31 research outputs found

    Development of Sustainable Cultural Landscapes in West Kalimantan

    Full text link
    This research focuses on investigating West Kalimantan\u27s traditional landscapes, shifting cultivation pattern, and comparing the forest dependency of several ethnic groups. After conducting remote sensing and geographical information system techniques based on the satellite images LANDSAT-TM in West Kalimantan from 1996 to 2006, the decrease of primary dry tropical forest from 36.4% to 15.9% and a little increase of agriculture land from 44.8% to 45.1% were detected. West Kalimantan\u27s traditional landscape is a combination of primary forest, shifting dry rice-field, rubber plantation, fruits garden and home garden, meanwhile new landscape managed by migrants mainly consist of permanent wet land rice-field, dry land rice, and crop fields. The decreasing forest area forces the native people to shorten the shifting cultivation cycle or to turn to permanent agriculture with the low yield. This situation is the result in the more primary forest clearing for agriculture USAge by native people and migrants. It is clear that the traditional landscape of West Kalimantan is particularly dependent upon its most vital element, the forest. Yet, traditional landscape representing the regeneration cycle of forest in West Kalimantan was constrained by changes in managed and modern landscape

    Pengaruh Pemberian Pyraclostrobin Terhadap Efisiensi Pupuk Nitrogen Dan Kualitas Hasil Tanaman Jagung (Zea Mays L.)

    Full text link
    Jagung adalah tanaman komoditas utama di Indonesia sebagai bahan baku makanan dan pakan. Pyraclostrobin adalah salah satu fungisida yang diasumsikan memberi efek untuk meningkatkan efisiensi nitrogen dalam tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektifitas Pyraclostrobin dalam meningkatakan amilosa pada biji jagung. Perlakuan kombinasi nitrogen dan pyraclostrobin menunjukkan perbedaan yang signifikan untuk semua parameter. Tetapi perlakuan ini tidak signifikan pada parameter umur berbunga betina dan jantan, umur bertongkol, berat biji dan kandungan amilosa. Namun khususnya pada pemberian 400 ppm pyraclostrobin memberikan hasil yang berbeda nyata dengan control. Sedangkan aplikasi nitrogen tidak berbeda nyata terhadap parameter pertumbuhan dan produksi. Namun, perlakuan ini menunjukkan berbeda nyata pada kandungan amilosa seiring dengan peningkatan dosis nitrogen 0 kg ha-1, 40 kg ha-1, 120 kg ha-1 dan 160 kg ha-1

    Floral Stimulation and Behavior of Insect Pollinators Affected by Pyraclostrobin on Arabica Coffee

    Full text link
    Coffee is the most valuable traded commodity after oil. On coffee, bees act to support a pollination that is shown by the number of harvested berries. This research aimed to evaluate the use of pyraclostrobin on flowering stage and insect pollinators on Arabica Coffee. Experiment was conducted in Kalisat Coffee Farm, Jampit, Bondowoso, ca. 1600 meters after sea level from October 2013 to April 2014. Randomized Block Design was adopted in this experiment. Three doses of pyraclostrobin and control were used as treatments such as 1.0, 1.5 and 2.0 cc L-1 of pyraclostrobin, and repeated three times. Percentage of fallen flower, fruiting stage, fruit production, frequency of bee`s visitation, and bee`s behavior was observed as variables in this experiment. Results showed that 1) percentage of fallen flowers was reduced by applying pyraclostrobin at 1.5 and 2.0 cc L-1 up to 50 % compared to control, 2) flowering rate was faster than control at 1.5 and 2.0 cc L-1 of pyraclostrobin, 3) application of 1.5 – 2.0 cc L-1 of pyraclostrobin increased the number of young fruits and pinheads, and 4) pollinators preferred to visit flowers of coffee trees which sprayed by pyraclostrobin than control treatment especially Apis mellifera

    Studi Pemberian Air Dan Tingkat Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Cabe Jamu (Piper Retrofractum Vahl.)

