selain itu pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui secara dini tentang kondisi dari pesawat radioterapi tersebut

    OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

    Get PDF
    Radioterapi merupakan suatu metode pengobatan penyakit kanker atau tumor yang menggunakan teknik penyinaran dari zat radioaktif maupun radiasi pengion lainnya. Tujuan radioterapi adalah untuk mendapatkan tingkatan sitotoksik radiasi terhadap planning target volume pasien, dengan seminimal mungkin pajanan (exposure) radiasi terhadap jaringan sehat dan di sekitarnya. Pesawat radioterapi adalah pesawat yang digunakan untuk melakukan terapi yang didalamnya terdapat sumber radiasi baik sumber 60Co maupun 137Cs. Dengan keberadaan sumber radiasi tersebut, maka keselamatan baik pekerja maupun pasien memerlukan perhatian yang sangat penting agar tujuan dari penggunaan radioterapi tersebut terwujud tanpa menimbulkan masalah baru. Dewasa ini, lebih dari 18 rumah sakit di Indonesia dengan sekitar 19 pesawat radioterapi 60 Co maupun 137Cs memanfaatkan radioterapi sebagai metode pengobatan penyakit kanker atau tumor. Berdasar pada peraturan yang berlaku di Indonesia, yakni PP Nomor 63 tahun 2000 (Bab V pasal 30)[1], SK Dirjen BATAN No.84/DJ/VI/1991[2] dan SK Ka. Bapeten No.21/Ka. BAPETEN/XII-02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi[3], mengatakan bahwa keluaran sumber radiasi terapi harus dikalibrasi sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun oleh Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional (FKTN). Untuk itu Laboratorium Metrologi Radiasi (LMR) selaku Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional agar dapat memberikan pelayanan yang prima menyangkut masalah kualitas serta aspek keselamatan dari penggunaan dan pemanfaatan metode radioterapi. Aspek keselamatan yang menyangkut penggunaan dan pemanfaatan pesawat radioterapi meliputi keselamatan saat penyinaran terhadap pasien dan pemeliharaannya, serta pada saat pesawat tersebut dikalibrasi oleh FKTN. Aturan keselamatan terhadap fasilitas radioterapi yang menyangkut pasien, pekerja, peralatan dan lingkungan telah tercantum dalam SK Ka. Bapeten No.21/Ka.BAPETEN/XII -02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi[3] dan rekomendasi Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency, IAEA) melalui Basic Safety Standards [4]. Pada tulisan ini akan dipaparkan aspek keselamatan pada saat melakukan kalibrasi terhadap pesawat radioterapi 60Co ataupun 137Cs. Hal ini diperlukan mengingat pekerjaan kalibrasi sangat membutuhkan konsentrasi tinggi dengan rentang waktu yang cukup lama agar tidak menimbulkan masalah terhadap pesawat, pekerja maupun keselamatan lingkungannya. Tujuan dari penulisan ini untuk mendapatkan prosedur baku keselamatan dalam melakukan kalibrasi terhadap pesawat radioterapi 60 Co atau 137Cs sehingga didapatkan optimasi antara aspek keselamatan dan faktor non teknis yang timbul saat melakukan kalibrasi

    OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

    Get PDF
    Radioterapi merupakan suatu metode pengobatan penyakit kanker atau tumor yang menggunakan teknik penyinaran dari zat radioaktif maupun radiasi pengion lainnya. Tujuan radioterapi adalah untuk mendapatkan tingkatan sitotoksik radiasi terhadap planning target volume pasien, dengan seminimal mungkin pajanan (exposure) radiasi terhadap jaringan sehat dan di sekitarnya. Pesawat radioterapi adalah pesawat yang digunakan untuk melakukan terapi yang didalamnya terdapat sumber radiasi baik sumber 60Co maupun 137Cs. Dengan keberadaan sumber radiasi tersebut, maka keselamatan baik pekerja maupun pasien memerlukan perhatian yang sangat penting agar tujuan dari penggunaan radioterapi tersebut terwujud tanpa menimbulkan masalah baru. Dewasa ini, lebih dari 18 rumah sakit di Indonesia dengan sekitar 19 pesawat radioterapi 60 Co maupun 137Cs memanfaatkan radioterapi sebagai metode pengobatan penyakit kanker atau tumor. Berdasar pada peraturan yang berlaku di Indonesia, yakni PP Nomor 63 tahun 2000 (Bab V pasal 30)[1], SK Dirjen BATAN No.84/DJ/VI/1991[2] dan SK Ka. Bapeten No.21/Ka. BAPETEN/XII-02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi[3], mengatakan bahwa keluaran sumber radiasi terapi harus dikalibrasi sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun oleh Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional (FKTN). Untuk itu Laboratorium Metrologi Radiasi (LMR) selaku Fasilitas Kalibrasi Tingkat Nasional agar dapat memberikan pelayanan yang prima menyangkut masalah kualitas serta aspek keselamatan dari penggunaan dan pemanfaatan metode radioterapi. Aspek keselamatan yang menyangkut penggunaan dan pemanfaatan pesawat radioterapi meliputi keselamatan saat penyinaran terhadap pasien dan pemeliharaannya, serta pada saat pesawat tersebut dikalibrasi oleh FKTN. Aturan keselamatan terhadap fasilitas radioterapi yang menyangkut pasien, pekerja, peralatan dan lingkungan telah tercantum dalam SK Ka. Bapeten No.21/Ka.BAPETEN/XII -02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi[3] dan rekomendasi Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency, IAEA) melalui Basic Safety Standards [4]. Pada tulisan ini akan dipaparkan aspek keselamatan pada saat melakukan kalibrasi terhadap pesawat radioterapi 60Co ataupun 137Cs. Hal ini diperlukan mengingat pekerjaan kalibrasi sangat membutuhkan konsentrasi tinggi dengan rentang waktu yang cukup lama agar tidak menimbulkan masalah terhadap pesawat, pekerja maupun keselamatan lingkungannya. Tujuan dari penulisan ini untuk mendapatkan prosedur baku keselamatan dalam melakukan kalibrasi terhadap pesawat radioterapi 60 Co atau 137Cs sehingga didapatkan optimasi antara aspek keselamatan dan faktor non teknis yang timbul saat melakukan kalibrasi
    corecore