1 research outputs found
Pelatihan Mawas Diri sebagai Sarana Intervensi dalam Menurunkan Tingkat Adiksi Pornografi pada Mahasiswa di Kota Surakarta
Indonesia saat ini telah memasuki darurat pornografi. Anggaran belanja
pornografi ditahun 2014 diperkirakan mencapai 50 triliun rupiah. Indonesia juga
masuk dalam surga pornografi kedua di dunia. Pornografi yang sejatinya dapat
menyebabkan adiksi bagi para penggunanya, sudah tersebar luas di Indonesia dalam
berbagai bentuk yang mayoritas berupa gambar dari kegiatan-kegiatan seksual.
Konten pornografi tersebar dengan mudah berkat adanya internet, terlebih lagi
dengan adanya biaya yang murah.
Adiksi pornografi ditunjukan dengan ketidakmampuan untuk
mengendalikan atau menunda perasaan, perilaku, dan pikiran seksual akibat
mengonsumsinya. Artinya, ketergantungan pornografi merupakan perilaku
kompulsif yang dapat menganggu kehidupan normal seseorang. Kecanduan untuk
mengkonsumsi konten-konten seksual dari individu tersebut mengarah kepada
permasalahan emosional, kognisi, dan perilaku yang dimunculkan oleh individu
(Twohig, Crosby, & Cox, 2009). Seseorang yang telah ketagihan biasanya akan
secara rutin melakukan ritual masturbasi namun akan berujung pada perasaan
bersalah, malu, dan kebingungan.
Hingga saat ini sarana atau akses bagi para pecandu pornografi terhadap
terapi, pelatihan, dan informasi yang diperlukan untuk sembuh dari adiksinya masih
kurang. Ditambah lagi stigma masyarakat yang menganggap para pecandu
pornografi adalah manusia yang tidak bermoral semakin membuat pecandu
pornografi menutup diri secara sosial. Hal inilah yang membuat munculnya
tindakan kekerasan seksual dimasyarakat yang dilakukan oleh individu dengan
adiksi ini. Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan dari adiksi pornografi
diperlukan suatu tindakan agar para pecandu pornografi dapat terlepas dari adiksi
mereka.
Salah satu cara mengurangi keterpaparan konten dan materi pornografi
adalah dengan menggunakan nilai falsafah nusantara yaitu mawas diri.
Suryomentaram (2003) menjelaskan bahwa sehat jiwa dapat dicapai jika seseorang
telah mampu mawas diri. Konsep mawas diri inilah yang menjadi kunci dari usaha
pengurangan adiksi pornografi. Pelatihan mawas diri kami pilih karena latar
belakang budaya nusantara yang tidak pernah terlepas dari nilai-nilai pekerti
tentang mawas diri. Mawas diri dimanifestasikan dalam perilaku dan pengalaman
untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan tentang perasaan atau “rasa
hidup” dalam kehidupan sehari-hari sehingga manusia dapat memilah-milah mana
yang benar dan mana yang salah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman tentang pelatihan mawas diri yang berbasis falsafah nusantara dan
mengetahui pengaruh pelatihan tersebut dalam mengurangi adiksi pornografi,
khususnya yang terjadi pada kalangan mahasiswa di Kota Surakarta.
Kata kunci: pornografi, adiksi, falsafah nusantara, pelatihan mawas dir