    Get PDF
    Prospek pengembangan cabe jamu (Piper retroractum Vahl.) cukup cerah sejalan dengan perkembangan industri obat tradisional. Namun prospek tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas karena penerapan tehnik budidaya yang belum berpedoman pada standar Good Agricultural Practice (GAP). Cabe jamu biasanya diperbanyak secara vegetatif de-ngan cara stek, bahan stek diambil dari sulur panjat. Tingkat keberhasilan stek cabe jamu perlu didukung oleh faktor pendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu air dan cahaya matahari. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh ting-kat pemberian air dan naungan terhadap pertumbuhan bibit tanaman cabe jamu. Penelitian dilaksanakan di Desa Permanu, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi yang diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan pemberian air mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabe jamu secara terpisah atau tidak memberi pengaruh secara bersamaan. Naungan 58% – 78% mampu meningkatkan luas daun dan berat kering total tanaman. Pemberian air 100% - 80% kapasitas lapang menunjukkan hasil terbaik pada peubah tinggi tanaman, berat kering total ta-naman dan persentase keberhasilan stek. Sedangkan pemberian air 60% kapasitas lapang menunjukkan hasil terbaik pada pe-ubah luas daun. Penggunaan naungan 58% – 78% dengan pemberian air 100% – 80% kapasitas lapang dapat digunakan dalam budidaya pembibitan tanaman cabe jamu. Keseragaman bahan stek dan pemelihara-an harus menjadi perhatian, terutama pe-meliharaan lingkungan tumbuh agar tanam-an tumbuh optimum

    Dinamika Perubahan Komposisi Gulma Pada Tanaman Tebu Keprasan Di Lahan Sistem Reynoso Dan Tegalan

    Get PDF
    Gulma adalah komponen yang tetap pada agroekosistem. Penelitian ini dilakukan un-tuk mempelajari Perubahan komposisi gul-ma pada tanaman tebu keprasan di lahan sistem reynoso dan tegalan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2014 di Desa Legundi, Kecamatan Karang Jati, Kabupaten Ngawi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 35 spesies gulma yang ada di lahan sistem reynoso. Gulma yang mendominasi di lahan sistem reynoso adalah Chromolaena odorata (kirinyu), Ipomoea triloba (rayutan), Cayratia trifolia (galing-galing) dan Phyllanthus niruri (meniran). Gulma yang tersusun di lahan tegalan terdapat 33 spesies. Gulma yang mendominasi di lahan tegalan adalah Digitaria sanguinalis (jam-pang piit), Brachiaria distachya (gajihan) dan Ageratum conyzoides (wedusan). Nilai Indeks Shanon-Wienner berkisar antara 2,66-3,20 yang berarti tingkat keaneka-ragaman gulma pada lahan penelitian tergolong dalam kategori sedang. Nilai Indeks Simpson berkisar antara 0,05-0,13 yang berarti struktur komunitas dalam keadaan stabil dan tidak terjadi dominasi individu spesies gulma pada lahan penelitian. Nilai Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lahan penelitian berkisar antara 0,00-12,28. Pola sebaran gulma di lahan sistem reynoso cenderung berkelompok dan merata, sedangkan di lahan tegalan gulma cenderung memiliki pola sebaran berkelompok

    Tanaman Kangkung Darat (Ipomea Reptans Poir) Sebagai Fitoremediator Lumpur Sidoarjo

    Full text link
    Fitoremediasi dengan menggunakan tanaman kangkung darat adalah salah satu cara yang ramah lingkungan untuk mengurangi jumlah logam dalam lumpur Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman kangkung darat sebagai tanaman fitoremidiator dan untuk mengetahui pengaruh hasil tanaman kangkung darat sebagai fitoremediator lumpur Sidoarjo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April–Mei 2014 di Desa Pilang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kangkung darat varietas lokal, lumpur Sidoarjo, tanah, dan pupuk kandang kotoran ayam. Metode perlakuan menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 9 perlakuan yang diulang 3 kali. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (Uji F) dan dilanjutkan dengan uji perbandingan menggunakan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa Tanaman kangkung darat berpotensi sebagai fitoremidiator endapan lumpur Sidoarjo dengan kemampuan menyerap logam berat Fe 13,9% dan Al 11%. Tanaman kangkung yang ditanam pada media lumpur Sidoarjo akan menyerap logam dan menghasilkan bobot tanaman terendah 5,07 g/tanaman. Pemberian media tambahan tanah dan pupuk kandang pada media lumpur Sidoarjo dengan perbandingan (0,5:0,5:1) dapat menurunkan serapan logam dan mampu meningkatkan hasil tanaman hingga 16,63 g/tanaman dengan Al 0% Al dan Fe 6,88%, dibandingkan media lumpur Sidoarjo sebesar 8,37 g/tanaman dengan Fe 13,9% dan Al 11%. Tanaman kangkung darat yang dibudidayakan di sekitar lumpur Sidoarjo sebaiknya tidak dikonsumsi karena kandungan Fe dan Al yang lebih tinggi dari batas keamanan pangan untuk konsumsi sebesar Fe 1 ppm dan Al 1 ppm

