25 research outputs found

    Weed Communities on Monoculture and Intercropping Cultivation Techniques

    Full text link
    Monoculture and intercropping systems are techniques of controlling weeds in technical culture (ecology). Change in cropping system from monoculture to intercropping may affect the growth of weed species which cause different interaction between weed and plant competition. This research aimed to determine the composition of the weed community on the cultivation of monoculture and intercropping systems between maize, peanuts and cowpea. Treatment tested were G0= without crops (weedy), G1 = maize with planting distance of 80 x 25 cm, G2= maize with planting distance of 100 x 25 cm, G3 = maize with planting distance of 80 x 25 cm (+3 row of peanut), G4 = maize with planting distance of 100 x 25 cm (+ 4 row of peanut), G5= maize with planting distance of 80 x 25 cm (+3 row of cowpea), G6 = maize with planting distance of 100 x 25 cm (+ 4 row of cowpea), G7 = peanut with planting distance of 25 x 25 cm, and G8 = cowpea with planting distance of 25 x 25 cm. The results showed that based on Sum Dominance Ratio (SDR) analysis, the weeds in this study consisted of 17 species, i.e. 11 species of broadleaf weeds, 3 species of sedges weeds, and 3 species of grasses weeds. The intercropping system of maize with planting distance of 100 x 25 cm (+ 4 rows of cowpea) gave lower weed communities than the other treatments. Coefficient Community (C) that ranged from 4.54 to14.64 showed differences of weeds and weed communities when the coefficient was under 75% or communities weed species had equality species in the community compared. Shannon-Wienner Index (H\u27) showed the diversity of weed communities the H\u27 value ranged between 1.29 and 2.18. Weed control in intercropping system with cowpea reduced weed dry weight. While intercropping systems of G3, G4, G5 and G6 suppressed weed dry weight by 15.38, 27.69, 55.38, and 53.85% compared with G2, respectively

    Kompetisi Gulma Kremah (Alternanthera Sessilis) Dengan Tanaman Kubis Bunga (Brassica Oleraceae Var. Botrytis L.) Pada Berbagai Tingkat Pemupukan Nitrogen

    Get PDF
    Masalah yang sering muncul dalam kegiatan budidaya yaitu keberadaan gulma yang tumbuh di area tanaman budidaya. Salah satu gulma yang mendominasi di area tumbuh tanaman kubis bunga yaitu gulma kremah. Keberadaan gulma kremah di area tanaman kubis bunga dapat menyebabkan kompetisi nutrisi terutama unsur nitrogen. Peningkatan dosis pupuk nitrogen pada tanaman kubis bunga dapat dilakukan sebagai salah satu metode pengendalian gulma kremah yang hidup berdampingan dengan tanaman kubis bunga. Tujuan dari penelitian untuk mempelajari kemampuan bersaing tanaman kubis bunga dengan gulma kremah pada berbagai tingkat pemupukan nitrogen. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kalimanis, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar dengan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan ulangan 3 kali. Faktor pertama populasi gulma dengan taraf K0 = 0 tumbuhan m-2, K45 = 45 tumbuhan m-2, K90 = 90 tumbuhan m-2 dan K135 = 135 tumbuhan m-2 faktor ke dua dosis pupuk niterogen dengan taraf N35 = 35 kg N ha-1 N70 = 70 kg N ha-1 dan N105 = 105 kg N ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetisi tanaman kubis bunga dan gulma kremah terjadi pada umur pengamatan 20 hst. Penambahan dosis pupuk nitrogen 35 kg N ha-1 hingga 105 kg N ha-1 mampu meningkatkan competitive ability tanaman kubis bunga sebesar 12,19 %. Pemupukan nitroegen yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis bunga 105 kg N ha-1 dan populasi gulma kremah yang sesuai untuk pertumbuhan dan hasil tanaman kubis bunga adalah 0 tumbuhan m-2 hingga 45 tumbuhan m-2

    Kajian Jenis Dan Bagian Sulur Pada Pertumbuhan Stek Cabe Jamu (Piper Retrofractum Vahl.)

