5 research outputs found

    HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN DI RUMAH SAKIT UMUM KARTINI KALIREJO LAMPUNG TENGAH 2021

    Get PDF
    Latar Belakang: Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. KPD bisa terjadi pada kehamilan aterm maupun preterm.Terdapat beberapa yang menjadi penyebab terjadinya KPD diantaranya ialah multipara dan granmultipara, hidramnion, kelainan letak (sungsang atau lintang), cepalo pelvic disproportion (CPD), kehamilan ganda dan adanya perut gantung. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui hubungan usia dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Lampung Tengah 2021. Metode: Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah berjumlah 201 responden.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Format pengumpulan data menggunakan master tabel yang berisikan data terdiri dari kolom nomor, nomor RM, Kejadian KPD, usia ibu dan paritas. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji chi-square. Hasil: dengan nilai p-value 0,000 <0,05 dan nilai OR sebesar 5,227 yang artinya ibu bersalin usia 35 tahun lebih beresiko 5,227 kali mengalami ketuban pecah dini dengan rentang 2,861-9,552 pada 95%CI. Simpulan: Terdapat Hubungan Antara Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin Di Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Lampung Tengah Tahun 2021 dengan p value sebesar 0,000 dan OR 7,051 yang artinya ibu dengan melahirkan sebanyak 1 kali dan lebih dari 3 kali 7,051 lebih beresiko mengalami ketuban pecah dini. Kata Kunci: Usia, Paritas, Ketuban Pecah Din

    Yoga Sebagai Upaya Mengatasi Nyeri Haid pada Remaja

    Get PDF
    Adolescence is a period of transition from puberty to adulthood, which is at the age of 11-20 years. During this transition period, the individual matures physiologically, psychologically, mentally, emotionally, and socially. In adolescent girls, usually the age of first menstruation (menarche) is around the age of 12-16 years. women often experience discomfort in the lower abdomen. The presence of uterine contractions during the menstrual process causes pain during the menstrual cycle. Menstrual pain interferes with women's activities, causing women to try to find ways to reduce the pain they experience. Yoga is an activity in which a person concentrates the whole mind to control the five senses and the body as a whole. According to several studies, yoga that is carried out regularly for 30-45 minutes and is done 2-3 times a week is proven to be more effective in reducing menstrual pain. Some of the yoga movements that can reduce menstrual pain include the Balasana (Child Position), Paschimottanasana (Sitting Position and Body Bend forward), this feeling of comfort will ultimately increase a person's tolerance for pain. The material was delivered using a lecture and discussion method between the presenter team and the respondents as well as showing videos of yoga movements to reduce menstrual cramps and the implementation of activities carried out online via WhatApps and Zoom. The results of the community service activities carried out showed that the pretest score before counseling was on average 63.25, the posttest score after the counseling was obtained was an average of 68. This indicates that after the counseling there was an increase in adolescent knowledge about yoga as an effort to reduce menstrual pain . AbstrakMasa remaja merupakan masa peralihan dari pubertas ke dewasa, yaitu pada umur 11- 20 tahun. Pada masa peralihan tersebut individu matang secara fisiologik, psikologik, mental, emosional, dan sosial. Pada remaja wanita, biasanya usia pertama kali mengalami menstruasi (menarche) adalah sekitar usia 12-16 tahun. seringkali wanita mengalami rasa tidak nyaman di perut bagian bawah. Adanya kontraksi rahim saat proses menstruasi menyebabkan munculnya rasa sakit selama siklus menstruasi, Nyeri haid mengganggu wanita dalam beraktivitas, menyebabkan para wanita berupaya mencari cara untuk mengurangi nyeri yang dialaminya haid. Yoga adalah sebuah aktivitas dimana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca indera dan tubuhnya secara keseluruhan. Menurut beberapa penelitian, yoga yang dilaksanakan secara teratur selama 30-45 menit dan dilakukan 2- 3 kali seminggu terbukti lebih efektif menurunkan nyeri haid. Beberapa gerakan yoga yang dapat mengurangi nyeri haiad di antaranya adalah gerakan Balasana (Posisi Anak), Paschimottanasana (Posisi Duduk dan Tubuh Menekuk ke depan), adanya rasa nyaman inilah yang akhirnya akan meningkatkan toleransi seseorang terhadap rasa nyeri. Penyampaian materi  disampaikan dengan metode ceramah dan diskusi antara tim penyaji dengan responden serta menampilkan video gerakan yoga untuk mengurangi nyeti haid dan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara daring via WhatApps dan Zoom. Hasil kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan menunjukkan skor pretest sebelum dilakukannya penyuluhan yaitu rata-rata 63.25, pada skor posttest setelah dilakukannya penyuluhan didaptkan hasil yaitu rata-rata 68. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukannya peyuluhan adanya peningkatan pengetahuan remaja mengenai yoga sebagai upaya mengurangi nyeri haid

