The Effect of Dryer Air Temperature on The Moisture Content of Cassava Flour in The Pneumatic Drying Process

Drying method that is applied in flour manufacturing industry, one of which is pneumatic drying. Variable types of both the properties of the dried material and the conditions of the drying process greatly affect the quality of the results of drying. Water content is an important variable in determining the quality of flour. The purpose of this study was to find the effect of drying air temperature on the moisture content of cassava flour under the conditions of the pneumatic drying process. Drying of cassava flour at desiccant air temperatures of 145oC and 160oC with 2 drying cycles produced a moisture content of 11.3 and 8.7% wb and had fulfilled SNI for flour water content, which was a maximum of 12% wb. The higher the temperature of the drying air, the lower the moisture content

PENGARUH KETEBALAN IRISAN KERUPUK SAGU TERHADAP WAKTU PENGERINGAN DAN DAYA KEMBANG KERUPUK

This study aimed to determine the effect of the thickness of the sago cracker slices on the drying time and the ability to swell the crackers in the frying process. The research was started by making sago cracker dough and then sliced ​​with a thickness of 3 mm, 5 mm, and 7 mm. Each slice was then dried in the sun for 27 hours (3 days). The sampling of cracker chips was measured for water content at the 9th hour, 18th hour, and 27th hour. Cracker chips are fried to test their ability to swell. The results showed that the drying time for the thickness of the 3 mm sago cracker slices was the fastest compared to the 5 mm and 7 mm thickness of the sago cracker slices. The thickness of the 3 mm sago cracker slices also has the highest ability to swell compared to the 5 mm and 7 mm thicknesses of the sago cracker slices.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ketebalan irisan kerupuk sagu terhadap waktu pengeringan dan daya kembang kerupuk  pada proses penggorengan. Penelitian diawali dengan membuat adonan kerupuk sagu kemudian diiris dengan ketebalan 3 mm, 5 mm, dan 7 mm. Masing-masing irisan kemudian dikeringkan dengan sinar matahari selama 27 jam (3 hari). Pengambilan sampel chips kerupuk diukur kadar airnya pada jam ke-9, jam ke-18, dan jam ke-27. Chips kerupuk digoreng untuk diuji daya kembangnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu pengeringan ketebalan irisan kerupuk sagu 3 mm paling cepat dibanding ketebalan irisan kerupuk sagu 5 mm dan 7 mm. Ketebalan irisan kerupuk sagu 3 mm juga memiliki daya kembang paling tinggi dibandingkan dengan ketebalan irisan kerupuk sagu 5 mm dan 7 mm

ASESMEN KERUSAKAN MEKANIS SEPANJANG RANTAI PASOK TOMAT DI KABUPATEN MERAUKE

Improper post-harvest handling in the supply chain can cause mechanical damage. This damage happened by the post-harvest processing activities of each supply chain actor. The purpose of this study was to identify the level of losses due to mechanical damage to tomatoes along the supply chain. The method used in this research is the purposive sampling method to determine the pattern of the tomato supply chain and the Snowball sampling method to obtain the next actors. The results obtained in this study are that there are five supply chain patterns in Merauke Regency. The longest tomato supply chain pattern is found in the fourth supply chain pattern, and the shortest pattern is in the III supply chain pattern. Post-harvest handling starts from farmers, collectors, small traders, and consumers. Tomato losses occurred along the supply chain by 9.40%, with details at the farmer level of 2.30%, the collectors by 4.27%, and small traders by 2.83%.Penanganan pascapanen yang kurang tepat pada rantai pasok dapat menyebabkan kerusakan mekanis. Kerusakan ini disebabkan oleh kegiatan proses pascapanen setiap pelaku rantai pasok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat losses akibat kerusakan mekanis pada buah tomat di sepanjang rantai pasok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling untuk menentukan pola rantai pasok tomat dan metode Snowball sampling untuk memperoleh pelaku selanjutnya. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah terdapat 5 pola rantai pasok yang terdapat di Kabupaten Merauke. Pola rantai pasok tomat terpanjang terdapat pada pola rantai pasok ke IV dan pola terpendek tedapat pada pola rantai pasok ke III. Penanganan pascapanen dimulai dari petani, pengepul, pedagang kecil, dan konsumen. Losses tomat terjadi di sepanjang rantai pasok sebesar 9.40% dengan rincian pada tingkat petani sebesar 2.30%, tingkat pengepul sebesar 4.27%, dan tingkat pedagang kecil sebesar 2.83%