    Get PDF
    Produksi tanaman cabe jamu (Piper retrofractum Vahl.) di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan potensi produksinya. Potensi produksi tanaman cabe jamu pada tahun 2012 sebesar 3,45 ton ha-1, sedangkan rata-rata produksi masih mencapai 0,47 ton ha-1 (Direktorat Jendral Perkebunan, 2013). Rata-rata produksi yang rendah dan kegiatan eks-plorasi yang dilakukan menjadikan komoditas ini memiliki peluang yang cukup bagus untuk dikembangkan di Indonesia. Kegiatan eksplorasi tanpa adanya budidaya secara intensif dapat mengakibatkan ke-punahan. Keberhasilan budidaya ditentukan oleh bahan tanam. Tanaman cabe jamu biasa diperbanyak dengan stek sulur, yaitu sulur panjat dan sulur tanah. Bahan tanam yang digunakan, masing-masing memiliki keunggulan yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan awal tanaman. Penelitian bertujuan untuk (1) mem-bandingkan pertumbuhan stek tanaman cabe jamu yang berasal dari sulur panjat dan tanah serta bagian sulur yang berbeda dan (2) mendapatkan bahan tanam cabe jamu yang unggul (daya hidup tinggi dan cepat tumbuh). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2014, di Desa Banjarsari, Selorejo Blitar. Penelitian meng-gunakan rancangan acak kelompok (RAK), yang di-ulang 4 kali. Hasil penelitian me-nunjukkan bahwa bahan tanam yang di-gunakan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Stek sulur tanah menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan stek sulur panjat yang ditunjukkan oleh persentase tanaman hidup, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar. Sulur tanah bagian tengah (STT) dan atas (STA) menunjukkan pertumbuhan paling cepat. Sulur tanah bagian tengah (STT) me-nunjukkan pertumbuhan lebih cepat pada persentase tanaman hidup. Sulur tanah bagian atas (STA) menunjukkan jumlah daun lebih banyak

    Uji Potensi Hasil 12 Galur Padi (Oryza Sativa L.) Hibrida Pada Dataran Medium Dengan Ketinggian 505 Mdpl

    Get PDF
    Padi (Oryza sativa L.) merupakan sumber makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Kebutuhan beras dalam negeri masih terus meningkat seiring dengan pe-ningkatan jumlah penduduk dan tingkat konsumsi yang masih tinggi. Salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah produksi dan memperbaiki rata-rata jumlah produksi dalam suatu kawasan adalah melalui per-baikan mutu dan produktifitas tanaman dengan teknologi hibrida. Tujuan penelitan mempelajari karakter hasil dan komponen hasil 12 galur padi hibrida baru dan mem-pelajari potensi hasil 12 galur padi hibrida baru dibandingkan kontrol. Penelitian di-lakukan pada bulan Juli sampai September 2013 di Malang. Penelitian ini meng-gunakan Rancangan Acak Kelompok deng-an 3 kali ulangan, setiap perlakuan di-tanam dalam plot dengan ukuran 4 x 5 m dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Pengamatan dilakukan pada karakter kuantitatif, tinggi ta-naman, jumlah anakan produktif per rumpun, umur bunga, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, berat 1000 biji gabah dan hasil gabah kg ha-1. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis de-ngan menggunakan analisis sidik ragam (uji F) dengan taraf 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan, jika terdapat beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT de-ngan taraf 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada uji 11 galur dan satu varietas lokal sebagai pembanding, umur tanaman galur M3 lebih genjah dibandingkan dengan varietas Ciherang. Galur M5 memiliki hasil per satuan luas (t ha-1) lebih tinggi 6.12 % dibandingkan dengan varietas ciherang

    Yield Response of Ten Varieties of Sweet Potato (Ipomoea Batatas L.) Cultivated on Dryland in Rainy Season