    Yoga Sebagai Upaya Mengatasi Nyeri Haid pada Remaja

    Get PDF
    Adolescence is a period of transition from puberty to adulthood, which is at the age of 11-20 years. During this transition period, the individual matures physiologically, psychologically, mentally, emotionally, and socially. In adolescent girls, usually the age of first menstruation (menarche) is around the age of 12-16 years. women often experience discomfort in the lower abdomen. The presence of uterine contractions during the menstrual process causes pain during the menstrual cycle. Menstrual pain interferes with women's activities, causing women to try to find ways to reduce the pain they experience. Yoga is an activity in which a person concentrates the whole mind to control the five senses and the body as a whole. According to several studies, yoga that is carried out regularly for 30-45 minutes and is done 2-3 times a week is proven to be more effective in reducing menstrual pain. Some of the yoga movements that can reduce menstrual pain include the Balasana (Child Position), Paschimottanasana (Sitting Position and Body Bend forward), this feeling of comfort will ultimately increase a person's tolerance for pain. The material was delivered using a lecture and discussion method between the presenter team and the respondents as well as showing videos of yoga movements to reduce menstrual cramps and the implementation of activities carried out online via WhatApps and Zoom. The results of the community service activities carried out showed that the pretest score before counseling was on average 63.25, the posttest score after the counseling was obtained was an average of 68. This indicates that after the counseling there was an increase in adolescent knowledge about yoga as an effort to reduce menstrual pain . AbstrakMasa remaja merupakan masa peralihan dari pubertas ke dewasa, yaitu pada umur 11- 20 tahun. Pada masa peralihan tersebut individu matang secara fisiologik, psikologik, mental, emosional, dan sosial. Pada remaja wanita, biasanya usia pertama kali mengalami menstruasi (menarche) adalah sekitar usia 12-16 tahun. seringkali wanita mengalami rasa tidak nyaman di perut bagian bawah. Adanya kontraksi rahim saat proses menstruasi menyebabkan munculnya rasa sakit selama siklus menstruasi, Nyeri haid mengganggu wanita dalam beraktivitas, menyebabkan para wanita berupaya mencari cara untuk mengurangi nyeri yang dialaminya haid. Yoga adalah sebuah aktivitas dimana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca indera dan tubuhnya secara keseluruhan. Menurut beberapa penelitian, yoga yang dilaksanakan secara teratur selama 30-45 menit dan dilakukan 2- 3 kali seminggu terbukti lebih efektif menurunkan nyeri haid. Beberapa gerakan yoga yang dapat mengurangi nyeri haiad di antaranya adalah gerakan Balasana (Posisi Anak), Paschimottanasana (Posisi Duduk dan Tubuh Menekuk ke depan), adanya rasa nyaman inilah yang akhirnya akan meningkatkan toleransi seseorang terhadap rasa nyeri. Penyampaian materi  disampaikan dengan metode ceramah dan diskusi antara tim penyaji dengan responden serta menampilkan video gerakan yoga untuk mengurangi nyeti haid dan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara daring via WhatApps dan Zoom. Hasil kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan menunjukkan skor pretest sebelum dilakukannya penyuluhan yaitu rata-rata 63.25, pada skor posttest setelah dilakukannya penyuluhan didaptkan hasil yaitu rata-rata 68. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukannya peyuluhan adanya peningkatan pengetahuan remaja mengenai yoga sebagai upaya mengurangi nyeri haid

