7 research outputs found

    PEWARISAN ORANG URANG YANG BERAGAMA ISLAM DI KABUPATEN PASURUAN KECAMATAN BANGIL DAN KECAMATAN REMBANG

    Get PDF
    Pluralistic inheritance law is dominant typical in Indonesia,during the efforts to unifify are al~ays. done. The comi~g act number 7, 1989 about islamic judicial religion has established islamic inheritance la~ besomes 1 eg.3.1 positive law

    Implementasi batas usia kawin menurut UU No.1 Th. 1974 di Desa Sukapura Kabupaten Probolinggo

    Get PDF
    Pene1itian Imp1ementasi Batas Usia Kawin Menurut uu No.1 Tahun 1974 di Desa SukapuraKabupaten Probo1inggo ada1ah pene1itian yang menyangkut bidang Hukum Adat, yang kaitannya dengan Undang-undang Tentang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 erat seka1i. Hal ini penting mengingat bahwa menurut adBt istiadat di desa, seseorang sudah dapat me � 1angs,ungkan perkawinan apabi1a ia sudah kuat gawe bagi 1aki*1aki dan sudah haid bagi wanita. Sedangkan batas umur tidak ditentukan, karena pedomannya hanya kuat gawe dan haid tersebut. Padaha1 di desa, pada umur 12 tahun anak 1aki-1aki sudah dapat meneari nafkah sendiri dan anak perempuan kadang. kadang pada umur 9 tahun sudah haid, sehingga tidak jarang pada usia tersebutmereka dikawinkan, agar tidak menjadikan mereka bujang 1apuk dan perawan tua

    Implementasi batas usia kawin menurut UU No.1 Th. 1974 di Desa Sukapura Kabupaten Probolinggo

    Get PDF
    Penelitian Implementasi Batas Usia Kawin Menurut uu No.1 Tahun 1974 di Desa Sukapura ,Kabupaten Probolinggo adalah penelitian yang menyangkut bidang Hukum Adat, yang kaitannya dengan Undang-undang Tentang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 erat sekali. Hal ini penting mengingat bahwa menurut adat istiadat di desa, seseorang sudah dapat melangsungkan perkawinan apabila ia sudah kuat gawe bagi laki-laki dan sudah haid bagi wanita. Sedangkan batas umur tidak ditentukan, karena pedomannya hanya kuat gawe dan haid tersebut. Padahal di desa, pada umur 12 tahun anak laki-laki sudah dapat mencari nafkah sendiri dan anak perempuan kadang-kadang pada umur 9 tahun sudah haid, sehingga tidak jarang pada usia tersebut mereka dikawinkan, agar tidak menjadikan mereka bujang lapuk dan perawan tua. Dengan berlakunya UU No.1 Tahun 1974, diharapkan agar setiap perkawinan yang akan dilangsungkan antara seorang pria dengan seorang wanita, minimum 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita ( passl 7 ayat 1 ). Di Desa Sukapura Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, Kepala Desanya pada tahun 1981 justru menganjurkan agar batas usia kawin tidak 19 tahun untuk pria, melainkan harus 21 tahun dan 19 tahun untuk wanita. Tujuannya ada1ah supaya memberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan minimal SD pada muda-mudinya. Untuk membuktikan kebenaran anjuran Kepa1a Desa tersebut, maka penelitian ini kami lakukan dengen asumsi dasar bahwa 1.penduduk desa Sukapura mau mcmatuhi anjuran Kapala Desanya; 2.pasal 7 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 benar-benar dipatuhi. Hasil pene1itian tersebut menunjukkan bahwa sebe1um anjuran Kepala Desa tersebut, ternyata penduduk sudah melaksanakan perkawinan dalam bates usia antura 15-19 tahun, yang berarti telah mendekati ketentuan pasal 7 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974

    EFEKTIFITAS PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NO.7 TAHUN 1989 TERHADAP PENYELESAIAN PEMBAGIAN WARISAN DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO

