11 research outputs found

    PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS APLIKASI PINJAMAN ONLINE DALAM MELINDUNGI DEBITUR YANG CIDERA JANJI AKIBAT FORCE MAJEURE

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran daripada Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas aplikasi pinjaman online dan perlindungan hukum apa yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada debitur yang cidera janji akibat force majeure. Metode penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah metode pendekatan Yuridis Normatif, dan kesimpulan yang di dapat: 1. Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan aplikasi pinjaman online meliputi pendaftaran, dan lisensi Perusahaan penyelenggara fintech, verifikasi berkas, penilaian kesesuaian, dan pengawasan operasional Perusahaan; 2. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan bagi debitur pinjaman online yang cidera janji akibat force majeure yaitu menciptakan pengaturan Otoritas Jasa Keuangan bagi debitur-debitur yang melakukan kegiatan jasa keuangan di lingkup layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan, Pinjaman Online, Cidera Janji (Wanprestasi), Force Majeur

    Pemberian Ganti Kerugian Sebagai Pemenuhan HAM Terhadap Korban Salah Tangkap Menurut UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP

    Get PDF
    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan dalam pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap yang merupakan bagian daripada Hak Asasi Manusia. dan untuk mengetahui penegakan Hak Asasi Manusia melalui pemberian ganti kerugian kepada korban salah tangkap. Korban salah tangkap seringkali terjadi di indonesia dikarenakan kekeliruan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas mereka. Kepolisian dalam menangkap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Bukti permulaan yang cukup ini akan dijadikan dasar oleh pihak kepolisian dalam menetapkan tersangka dari kasus tindak pidana. Sekurang-kurangnya pihak kepolisian harus mengantongi dua alat bukti yang sah menurut KUHAP diantaranya adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.  Namun pada kenyataanya, pihak kepolisian seringkali mengabaikan hal ini sehingga muncullah kasus salah tangkap ini. Pemberian ganti kerugian terhadap korban salah tangkap yang terbukti tidak bersalah merupakan sebuah pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Karena dalam proses pengungkapan perkara pidana tersebut telah mengambil hak-hak dasar korban salah tangkap sebagai contoh, seseorang dipenjara oleh pihak kepolisian maka hak yang dicabut adalah hak kebebasan pribadi yang dimana hal ini termasuk kedalam hak yang melekat dari lahir dan hanya bisa dicabut kalau seseorang benar-benar seseorang telah melakukan pelanggaran terhadap hukum. Pada pelaksanaannya, korban salah tangkap bisa mengajukan permohonan ganti kerugian. Pengajuan ini dapat dilakukan melalui praperadilan setelah adanya penetapan bahwa perkaranya tidak sah dalam hal penangkapan, penahanan, penggeledahan, penetapan tersangka, penyitaan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan. Kemudian, korban salah tangkap juga bisa mengajukan ke pengadilan negeri apabila kasus salah tangkap tersebut terbukti tidak bersalah pada pemeriksaan di sidang pengadilan. Korban salah tangkap wajib mendapatkan putusan bebas yang berkekuatan hukum yang tetap agar dapat mengajukan permohonan ganti kerugian. Kata Kunci : Ganti Kerugian, Hak Asasi Manusia, Korban Salah Tangkap

    KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BIDANG LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

    Get PDF
    Penelitian penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut : 1. Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil di bidang lalulintas dan angkutan jalan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, diantaranya seperti melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus dan melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan bermotor umum serta melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/atau dimensi kendaraan bermotor ditempat penimbangan yang dipasang secara tetap dan melarang atau menunda pengoperasian kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, termasuk meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor,atau perusahaan angkutan umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan dan pengujian kendaraan bermotor, dan perizinan atau melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran yang terjadi. 2. Implementasi kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dilakukan sesuai dengan tugas dan wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya PPNS agar selalu berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Kata kunci : Kewenangan, Koordinasi, Implementas

    PROTOKOL WORLD HEALTH ORGANIZATION DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID-19 DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG KEKARANTINAAN NOMOR 6 TAHUMN 2018 TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN

    Get PDF
    Protokol Covid-19 adalah protokol yang dikeluarkan oleh organisasi kesehatan internasional yang sebagai organisasi memiliki tugas dalam penaganan pandemi Covid-19 di negara-negara. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui apa yang menjadi Prinsip-Prinsip penanganan covid-19 menurut hukum kesehatan internasional dan Untuk mengetahui bagaimana bentuk pengaturan hukum dalam penanganan covid-19 berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dimana hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books), selanjutnya data dan infomasi yang diperoleh sebagai bahan primer dan sekunder sebagai bahan rujukan bidang hukum kemudian dideskripsikan dan diintegrasikan agar memperoleh informasi yang akurat untuk menjawab permasalahan. Adapun hasil penelitian protokol covid-19 di negara indonesia bentuk pengaturannya penanganan covid-19 di negara Indonesia harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam International Health Regulation. Kata Kunci : Protokol Covid-19, Prinsip-prinsip, pengaturan penangana