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH KULIT KACANG TANAH SKALA PETANI BERLAHAN KECIL

An effort to increase the added value of peanut products in the future requires post-harvest actions to process peanuts into various products, such as Pecel spices, biscuits, salted peanuts, and other products. However, the first step that needs to do is how to make the peeling process of peanuts easier and more efficient. If the shelling process can do with a machine, the productivity of peanut farmers will increase. This machine's calculation and design analysis use the calculation of engine alignment design and theoretical research and engineering design. The technical specifications of this machine design are divided into the hopper, breaking room, frame, dispensing, sieving and driving motor. The working system of this tool uses the principle of pressure and friction on the rotter and the shelling base, the electric motor power used is ½ Hp with the v-belt as the successor of the force. The effective capacity of the peanut peeling machine was 11.25 kg/hour on the ½ stopper variation and 21.4 kg/hour on the ¾ stopper variation. The rendemen obtained was 68.6% on the ½ stopper variation and 69.8% on the ¾ stopper variation.Upaya peningkatan nilai tambah produk kacang tanah ke depan memerlukan tindakan pasca panen berupa pengolahan kacang tanah menjadi berbagai produk, seperti bumbu pecel, biskuit, kacang asin dan produk lainnya. Namun langkah awal yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar proses pengupasan kacang tanah menjadi lebih mudah dan efisien, jika proses pengupasan dapat dilakukan dengan mesin maka produktivitas petani kacang tanah akan meningkat. Perhitungan dan analisis rancang bangun mesin ini menggunakan perhitungan rancang bangun mesin serta analisis teoretis dan rancang bangun. Spesifikasi teknis dari desain mesin ini terbagi menjadi gerong, ruang penghancur, kerangka, pengeluaran, pengayak dan motor penggerak. Sistem kerja dari perancangan alat ini adalah dengan prinsip tekanan dan gesekan pada rotter dan landasan pengupas, daya motor listrik yang digunakan adalah Hp dengan v-belt sebagai penerus daya. Kapasitas efektif mesin pemecah kulit kacang tanah sebesar 11.25 kg/jam pada variasi stopper ½ dan 21.4 kg/jam pada variasi stopper ¾. Rendemen diperoleh sebesar 68.6% pada variasi stopper ½ dan 69.8% pada variasi stopper ¾

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PENGOLAHAN SAGU MENJADI BRIKET SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PADA KELOMPOK TANI DWITRAP DI KAMPUNG TAMBAT KABUPATEN MERAUKE

Industri pengolahan sagu kelompok tani Dwitrap di kampung tambat menghasilkan produk pati sagu/tepung sagu. Selain menghasilkan produk utamanya, pada proses pengolahan sagu juga mengahasilkan hasil samping berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah sagu jika tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak negatif bagi lingkungan. Limbah padat pengolahan sagu berupa ampas dan kulit batang sagu. Limbah padat sagu mengandung serat yang tinggi. Kandungan ini sangat bermanfaat untuk berbagai keperluan seperti pakan ternak, furnitur, sumber energi alternatif biomassa salah satunya briket. Briket limbah padat sagu dapat digunakan masyarakat sebagai bahan bakar memasak dan juga digunakan sebagai media tanam. Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat dari dampak limbah yang ditimbulkan dan memberikan keterampilan memanfaatkan limbah agar menjadi lebih ekonomis. Dengan menggunakan metode sosialisasi tentang dampak limbah sagu dan pelatihan atau praktik secara langsung pembuatan briket arang limbah padat sagu diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya anggota kelompok Tani Dwitrap untuk memanfaatkan limbah sebagai briket untuk membantu meningkatkan ekonomi. Mitra pada kegiatan ini yaitu anggota kelompok Tani Dwitrap Kampung Tambat Distrik Tanah Miring Kabupaten Merauke. Hasil dari kegiatan ini yaitu masyarakat dapat membuat briket dari arang limbah padat sagu. Selain itu terdapat peningkatan knowledge masyarakat tentang pentingnya mengolah limbah sagu dan dampaknya bagi lingkungan. Pemahaman ini penting agar masyarakat timbul kepedulian atas lingkungannya

