4 research outputs found

    HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PRAKTIK KESEHATAN DENGAN KEJADIAN TB PARU DI PUSKESMAS MAOSPATI KABUPATEN MAAGETAN

    Get PDF
    Penyakit TB paru adalah penyakit menular dan maasih menjadi salah satu masalah kesehatan prioritas di Puskesmas Maospati.Berdasarkan laporan tahun 2007, terdapat 70 penderita dengan angka prevalensi sebesar 1,5 per 1.000 penduduk dan pada triwulan I tahun 2008 telah tercatat 112 kasus baru di Puskesmas Maospati. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dan praktik kesehatan penderita TB paru di Puskesmas Maospati Kabupaten Magetan. Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan pendekatan case-control. Sampel diambil sebanyak 34 orang dan kelompok kontrol sebanyak 34 orang. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode survei dan data di uji dengan menggunakan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan hunian <8m pada kaaus 79,4% dan kontrol 38,2%, jenis lantai permanen pada kasus 67,6% dan pada kontrol 82,4%, luas ventilasi <10% luaas lantai pada kasus 73,5% dan kontrol 41,2%, kebiasaan menutup mulut saat batuk pada kasus 35,3% dan kontrol 76,5%, kebiasaan membuang dahak sembarang tempat pada kasus 67,6% dan kontrol 35,5%, kebiasaan merokok pada kasus 55,9% dan kontrol 23,5%. Kesimpulan ada hubungan antara kepadatan hunian (p=0,001, OR=6,321), luas ventilasi (p=0,014, OR=3,968), kebiasaan menutup mulut saat batuk (p=0,001, OR=0,168), kebiasaan membuang dahak (p=0,015, OR=3,833), dan kebiasaan merokok (p=0,013, OR=4,117) merupakan faktor risiko penyakit TB paru. Saran hasil penelitian bagi puskesmas meningkatkan program penyuluhan kesehatan lingkungan dan bagi masyarkat hendaknya mementingkan untuk memiliki rumah yang memenuhi syarat kesehatan, serta perlunya hidup bersih dan sehat sehinggaa terhindar dari penyakit. Kata Kunci: TB paru, Kondisi fisik rumah, praktik kesehata

    Mata merah menoreh: antologi artikel Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia siswa SLTA kabupaten Kulon Progo

    Get PDF
    Buku antologi berjudul Mata Pena Menoreh ini adalah salah satu dari sekian banyak buku terbitan Balai Bahasa Daerah Isimewa Yogyakarta (2016) yang dimaksudkan sebagai pendukung program literasi. Buku ini berisi 38 artikel hasil proses kreatif siswa SLTA (SMA, SMK, MA) Kabupaten Kulon Progo selama mengikuti kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 2016 yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Diharapkan buku ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya para remaja sebagai generasi penerus bangsa, agar senantiasa aktif dan kreatif dalam menjaga dan menumbuhkan tradisi literasi

    A Chronicle of Indonesia’s Forest Management: A Long Step towards Environmental Sustainability and Community Welfare

    No full text
    Indonesia is the largest archipelagic country in the world, with 17,000 islands of varying sizes and elevations, from lowlands to very high mountains, stretching more than 5000 km eastward from Sabang in Aceh to Merauke in Papua. Although occupying only 1.3% of the world’s land area, Indonesia possesses the third-largest rainforest and the second-highest level of biodiversity, with very high species diversity and endemism. However, during the last two decades, Indonesia has been known as a country with a high level of deforestation, a producer of smoke from burning forests and land, and a producer of carbon emissions. The aim of this paper is to review the environmental history and the long process of Indonesian forest management towards achieving environmental sustainability and community welfare. To do this, we analyze the milestones of Indonesian forest management history, present and future challenges, and provide strategic recommendations toward a viable Sustainable Forest Management (SFM) system. Our review showed that the history of forestry management in Indonesia has evolved through a long process, especially related to contestation over the control of natural resources and supporting policies and regulations. During the process, many efforts have been applied to reduce the deforestation rate, such as a moratorium on permitting primary natural forest and peat land, land rehabilitation and soil conservation, environmental protection, and other significant regulations. Therefore, these efforts should be maintained and improved continuously in the future due to their significant positive impacts on a variety of forest areas toward the achievement of viable SFM. Finally, we conclude that the Indonesian government has struggled to formulate sustainable forest management policies that balance economic, ecological, and social needs, among others, through developing and implementing social forestry instruments, developing and implementing human resource capacity, increasing community literacy, strengthening forest governance by eliminating ambiguity and overlapping regulations, simplification of bureaucracy, revitalization of traditional wisdom, and fair law enforcement
    corecore