1 research outputs found

    22 Hari dalam Lipatan Api: Adaptasi Novel Anak Bajang Menggiring Angin Karya Sindhunata

    Get PDF
    22 Hari dalam Lipatan Api merupakan naskah drama yang diadaptasi dari novel Anak Bajang Menggiring Angin karya Sindhunata. Penciptaan naskah drama 22 Hari dalam Lipatan Api menggunakan teori adaptasi yang dikemukakan oleh Linda Hutcheon (2006) dan metode penciptaan kreatif yang digagas oleh Graham Wallas. Penciptaan naskah dalam tugas akhir ini menggunakan teknik montase dengan menghadirkan jukstaposisi peristiwa, dialog, gambar, musik, bunyi, dan citra-citra visual dalam satu kesatuan dramatik. Teknik montase dibayangkan dapat menghasilkan beragam idiom yang tidak bertumpu pada dialog dan mengabaikan cerita yang linear. Hasilnya berupa naskah adaptasi dengan latar tahun 1965 pada masa pembantaian massal anggota dan partisipan PKI. Pengisahan naskah menempatkan Cokrodarso sebagai tokoh utama yang diadaptasi dari tokoh Rahwana. Cokrodarso merupakan gembong Lekra di bawah naungan PKI yang menjadikan wayang orang sebagai alat propaganda politik. Dirinya mencari pemeran Dewi Sinta hingga bertemulah dengan Wening. Cokrodarso jatuh cinta pada Wening yang telah bertunangan dan bertekad menjadikannya pemeran Dewi Sinta. Cinta tulus Cokrodarso tanpa etika moral berakhir dengan kehancuran dirinya sendiri. Penciptaan naskah drama 22 Hari dalam Lipatan Api bertujuan untuk menghasilkan karya baru dan pembacaan baru dalam proses adaptasi.           22 Days in the Fire’s Foldfrom the Novel of Herding the Wind by Sindhunata: An Adaptation 22 Days in the Fire’s Fold is a drama script adapted from the novel Herding the Wind by Sindhunata. This script was written using an adaptation theory proposed by Linda Hutcheon (2006) and the Graham Wallas’ method of creative creation. The montage technique was used in the writing of the script for this final project to portray a juxtaposition of events, dialogues, pictures, music, sounds, and visual images in a unified dramatic unit. The montage technique is expected to be able to generate a range of idioms that are not based on dialogue and ignore the chronological storyline. The result would be a story set in 1965, during the violent attacks by PKI activists. In this script, Cokrodarso portrays the lead role in the adaptation of Ravana. Lekra was led by Cokrodarso, who used wayang orang as a means of political propaganda. Until he met Wening, he was looking for the role of Dewi Sinta. Wening, who was engaged, caught Cokrodarso's attention, and he was eager to have her play as Dewi Sinta. Sincere love without morals and ethics causes Cokrodarso to lose himself.
    corecore