Design of Manual Rice Planting Tool Tabela Legowo 2:1 System

Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan alat tanam padi manual tabela sistem legowo 2:1. Manfaat penelitian ini adalah untuk membantu petani dapat mempermudah pekerjaan, mempercepat proses tanam dan efektif dalam bercocok tanam padi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan melakukan rancang bangun dan untuk mengetahui kinerja alat tanam padi manual tabela sistem legowo 2:1 dilakukan pengujian alat. Pengujian kerja alat dilakukan di lahan sawah Kampung Urumb Distrik Semangga Kabupaten Merauke. Lahan yang digunakan untuk pengujian alat seluas 792 m². Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali ulangan. Benih yang digunakan saat pengujian sebanyak 3 kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat tanam padi manual tabela sisitem legowo 2:1 dengan menggunakan penggerak tenaga manusia mempunyai spesifikasi: ukuran tinggi alat = 60 cm, lebar alat = 170 cm, samping alat = 120 cm; pipa penampung benih tinggi 25 cm, diameter 4 inch. Hasil pengujian alat tanam padi manual tabela sistem legowo 2:1 memiliki kecepatan rata-rata 0.47 m/s dengan kebutuhan benih sebanyak  37.86 kg/hektarThe aim of the research is to produce a 2:1 Legowo system tablea manual rice planting tool. The benefit of this research is to help farmers make their work easier, speed up the planting process and be effective in cultivating rice. This research used an experimental method by carrying out design and construction and to determine the performance of the 2:1 Legowo system's manual rice planting equipment, the equipment was tested. Testing of tool work was carried out in the rice fields of Urumb Village, Semangga District, Merauke Regency. The land used for equipment testing is 792 m². The test was carried out 10 times. The seeds used during testing were 3 kg. The results of the research show that the 2:1 tabela system manual rice planting tool using human power has the following specifications: height of the tool = 60 cm, width of the tool = 170 cm, side of the tool = 120 cm; seed storage pipe 25 cm high, 4 inch diameter. The test results of the Tabela Legowo 2:1 manual rice planting tool had an average speed of 0.47 m/s with a seed requirement of 37.86 kg/hectare

PENGARUH TINGKAT KETEBALAN PATI SAGU TERHADAP KADAR AIR PADA PROSES PENGERINGAN

The purpose of this study was to determine the effect of differences in the thickness of sago starch on the water content in the drying process. The research method used is an experimental method with a drying temperature treatment of 55oC, 65oC and 75oC for 10 hours. The results showed that the drying time required to reach the SNI standard water content of 13% was at 55°C at 7.5 hours, at 65°C at 7th hour, and at 75°C at 7.5 hours. 5.5th. The moisture content of sago flour after drying for 10 hours at 55°C with a thickness of 5mm, 10m, 15mm was 2.8%, 3.35% and 3.95%, respectively. At 65°C with 5mm, 10m, 15mm resistance respectively 3.78%, 3.89% and 4.73%. Whereas at 75°C with a thickness of 5mm, 10mm, 15mm each of 2.68%, 3.83% and 3.99%.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat ketebalan pati sagu terhadap kadar air pada proses pengeringan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan perlakuan suhu pengeringan 55 o C, 65 o C, dan 75oC selama10 jam. Hasil penelitian bahwa waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air standar SNI sebesar 13% adalah pada pengeringan suhu 55°C pada jam ke- 7.5, pada pengeringan suhu 65°C pada jam ke-7, dan pengeringan suhu 75°C pada jam ke-5.5. Nilai kadar air tepung sagu setelah pengeringan 10 jam pada suhu 55°C dengan ketebalan 5mm, 10m, 15mm masing-masing – masing sebesar 2,8%, 3,35%, dan 3,95%. Pada suhu 65°C dengan kebalan 5mm, 10m, 15mm masing - masing sebesar 3,78%, 3,89%, dan 4,73%. Sedangkan pada suhu 75°C dengan ketebalan 5mm, 10mm, 15mm masing-masing - masing sebesar 2,68%, 3,83% dan 3,99%