    Full text link
    Sweet potato is a tuber commodity and one of alternative crops in Indonesia. The demand of sweet potato in Indonesia continues to increase. However, the supply of sweet potatoes for consumption estimated is 2020 in Indonesia will be deficit. Low production of sweet potato is basically due to the decrease of land area as cultivation production and also sweet potatoes have a low yield when planted in rainy season. Based on the high utilization of sweet potato make demand for this commodities continues to increase.Therefore, several strategies to increase crop yields of sweet potato needs to be done. This study aimed to elucidate various sweet potato varieties that can cultivated on dry land in the rainy season. This study was conducted from November 2016 until March 2017 using a randomized block design with treatments of ten varieties of sweet potato consisting of (V1) Papua Solossa variety, (V2) Jago variety, (V3) Kidal variety, (V4) Antin-1variety, (V5) Sari variety, (V6) Sawentar variety, (V7) Beta-2variety, (V8) Antin-2variety, (V9) Antin-3 variety, (V10) Beta-1variety. The results showed different responses of each variety.The vegetative growth was high as shown by the LAI value of 7.23 at 90 days after planting. In conclusion, the sweet potato leaves had to be prune to boost the agronomic yield. Yields of ten varieties of sweet potato crops ranged from 8.86 to 44.76 t/ha. Some varieties such as Sari, Papua Salosa and Beta-2 varieties showed high yield although they were planted in moorland conditions in the rainy season

    Pengaruh Umur Panen Terhadap Rendemen Dan Kualitas Minyak Atsiri Tanaman Nilam (Pogostemon Cablin Benth.)

    Get PDF
    Tanaman nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang dapat menyumbang devisa lebih dari 50 % dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Minyak nilam bersifat fixatif (pengikat) sehingga mempunyai peluang yang baik karena belum ada produk substitusinya. Peningkat-an jumlah penduduk mempengaruhi permintaan minyak nilam, akan tetapi lahan budidaya nilam semakin menurun. Di Indonesia tanaman nilam memiliki rendemen dan kualitas minyak yang bervariasi, sehingga diperlukan teknik budidaya tanaman nilam yang tepat. Umur panen berhubungan erat dengan fase pertumbuhan tanaman yang mencerminkan tingkat kematangan fisiologis tanaman, dan mempunyai relevansi kuat dengan produksi dan kandungan yang ada dalam tanaman. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari umur panen yang tepat terhadap rendemen dan mutu minyak tanaman nilam ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 – Maret 2012 di Tempeh – Lumajang. Penelitian ini menggunakan RAK yang terdiri atas 6 perlakuan dan 4 ulangan, yaitu: P1 : 4 bst + 4 bsp; P2 : 5 bst + 3 bsp; P3 : 6 bst + 2 bsp; P4 : 7 bst + 1 bsp; dan P5 : 8 bst (bulan setelah tanam/panen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan dan hasil tanaman nilam. Melalui uji Kromatografi Gas Spektrometer Masa minyak nilam memiliki kadar patchouli alkohol 18.40 – 22.40 %. Sedangkan indeks bias memiliki kisaran 1.5042 – 1.5075 dan berat jenis 0.951 – 0.995 g/ml Analisi R/C rasio menunjukkan bahwa P1 adalah perlakuan yang paling optimal, dilihat dari hasil penjualan bahan basah, bahan kering maupun minyak nilam yang masing-masing memiliki nilai R/C rasio 2.34, 2.77 dan 3.58

    Dinamika Perubahan Komposisi Gulma Pada Tanaman Tebu Keprasan Di Lahan Sistem Reynoso Dan Tegalan

    Get PDF
    Gulma adalah komponen yang tetap pada agroekosistem. Penelitian ini dilakukan un-tuk mempelajari Perubahan komposisi gul-ma pada tanaman tebu keprasan di lahan sistem reynoso dan tegalan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2014 di Desa Legundi, Kecamatan Karang Jati, Kabupaten Ngawi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 35 spesies gulma yang ada di lahan sistem reynoso. Gulma yang mendominasi di lahan sistem reynoso adalah Chromolaena odorata (kirinyu), Ipomoea triloba (rayutan), Cayratia trifolia (galing-galing) dan Phyllanthus niruri (meniran). Gulma yang tersusun di lahan tegalan terdapat 33 spesies. Gulma yang mendominasi di lahan tegalan adalah Digitaria sanguinalis (jam-pang piit), Brachiaria distachya (gajihan) dan Ageratum conyzoides (wedusan). Nilai Indeks Shanon-Wienner berkisar antara 2,66-3,20 yang berarti tingkat keaneka-ragaman gulma pada lahan penelitian tergolong dalam kategori sedang. Nilai Indeks Simpson berkisar antara 0,05-0,13 yang berarti struktur komunitas dalam keadaan stabil dan tidak terjadi dominasi individu spesies gulma pada lahan penelitian. Nilai Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lahan penelitian berkisar antara 0,00-12,28. Pola sebaran gulma di lahan sistem reynoso cenderung berkelompok dan merata, sedangkan di lahan tegalan gulma cenderung memiliki pola sebaran berkelompok