    Studi Hutan Kota sebagai Penyedia Jasa Lingkungan pada Musim Hujan di Kota Malang

    Get PDF
    Malang merupakan kota yang identik dengan dingin. Dengan bertambahnya jumlah manusia menyebabkan banyak lokasi Ruang Terbuka Hijau yang mulai dialih fungsikan. Hutan kota yang berada di kota Malang memiliki banyak potensi alam yang berfungsi sebagai daerah penyangga, dan sebagai wadah ekosistem flora dan fauna yang dilindungi (Departemen Kehutanan, 2010). Penggunaan serangga sebagai bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999). Penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai dengan Februari 2015 di Hutan Malabar dan Taman Kota Jalan Jakarta kota Malang. Setiap lokasi pengamatan dibagi menjadi 4 kuadran. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada Hutan Kota Malabar memiliki jasa lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan Taman Kota Jalan Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari jenis vegetasi yang lebih beragam 60 untuk Hutan Kota Malabar dan 40 untuk Taman Kota Jalan Jakarta. Beragamanya jenis vegetasi menyebabkan suhu yang berada pada Hutan Kota Malabar menjadi rendah sehingga menghasilkan kondisi yang lebih sejuk. Jika dibandingkan dengan data BMKG kota Malang, Hutan Kota kota Malabar memiliki suhu yang lebih rendah, hal ini berarti kandungan O2 pada Hutan Kota Malabar lebih tinggi. Banyaknya pohon yang berbatang besar juga membuat penyerapan air pada musim hujan tinggi sehingga tidak terjadi banjir. Jasa lingkungan lain yang diberikan Hutan Kota Malabar adalah dengan memberikan tempat yang sesuai untuk perkembangbiakan serangga arboreal

    Pengaruh Asal Bibit Bud Chip Terhadap Fase Vegetatif Tiga Varietas Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.)

    Full text link
    Permasalahan yang sering timbul pada rendahnya produksi gula dalam negeri antara lain dari segi budidaya tebu, diantaranya penyiapan bibit dan kualitas bibit. Teknik pembibitan bud chip ialah pembibitan tebu secara vegetatif menggunakan bibit satu mata tunas yang dapat menghasilkan bibit berkualitas tinggi dan tidak memerlukan penyiapan melalui kebun berjenjang sehingga dapat menghemat waktu serta tidak memerlukan tempat yang luas. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai asal bibit tanaman tebu dari batang atas, tengah dan bawah dengan menggunakan teknik pembibitan bud chip terhadap fase pertumbuhan vegetatif tiga varietas tanaman tebu dan untuk menentukan asal bibit bud chip yang tepat dalam pembibitan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). Rancangan Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan tiga ulangan. Petak utama ialah varietas (V) yang terdiri dari 3 macam: (V1) Varietas PSJT 941, (V2) Varietas VMC 76-16 dan (V3) Varietas Bululawang. Sedangkan anak petak ialah asal bibit (B) yang terdiri dari 3 macam: (B1) Batang atas, (B2) Batang Tengah dan (B3) Batang Bawah. Hasil penelitian ini menunjukkan perlakuan asal bibit memberikan pengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tebu. Mata tunas pada batang atas memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan mata tunas pada batang bawah. Asal bibit dari batang bagian atas merupakan asal bibit yang tepat dalam pertanaman tanaman tebu untuk varietas PSJT 941, VMC 76-16 dan Bululawang

    Distribution of Edibles Wild Taro (Aroid Plant) on the Different Altitude (Shoutern Slope of Wonogiri and Pacitan)

    Full text link
    On the dry region of Wonogiri Regency and Pacitan Regency, in the Central Java and East Java Province\u27s border of Indonesia, there is a potential group of plant which is still disguise from the researcher\u27s attention. These wild edible tuberous plant, were actually have potential source of carbohydrate as an alternative to rice or corn inside the forest system or agro-forestry system. Their minimum maintenance, adaptability to drought and shading make them a potential plant as the staple food for the local people residing inside or in the forest\u27s buffer zone. Wild taro (Aracaceae family) existence in the forest system or agro-forestry might increase the economic sustainability of forest. Using a Randomized block design method on the 5 plots sample located on the Northern slope of Wonogiri dry-land, the density and distribution type of wild taro and taro-like plants were surveyed. There were six genus of wild tuberous plant with 12 identified species and several endemic species identified. Xantosoma sp has the highest population, and generally the aroid plants have clumped distribution. Current situation of economical importance of other commodity and relationship with human agricultural activities may vary the distribution of Taro
    corecore