ASESMEN TINGKAT KERUSAKAN AKIBAT MIKROORGANISME SEPANJANG RANTAI PASOK BUAH TOMAT DI KABUPATEN MERAUKE

Improper post-harvest handling of tomatoes in the supply chain can cause damage due to microorganisms. This damage has a loss on the post-harvest process of each supply chain actor. The purpose of this study is to identify the degree of damage to tomatoes due to the activity of microorganisms along the supply chain. The method used in this study is the purposive sampling method, which is to determine tomato supply chain patterns, and the Snowball sampling method to obtain the next culprit. The results obtained in this study are that there are 5 supply chain patterns in Merauke Regency. The longest tomato supply chain pattern is found in the supply chain pattern to V and the shortest pattern is in the third supply chain pattern. Post-harvest handling starts from farmers, collectors, small traders to the hands of consumers. Losses on tomatoes occurred along the supply chain by 2.07% with details at the farmer stage of 0.94%, the collector stage by 0.64%, the small trader stage by 0.49%, and the consumer stage by 0%. The isolation results obtained eight types of fungi, namely Rhizoctonia solani (45%), Fusarium sp (23%), Trichoderma sp (14%), Cladosporium sp (8%), Rhizopus (4%), Drechslera sp (2%), Stachybotrys ( 2%), Curvularia sp (2%). Based on the percentage of findings, the fungi that were the main cause of tomato fruit rot were the fungi Rhizoctonia solani and Fusarium sp.Penanganan pascapanen buah tomat yang kurang tepat pada rantai pasok dapat menyebabkan kerusakan akibat mikroorganisme. Kerusakan ini berdampak kehilangan pada proses pascapanen setiap pelaku rantai pasok. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat kehilangan hasil (losses) buah tomat akibat busuk karena mikroorganisme di sepanjang rantai pasok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu untuk menentukan pola rantai pasok tomat dan metode Snowball sampling untuk memperoleh pelaku selanjutnya. Pengamatan laboratorium karantina pertanian untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab penyakit buah tomat dilakukan dengan metode isolasi spora pada media PDA dan pengamatan morfologi cendawan. Hasil yang diperoleh ialah terdapat 5 pola rantai pasok yang terdapat di Kabupaten Merauke. Pola rantai pasok buah tomat terpanjang terdapat pada pola rantai pasok ke V dan pola terpendek tedapat pada pola rantai pasok ke III. Penanganan pascapanen dimulai dari petani, pengepul, pedagang kecil hingga ke tangan konsumen. Losses pada buah tomat terjadi di sepanjang rantai pasok sebesar 2.07%. losses tertinggi terdapat pada tingkat petani sebesar 0.94%, Hasil isolasi cendawan didapatkan delapan jenis cendawan yaitu Rhizoctonia solani (45%), Fusarium sp (23%), Trichoderma sp (14%), Cladosporium sp (8%), Rhizopus sp (4%), Drechslera sp (2%), Stachybotrys (2%), Curvularia sp (2%). Berdasarkan persentase temuan, cendawan yang merupakan penyebab utama busuk buah tomat yaitu cendawan Rhizoctonia solani dan Fusarium sp