    Pengaruh Pupuk Kandang Sapi Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Terong (Solanum Melongena L) Pada Pola Tanam Tumpangsari Dengan Rumput Gajah (Penisetum Purpureum) Tanaman Pertama

    Get PDF
    Limbah peternakan yang semakin meningkat perlu dimanfaatkan sebagai pupuk kandang sapi untuk tanaman pakan ternak rumput gajah dengan sayuran terong dan dibutuhkan penanaman tumpangsari agar hasilnya lebih optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi pola tanam tumpangsari dengan pemberian dosis pupuk kandang sapi yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman terong dan rumput gajah tanaman pertama pada lahan yang sudah pernah terkena limbah peternakan sapi. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 2012 yang bertempat di lahan PT. Green Field (Farm and Milk Product) di Ngajum Malang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) diulang 3 kali, perlakuan-perlakuan tersebut adalah: P0: Terong monokultur+pupuk NPK, J1P1: tumpangsari barisan tunggal + Pupuk kandang sapi 5 t Ha-1, J1P2: Tumpangsari barisan tunggal + Pupuk kandang sapi 10 t Ha-1, J1P3: tumpangsari barisan tunggal + Pupuk kandang sapi 15 t Ha-1, J1P4: tumpangsari barisan tunggal + Pupuk kandang sapi 20 t Ha-1, J2P1: tumpangsari barisan ganda + Pupuk kandang sapi 5 t Ha-1, J2P2: tumpangsari barisan ganda + Pupuk kandang sapi 10 t Ha-1, J2P3: tumpangsari barisan ganda + Pupuk kandang sapi 15 t Ha-1, J2P4: tumpangsari barisan ganda + Pupuk kandang sapi 20 t Ha-1. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi kandang sapi yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata, perlakuan kombinasi terbaik pada pengamatan pertumbuhan tanaman juga hasil panen didapatkan pada perlakuan tumpangsari barisan ganda dengan pemberian dosis pupuk kandang sapi 5 ha-1, begitu juga dengan hasil keuntungan ekonomi

    Respon Dua Kultivar Tanaman Krisan (Chrysanthemum Morifolium) Pada Berbagai Lama Penambahan Cahaya Buatan

    Get PDF
    Krisan (Chrysanthemum morifolium) adalah tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan potensial dikembang-kan. Kualitas bunga krisan yang tidak sesuai standar pemasaran mengakibatkan harga krisan menurun. Krisan bukan tanam-an asli Indosesia sehingga untuk mening-katkan kualitas bunga diperlukan penyi-naran tambahan. Penambahan cahaya buatan yang terlalu lama akan menambah biaya produksi, sedangkan jika kurang mengakibatkan pertumbuhan krisan kurang optimal dan mempengaruhi kualitas bunga. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon pertumbuhan, pembungaan dan kualitas bunga dua kultivar krisan pada berbagai lama penambahan cahaya buatan sehingga didapatkan lama penambahan cahaya buatan yang tepat untuk budidaya tanaman krisan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Maret 2013 di desa Junggo, Kota Batu dengan ketinggian 1400 m dpl. Penanaman dilakukan di dalam greenhouse dengan atap berbahan plastik UV. Rancangan per-cobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi. Sebagai petak utama adalah lama penambahan cahaya buatan meliputi tanpa penambahan cahaya, penyinaran 2, 3, 4 dan 5 jam. Sebagai anak petak adalah kultivar yaitu White Fiji dan Yellow Fiji. Kultivar White Fiji dan Yellow Fiji mempu-nyai respon yang sama terhadap lama penambahan cahaya buatan sehingga tidak terdapat perbedaan nyata pada semua pa-rameter yang diamati. Penambahan cahaya buatan meningkatkan panjang tangkai bu-nga yang sama panjang pada perlakuan 4 dan 5 jam yaitu masing-masing sebesar 54,82% dan 55,46%, dan lebih tinggi diban-dingkan penambahan cahaya buatan 2 dan 3 jam yang hanya meningkatkan panjang tangkai masing-masing sebesar 43,81% dan 51,02%
    corecore