    No full text
    Dari hasil pengamatan diperoleh gambaran bahwa dalam praktek di Pengadilan Agama Sidoarjo dengan ciri khas para personelnya yang menunjukkan sikap kekeluargaan ini, tercermin dari sikap utau cara dari Ketua Pengadilan Agama hingga bawahannya yang sangat terbuka dan ramah dalam memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Di dalam praktek di Pengadilan Agama Sidoarjo ini dituntut agar para hakim yang memeriksa permohonan para pihak yang mengajukan urusannya ke Pengadilan Agama untuk mendapatkan penetapan atau keputusan ini, para hakim harus selalu bersikap luwes dan senantiasa menerapkan Hukum Islam dan hukum positif yang berlaku. Keadaan yang demikian ini adalah sebagai pencerminan untuk melaksanakan ketentuan yang telah dituangkan dalam kompilasi Hukum Islam, yang dapat dijadikan sebagai pegangan bagi para hakim dalam menegakkan keadilan, sesuai dengan instruksi Presiden tertanggal 10 Juni 1991 dalam bentuk INPRES No.1 tahun 1991. Suatu misal mengenai ketentuan besarnya bagian masingmasing ahli waris yang harus diputus sesuai dengan ketentuan Hukum Islam itu bukanlah harga mati. Lazimnya sebelum penetapan Pengadilan Agama dikeluarkan, hakim mengupayakan untuk menempuh jalan damai dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak. Prosedure yang ditempuh hakim ini memberikan motifasi para pihak untuk secara sukarela memilih Hukum Islam, karena para pihak sudah mengetahui dan menyadari kewenanga

    PEWARISAN ORANG URANG YANG BERAGAMA ISLAM DI KABUPATEN PASURUAN KECAMATAN BANGIL DAN KECAMATAN REMBANG

    Get PDF
    Ciri pluralistik hukum waris di Indonesia masih sangat dominan, walaupun usaha untuk modifikasi tak henti-hentinya dilaksanakan. kehadiran Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yaitu undang-undang tentang Pengadilan Agama telah memberi penguat landasan yuridik eksistensi hukum waris Islam sebagai bagian dari positif dalam pewarisan. Dalam rangka mengarah kepada cita-cita unifikasi hukum setidak-tidaknya penyederhanaan hukum ingin ditemukan asas apa yang merupakan kebersamaan antara berbagai hukum waris tersebut

    IMPLEMENTASI BATAS USIA KAWIN MENURUT UU NO. 1 TH. 1974 DI DESA SUKAPURA KABUPATEN PROBOI.INGGO

    No full text
    Penelitian Implementasi Batas Usia Kawin Menurut UU No.1 Tahun 1974 di Dess Sukapura Kabupaten Probo1inggo adalah p~elitian yang menyangkut bidang Hukum Adat, yang kaitannya dengan Undang-undang Tentang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 erat sekali. Hal ini penting mengingat bahwa menurut adat istiadat di desa, seseorang sudah dapst me � 1angsungkan perkawinan apabila ia sudah kuat gawe bagi laki-Lakt dan sudah hadd bagi wanita� Sedangkan batas ~mur tidak ditentukan, karena pedomannya hanya kuat gawe dan haid tersebut. ( Mohon Abstrak selanjutnya lihat langsung ke Teks Laporan Penelitian

    PERTIMBANGAN COST AND BENEFIT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN DI PENGADILAN-PENGADILAN NEGERI KELAS I JAWA TIMUR

    Get PDF
    Permasalahan utama penelitian ini adalah apakah pengadilan sebagai tempat penyelesaian sengketa, cukup efisien bagi para pengusaha? Faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum berperkara ke pengadilan? Bagaimana peranan pengacara di dalam usaha untuk lebih mengefisienkan proses penyelesaian sengketa di pengadilan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana fungsi pengadilan dalam menyelesaikan perkara perdata, bagi semua lapisan warga masyarakat. Evaluasi melalui penelitian ini perlu dilakukan, mengingat adanya ketentuan pasal 4 (2) Undang-undang No. 14 tahun 1970, yang mewajibkan peradilan dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan. Apabila pelaksanaan peradilan bergeser dari asas ini, akan terjadi adanya kecenderungan bahwa kelompok masyarakat lapisan bawah, tidak dapat mendayagunakan pengadilan sebagaimana mestinya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode evaluasi, dengan pendekatan socio-legal-research. Dengan demikian penelitian akan bertolak dari ketentuan hokum positif, kemudian dilakukan evaluasi secara empiris mengenai implementasi dan dampak dari ketentuan-ketentuan hokum positif itu. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan semakin menurunnya jumlah perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Hal ini berarti para pencari keadilan perlu mempertimbangkan lebih dahulu untung-ruginya, bila akan memilih cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Paling tidak ada kendala yang perlu dipertimbangkan, yaitu jangka waktu penyelesaian perkara dan biaya yang harus disediakan. Peranan pengacara dalam usaha untuk mempercepat penyelesaian perkara di pengadilan belum nampak. Sehingga jangka waktu yang diperlukan relative cukup lama. Lamanya proses peradilan itu, berdampak pada semakin mahalnya biaya berperkara di pengadilan, dan pada akhirnya nampak adanya kecenderungan hanya kelompok "the haves" saja yang mampu berpekara ke pengadilan. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diajukan saran agar lembaga peradilan segera diusahakan kembali pada asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Untuk itu perlu adanya "Law standard" yang tegas dan aparat penegak hokum yang bersih dan berwibawa
    corecore