    Initiation and continuation of randomized trials after the publication of a trial stopped early for benefit asking the same study question: STOPIT-3 study design

    Get PDF
    Abstract Background: Randomized control trials (RCTs) stopped early for benefit (truncated RCTs) are increasingly common and, on average, overestimate the relative magnitude of benefit by approximately 30%. Investigators stop trials early when they consider it is no longer ethical to enroll patients in a control group. The goal of this systematic review is to determine how investigators of ongoing or planned RCTs respond to the publication of a truncated RCT addressing a similar question. Methods/design: We will conduct systematic reviews to update the searches of 210 truncated RCTs to identify similar trials ongoing at the time of publication, or started subsequently, to the truncated trials ('subsequent RCTs'). Reviewers will determine in duplicate the similarity between the truncated and subsequent trials. We will analyze the epidemiology, distribution, and predictors of subsequent RCTs. We will also contact authors of subsequent trials to determine reasons for beginning, continuing, or prematurely discontinuing their own trials, and the extent to which they rely on the estimates from truncated trials. Discussion: To the extent that investigators begin or continue subsequent trials they implicitly disagree with the decision to stop the truncated RCT because of an ethical mandate to administer the experimental treatment. The results of this study will help guide future decisions about when to stop RCTs early for benefit

    Socializing One Health: an innovative strategy to investigate social and behavioral risks of emerging viral threats

    Get PDF
    In an effort to strengthen global capacity to prevent, detect, and control infectious diseases in animals and people, the United States Agency for International Development’s (USAID) Emerging Pandemic Threats (EPT) PREDICT project funded development of regional, national, and local One Health capacities for early disease detection, rapid response, disease control, and risk reduction. From the outset, the EPT approach was inclusive of social science research methods designed to understand the contexts and behaviors of communities living and working at human-animal-environment interfaces considered high-risk for virus emergence. Using qualitative and quantitative approaches, PREDICT behavioral research aimed to identify and assess a range of socio-cultural behaviors that could be influential in zoonotic disease emergence, amplification, and transmission. This broad approach to behavioral risk characterization enabled us to identify and characterize human activities that could be linked to the transmission dynamics of new and emerging viruses. This paper provides a discussion of implementation of a social science approach within a zoonotic surveillance framework. We conducted in-depth ethnographic interviews and focus groups to better understand the individual- and community-level knowledge, attitudes, and practices that potentially put participants at risk for zoonotic disease transmission from the animals they live and work with, across 6 interface domains. When we asked highly-exposed individuals (ie. bushmeat hunters, wildlife or guano farmers) about the risk they perceived in their occupational activities, most did not perceive it to be risky, whether because it was normalized by years (or generations) of doing such an activity, or due to lack of information about potential risks. Integrating the social sciences allows investigations of the specific human activities that are hypothesized to drive disease emergence, amplification, and transmission, in order to better substantiate behavioral disease drivers, along with the social dimensions of infection and transmission dynamics. Understanding these dynamics is critical to achieving health security--the protection from threats to health-- which requires investments in both collective and individual health security. Involving behavioral sciences into zoonotic disease surveillance allowed us to push toward fuller community integration and engagement and toward dialogue and implementation of recommendations for disease prevention and improved health security

    PENEGAKAN HUKUM MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) STUDI KASUS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DAN PEMBAKARAN TERHADAP SEORANG WANITA DI KOTA SORONG

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan yuridis atau penegakan hukum terhadap tindakan main hakim sendiri berdasarkan hukum positif yang berlaku dan untuk mengetahui terkait penerapan sanksi hukum tindak pidana main hakim sendiri berdasarkan dalam Putusan PN Sorong No. 59/PID.B/PN SON. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara hukum, di mana segala aspek kehidupan diatur oleh aturan hukum. Meskipun istilah :Main Hakim Sendiri: tidak secara eksplisit diakui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), beberapa pasal, seperti Pasal 351 tentang :penganiayaan:, dapat dikaitkan dengan tindakan sewenang-wenang masyarakat terhadap individu yang dianggap bersalah dan Pasal 170 KUHP mengatur tentang hukuman terhadap kekerasan bersama-sama di muka umum, dengan peningkatan hukuman sesuai dengan konsekuensinya, termasuk ketika tindakan tersebut mengakibatkan korban jiwa. Dengan demikian, tindakan main hakim sendiri, meskipun mungkin dipicu oleh respons terhadap kejahatan, seharusnya tidak diterima secara hukum, dan para pelakunya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 2. Putusan Pengadilan Sorong Nomor 59/PID.B/2023/PN SON terhadap para pelaku menetapkan hukuman, namun terdapat perbedaan dalam tingkat keberatan hukuman antara kedua kasus tersebut. Penjatuhan sanksi hukum pidana terhadap tindakan main hakim sendiri perlu diperhatikan dan ditinjau dengan seksama, mengingat sanksi yang diberikan kepada para pelaku terkesan ringan dan mungkin tidak mencerminkan beratnya tindakan kekerasan yang dilakukan. Kata Kunci : Eigenrichting, Penganiayaan, Pembakara

