1 research outputs found
STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NOMOR: 81/PID.SUS/TIPIKOR/2018/PN.JKT.PST TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DIREKSI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 97 AYAT (3) UNDANG-UNDANG N0 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Direksi korporasi atau korporasi bertanggung jawab secara pidana atas
tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi. Meskipun di Indonesia telah ada
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, namun pada
kenyataannya Hakim memutus kasus pidana kepada PT. Nusa Konstruksi
Engeniring dengan juga membebani hukuman kepada Direksi karena telah
dipahami memiliki andil di luar dari tujuan perusahaan dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan juga
menguntungkan perusahaan, sebagaimana terdapat dalam Putusan Pengadilan
Nomor: 81/Pid.Sus/Tipikor/2018/Pn.Jkt.Pst tentang Pertanggungjawaban Pidana
Direksi Yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan latar belakang
tersebut identifikasi fakta hukum adalah: Bagaimana pertimbangan hukum dalam
Putusan No.81/Pid.Sus/Tipikor/2018/Pn.Jkt.Pst?, Bagaimana pertanggungjawaban
pidana pada kasus korporasi yang melakukan tindak pinda korupsi dihubungkan
dengan Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas?, dan Bagaimana upaya yang dilakukan aparat penegak hukum agar
direksi dalam korporasi dapat diproses hukum?
Dalam studi kasus ini penulis menggunakan alat analisis, yaitu interpretasi
hukum. Interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada
tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya, sebaliknya dapat
terjadi juga hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada
peraturannya yang khusus, metode interpretasi yang penulis gunakan adalah
interpretasi gramatikal, interpretasi sistematik, dan penafsiran sosiologis.
Kesimpulan dari studi kasus ini adalah majelis hakim hanya menghukum
korporasinya atau perusahaannya saja, sementara direksi tidak diproses hukum
padahal direksi mempunyai tanggungjawab terhadap segala kegiatan usaha
perseroan. Majelis hakim menganggap penerapan Pasal 1 angka 3 kepada
korporasi sudah cukup tapi tidak dengan perbuatan tindak pidana korupsinya yang
dilakukan oleh pengurus perusahaan sehingga hakim mengesampingkan Pasal 97
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Memang
dalam pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang melakukan tindak
pidana itu dapat dimintakan atau korporasi dapat dituntut namun korporasi hanya
bertindak sebagai turut serta saja. Maka untuk menyeret pengurus korporasi
terutama Direksi agar diproses hukum, penuntut umum harus mengajukan upaya
hukum banding karena dakwaan penuntut umum Pasal 2 dan Pasal 3 UndangUndang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
telah dikepinggirkan oleh majelis hakim.
Kata kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Korporasi, dan Korupsi