    Literatur Review Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

    Get PDF
    Asphyxia neonatorum is a condition in which the baby cannot breathe spontaneously and regularly after birth. This is caused by fetal hypoxia in utero, and results in high rates of morbidity and mortality in newborns. According to the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) in 2017, the infant mortality rate fell 31 percent from 35 deaths per 1,000 live births to 24 deaths per 1,000 live births (IDHS, 2017). Data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia in 2012 stated that the biggest cause of newborn death was asphyxia, which was 37%, followed by prematurity at 34% and sepsis at 12%. In Indonesia, asphyxia is one of the causes of the high infant mortality rate (IMR). Every year approximately 3% (3.6 million) of the 120 million newborns experience asphyxia, almost 1 million of these babies die. The purpose of this study was to determine the factors associated with the incidence of asphyxia in newborns. The research method used in this study is a literature review which discusses the factors related to the incidence of asphyxia in newborns. Sources to search on Google Scholar, MDPI, E-Jurnal in the form of research journals totaling 9 journals studied in 2013 to 2021. The types of studies to be identified are observational, descriptive analysis, cross sectional and case control which discusses the factors involved. associated with the incidence of asphyxia in newborns.Mentioned that the mother's age, duration of labor and type of delivery and the incidence of premature rupture of membranes did not have a significant relationship in cases of neonatal asphyxia. Those that have a significant relationship are gestational age, placental abruption, umbilical cord entanglement, umbilical cord knot, parity, and Newborns.AbstrakAsfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus, dan mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 angka kematian bayi turun 31 persen dari 35 kematian per 1.000 kelahiran hidup menjadi 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2017). Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012 menyatakan bahwa penyebab terbesar kematian bayi baru lahir adalah asfiksia yaitu sebesar 37% , dan diikuti oleh prematur sebesar 34% serta sepsis sebesar 12%. Di Indonesia Asfiksia menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB). Setiap tahunnya kira – kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah literature review yang membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Sumber untuk melakukan pencarian pada google scholar, MDPI, E-Jurnal dalam bentuk jurnal penelitian sejumlah 9 jurnal yang diteliti pada tahun 2013 hingga 2021. Tipe studi yang akan diidentifikasi adalahobservasional, analisis deskriptif, cross sectional dan case control yang membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.Menyebutkan bahwa umur Ibu, lama persalinan dan jenis persalinan dan kejadian ketuban pecah dini tidak memiliki hubungan yang signifikan pada kasus asfiksia nenonatorum. Yang memiliki hubungan signifikan yaitu umur kehamilan, solusio plasenta, lilitan talipusat, simpul talipusat, paritas, dan BBLR

    Literatur Review Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

    Get PDF
    Asphyxia neonatorum is a condition in which the baby cannot breathe spontaneously and regularly after birth. This is caused by fetal hypoxia in utero, and results in high rates of morbidity and mortality in newborns. According to the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) in 2017, the infant mortality rate fell 31 percent from 35 deaths per 1,000 live births to 24 deaths per 1,000 live births (IDHS, 2017). Data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia in 2012 stated that the biggest cause of newborn death was asphyxia, which was 37%, followed by prematurity at 34% and sepsis at 12%. In Indonesia, asphyxia is one of the causes of the high infant mortality rate (IMR). Every year approximately 3% (3.6 million) of the 120 million newborns experience asphyxia, almost 1 million of these babies die. The purpose of this study was to determine the factors associated with the incidence of asphyxia in newborns. The research method used in this study is a literature review which discusses the factors related to the incidence of asphyxia in newborns. Sources to search on Google Scholar, MDPI, E-Jurnal in the form of research journals totaling 9 journals studied in 2013 to 2021. The types of studies to be identified are observational, descriptive analysis, cross sectional and case control which discusses the factors involved. associated with the incidence of asphyxia in newborns.Mentioned that the mother's age, duration of labor and type of delivery and the incidence of premature rupture of membranes did not have a significant relationship in cases of neonatal asphyxia. Those that have a significant relationship are gestational age, placental abruption, umbilical cord entanglement, umbilical cord knot, parity, and Newborns.AbstrakAsfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus, dan mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 angka kematian bayi turun 31 persen dari 35 kematian per 1.000 kelahiran hidup menjadi 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2017). Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012 menyatakan bahwa penyebab terbesar kematian bayi baru lahir adalah asfiksia yaitu sebesar 37% , dan diikuti oleh prematur sebesar 34% serta sepsis sebesar 12%. Di Indonesia Asfiksia menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB). Setiap tahunnya kira – kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah literature review yang membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Sumber untuk melakukan pencarian pada google scholar, MDPI, E-Jurnal dalam bentuk jurnal penelitian sejumlah 9 jurnal yang diteliti pada tahun 2013 hingga 2021. Tipe studi yang akan diidentifikasi adalahobservasional, analisis deskriptif, cross sectional dan case control yang membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.Menyebutkan bahwa umur Ibu, lama persalinan dan jenis persalinan dan kejadian ketuban pecah dini tidak memiliki hubungan yang signifikan pada kasus asfiksia nenonatorum. Yang memiliki hubungan signifikan yaitu umur kehamilan, solusio plasenta, lilitan talipusat, simpul talipusat, paritas, dan BBLR
    corecore