    TINJAUAN HUKUM MENGENAI WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL ANTARA PEMILIK TANAH DAN PENGGARAP

    Get PDF
    Penduduk Indonesia yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani mengakibatkan banyak orang yang ingin bercocok tanam tetapi tanpa modal pertanian yang diperlukan. Akibatnya, kesepakatan bagi hasil dibuat antara pemilik tanah dan petani penggarap. Petani mengadakan pengaturan bagi hasil ini dengan tujuan untuk saling membantu terlepas dari keuntungan yang akan diperoleh di awal. Di Indonesia, tanah sangat penting karena sebagian besar negara adalah negara agraris, dengan mayoritas penduduk mengandalkan tanah pertanian untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan, yang sebagian besar adalah petani, hal ini benar adanya. Karena semakin banyaknya masyarakat yang membutuhkan tanah untuk tempat tinggal, maka arti pentingnya tanah menjadi semakin signifikan.3 Perjanjian Bagi Hasil tanah pertanian merupakan perbuatan hubungan hukum yang diatur dalam hukum Perdata. Perjanjian Bagi Hasil adalah suatu bentuk perjanjian antara seorang yang berhak atas suatu bidang tanah pertanian dari orang lain yang disebut penggarap, berdasarkan perjanjian dimana penggarap diperkenankan mengusahakan tanah yang bersangkutan dengan pembagian hasilnya antara penggarap dan yang berhak atas tanah tersebut menurut imbangan yang telah disetujui bersama.   Kata Kunci: Penduduk, Petani, Perjanjian Bagi Hasi

    Randomized trials addressing a similar question are commonly published after a trial stopped early for benefit

    Get PDF
    OBJECTIVE We explored how investigators of ongoing or planned trials respond to the publication of a trial stopped early for benefit addressing a similar question. STUDY DESIGN AND SETTING We searched multiple databases from the date of publication of the truncated trial through August, 2015. Independent reviewers selected trials and extracted data. RESULTS We identified 207 trials truncated for early benefit; of which 102 (49%) were followed by subsequent trials (262 subsequent trials, median 2 per truncated trial, range 1-13). Only 99 (38%) provided a rationale justifying conducting a trial despite prior stopping. The top reasons were to address different population or setting (33%); skepticism of truncated trials findings because of small sample size (12%), inconsistency with other evidence (11%) or increased risk of bias (7%). We did not identify significant associations between subsequent trials and characteristics of truncated ones (risk of bias, precision, funding, or rigor of stopping decision). CONCLUSION About half of the trials stopped early for benefit were followed by subsequent trials addressing a similar question. This suggests that future trialists may have been skeptic about the decision to stop prior trials. A more rigorous threshold for stopping early for benefit is needed

    Randomized trials addressing a similar question are commonly published after a trial stopped early for benefit

    No full text
    OBJECTIVE: We explored how investigators of ongoing or planned trials respond to the publication of a trial stopped early for benefit addressing a similar question. STUDY DESIGN AND SETTING: We searched multiple databases from the date of publication of the truncated trial through August, 2015. Independent reviewers selected trials and extracted data. RESULTS: We identified 207 trials truncated for early benefit; of which 102 (49%) were followed by subsequent trials (262 subsequent trials, median 2 per truncated trial, range 1-13). Only 99 (38%) provided a rationale justifying conducting a trial despite prior stopping. The top reasons were to address different population or setting (33%), skepticism of truncated trials findings because of small sample size (12%), inconsistency with other evidence (11%), or increased risk of bias (7%). We did not identify significant associations between subsequent trials and characteristics of truncated ones (risk of bias, precision, funding, or rigor of stopping decision). CONCLUSION: About half of the trials stopped early for benefit were followed by subsequent trials addressing a similar question. This suggests that future trialists may have been skeptic about the decision to stop prior trials. A more rigorous threshold for stopping early for benefit is needed
    corecore