RANCANG BANGUN ALAT PRESS TEPUNG SAGU

The purpose of this research is to design a press machine for sago flour that is in accordance with the demand for efficient sago flour production in terms of energy and time without reducing the quality of the sago flour. This research consists of; preparation stage (tool designs, proposal, provision of tools and materials includes sago flour). The second stage is making a sago flour press machine. The last stage is testing the machine, taking sago flour sample data to see the water content of sago flour and pressing time, and calculating the performance of the sago flour press on the water content of the sago flour produced. This manual sago flour press tool uses the method of a screwed iron sideways (horizontally). Based on the research, the following results were obtained: a press with a box frame with size of 50 x 50 cm, a frame leg height of 30 cm, a press plate thickness of 2 cm, a large iron tray hole with  3 cm of length and 0.5 cm of width can reduce the average content water content of 20 kg sago flour as much as 38.28% for 10 minutes. The average water content of sago flour produced after the pressing process is 22.30%. From the results obtained, this manual sago flour press can work well during the pressing process and can reduce the water content of sago flour efficiently in terms of energy and time without damaging the sago flour.Tujuan penelitian ini adalah merancang alat press tepung sagu yang sesuai dengan permintaan produksi tepung sagu yang efisien dari sisi tenaga dan waktu tanpa mengurangi kualitas tepung sagu tersebut. Metode dalam penelitian ini  terdiri dari; tahap persiapan (perancangan dan desain alat, pembuatan proposal, penyediaan alat dan bahan serta sampel tepung sagu). Tahap kedua yaitu pembuatan alat press tepung sagu. Tahap terakhir adalah pengujian alat press, pengambilan data sampel tepung sagu untuk melihat kadar air tepung sagu dan waktu pengepressan, serta menghitung kinerja alat press tepung sagu terhadap kadar air tepung sagu yang dihasilkan. Alat press tepung sagu manual menggunakan metode bantuan besi ulir secara menyamping (horizontal). Berdasarkan penelitian  yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut: alat press dengan ukuran rangka box press 50 x 50 cm, tinggi kaki rangka 30cm, tebal besi plat press 2cm, besar lubang besi tray panjang 3 cm lebar 0,5 cm mampu menurunkan rata – rata kandungan kadar air dari tepung sagu 20 kg sebanyak 38,28 % selama 10 menit. Rata -rata kadar air tepung sagu yang dihasilkan setelah proses pengepressan adalah sebesar 22,30%. Dari hasil – hasil yang telah diperoleh maka alat press tepung sagu manual ini dapat bekerja dengan baik selama proses pengepressan dan dapat menurunkan kadar air dari tepung sagu secara efisien dari sisi tenaga dan waktu tanpa merusak tepung sagu tersebut

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG PAKAN TERNAK BABI DENGAN MENGGUNAKAN PENGGERAK MOTOR LISTRIK

The aim of the research is to produce a pig feed cutting machine with an electric motor drive. This study used an experimental method by making and testing pig feed cutting tools with one type of blade using an electric motor drive. The materials used in testing the tool were water spinaches, sweet potato leaves, and banana stems. The calculations performed are the effective capacity of the tool and the efficiency of the tool. Tests were carried out on 3 types of feed ingredients, each of which was repeated 3 times with an electric motor rotation of 1400 rpm. The results showed that the pig feed cutting machine with an electric motor had the specifications: overall height 110 cm, front width 45 cm, side width 50 cm side inlet funnel height 17 cm and width 10 cm, funnel bottom exit height 23 cm and width 17 cm, the width of the electric motor mount is 45 cm and the length is 28 cm. The cutting blade uses a grass cutter blade with a blade length of 305 mm and a blade thickness of 1.6 mm. The effective capacity of the tool for cutting water spinaches (162 kg/hour), sweet potato leaves (162 kg/hour), banana stem (163.8 kg/hour). The efficiency of the tool for cutting kale and sweet potato leaves was the same, namely 90%, while the efficiency of the tool for cutting banana stems was 91.1%.Tujuan penelitian adalah menghasilkan mesin pemotong pakan ternak babi dengan penggerak motor listrik. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan membuat dan melakukan uji alat pemotong pakan ternak babi dengan satu jenis mata pisau menggunakan penggerak motor listrik. Bahan yang digunakan pada pengujian alat adalah kangkung, daun ubi jalar, dan batang pisang. Perhitungan yang dilakukan adalah kapasitas efektif alat dan efisiensi alat. Pengujian dilakukan terhadap 3 macam bahan pakan yang masing-masing diulang sebanyak 3 kali  dengan putaran motor listrik 1400 rpm. Hasil penelitian menunjukan bahwa mesin pemotong pakan ternak babi dengan penggerak motor listrik mempunyai spesifikasi: tinggi keseluruhan 110 cm, lebar depan 45 cm, lebar samping 50 cm tinggi corong pemasukan samping 17 cm dan lebar 10 cm, tinggi corong keluar bagian bawah 23 cm dan lebar 17 cm, lebar dudukan motor listrik 45 cm dan panjang 28 cm. Mata pisau pemotong menggunakan pisau pemotong rumput dengan panjang pisau 305 mm dan ketebalan pisau 1,6 mm. Kapasitas efektif alat untuk pengujian pemotongan kangkung (162 kg/jam), daun ubi jalar (162 kg/jam), batang pisang (163.8 kg/jam). Efisiensi alat pada pengujian pemotongan kangkung maupun daun ubi jalar sama yaitu 90%, sedangkan efisiensi alat pada pengujian pemotongan batang pisang sebesar 91.1%