8 research outputs found

    Rekrutman Guru Dalam Manajemen Pendidikan Islam (Studi Tentang Pemilihan Guru Menurut Syeikh Az- Zarnuji Dalam Kitab Ta'limul Muta'allim Wathoriqotutta'allumi)

    Full text link
    Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga pendidikan ditentukan oleh banyak faktor diantaranya yaitu faktor sumber daya manusianya. Dalam tulisan ini rekrutmen guru merupakan bagian dari fungsi manajemen pendidikan tersebut yaitu masuk dalam fungsi pengorganisasian yang mana menurut Trisnawati Sule, Ernie.1 Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia kerja merupakan bagian dari pengorganisasian (Organizing) dalam manajemen. Pembahasan tentang pendidik banyak dibicarakan oleh para pemuka muslim dan barat dari berbagai generasi. Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam membicarakan tentang pendidikan adalah Az-Zarnuji. Nama lengkapnya Tajuddin Nu'man bin Ibrahim Az-Zarnuji juga seorang ulama besar dan pengarang yang wafat tahun 640 H / 1242 M. Sedangkan wafatnya Syekh Az-Zarnuji yang salah satu karyanya adalah kitab Ta'lim Muta'allim yaitu sekitar tahun 593 H. Dalam memilih seorang pendidik menurut Az-Zarnuji mengacu pada sumber data primer yaitu, Ta'alimul Muta'alim adalah dalam hal memilih guru, hendaklah memilih siapa yang lebih alim, lebih waro' dan lebih berusia

    Perkembangan Bunga Dan Uji Viabilitas Serbuk Sari Bunga Lipstik Aeschynanthus Radicans Var. ‘Monalisa\u27 Di Kebun Raya Bogorflower Development and Pollen Viability of Aeschynanthus Radicans Var. ‘Monalisa\u27 at Bogor Botanical Garden

    Full text link
    Aeschynanthus radicans var. ‘Monalisa\u27 dikenal dengan nama bunga lipstik, yang merupakan marga epifit dari suku Gesneriaceae. Tanaman ini mengalami dikogami jenis protandri. Pengetahuan mengenai viabilitas serbuk sari dari tanaman dikogami sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan persilangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tahap-tahap perkembangan morfologi bunga A. radicans var. ‘Monalisa\u27, viabilitas serbuk sari dengan uji pengecambahan in vitro dan uji pewarnaan, serta mempelajari korelasi viabilitas serbuk sari antara uji pengecambahan in vitro dengan uji pewarnaan. Tahapan dari inisiasi tunas bungahingga mencapai antesisadalah 34-35 hari dan rata-rata masa gugur pada stadia H+12 dan H+13. Hasil penelitian pendahuluan pada stadia bunga H0 (antesis) memperoleh waktu optimum pengecambahan serbuk sari yaitu 8 jam untuk serbuk sari dari tangkai sari panjang dan 9 jam untuk serbuk sari dari tangkai sari pendek. Viabilitas serbuk sari tertinggi dalam media BK dijumpai pada stadia H+2 dari tangkai sari panjang dan tangkai sari pendek masing-masing yaitu 55.7% dan 56.7%. Uji pewarnaan dengan viabilitas serbuk sari tertinggi dijumpai pada stadia H+1 dari tangkai benang sari panjang dan tangkai benang sari pendek masing-masing 41.8% dan 48.0% dengan anilin blue 1%; serta 29.4% dan 27.2% dengan I2KI 1%. Viabilitas serbuk sari pada media BK dengan pewarna anilin blue 1% dan I2KI 1% berkorelasi positif.Aeschynanthus radicans var. ‘Monalisa\u27 also known as lipstick flowers, are epiphytic genus of the Gesneriaceae family. These plants experienced the protandri types of dichogamy. Knowledge of pollen viability from dichogamy plants is needed to increase the success rate of a crossover. This research aimed to determine the developmental stage of flower morphology A. radicans var. ‘Monalisa\u27, pollen viability with in vitro germination test and staining test, and the correlation of pollen viability between in vitro germination test and staining test. Length of the process from flower bud initiation until the formation of anthesis was 34-35 days and the average abscission period took place at stadia H+12 and H+13. The result of the preliminary study at the stadia H0 (anthesis) showed that pollen germination obtained its optimum time within 8 hours for the long filaments pollen and took 9 hours for the short filaments pollen. The highest pollen viability in BK media found at stadia H+2, which had the value for long filaments and short filamens 55.7% and 56.7% respectively. Staining test with the highest pollen viability found at the stadia H+1, with the value of long filaments and short filaments 41.8% and 48.0% respectively with 1% aniline blue; and 29.4% and 27.2% respectively with 1% I2KI. The pollen viability in BK media with 1% aniline blue and 1% I2KI were positively correlated

    Esensi Meditasi terhadap Spritualitas Umat Buddha

    Full text link
    Along with the development of technology and information advances can no longer be denied. Increasing needs of life make humans do various ways to meet their needs. However, at its peak humans are at a saturation point that tends to ignore the values of spirituality and religious teachings. Therefore they need something that can improve their spirituality one of them by meditation. This study aims to identify the effect of meditation on Buddhist spirituality in undergoing various problems of daily life. This research uses a qualitative research approach with the method used is the method of observation, interviews and literature studies with descriptive analysis methods. The results showed that meditation has a goal that can improve human spirituality, especially Buddhists. In addition, meditation also provides benefits and a great influence on the body and spirit of Buddhists in a way that has been arranged in such a way

    Spectroscopic investigations of near-infrared emission from Nd3+-doped zinc-phosphate glasses: Judd-Ofelt evaluation

    No full text
    Zinc-phosphate glasses doped with different concentrations of Nd 3+ ions have been prepared by the melt quenching technique and characterized the spectroscopic properties. The physical properties by means of density and molar volume are determined. The amorphous nature of the glasses has been confirmed by X–ray diffraction analysis. FTIR spectra exhibited the fundamental stretching vibrations modes of glass network. In order to study the spectroscopic properties of fabricated glasses, absorption and emission spectroscopy has been performed. Additionally, the spectroscopic properties of Nd 3+ ions were analyzed using J–O theory. UV–Vis–NIR absorption spectra of glass samples divulged twelve significant peaks. Considerable enhancement of Ω 2 values with increasing neodymium content indicated an improvement in the covalency and asymmetry of Nd 3+ ions environment. Under the excitation of 808 nm laser diode, two near-infrared emission bands at around 890 and 1060 nm from 4 F 3/2 → 4 I 9/2 and 4 I 11/2 radiative transitions respectively were observed in the Nd 3+ single doped glasses. The major intensity is observed for 1060 nm for such glass samples. Nd 3+ ions dopant is found to augment the luminescence intensity by a factor as much as 2.23 times as the concentration of Nd 3+ ions increase up to 1.5 mol%. The lifetimes of this level has been experimentally determined through decay profile studies. The developed glass possesses high fluorescence quantum efficiency (η = 96%). The results indicate that the prepared glass system could be a suitable candidate for using it as laser gain media around 1060 nm, solid-state lasers and fiber amplifiers

    MEMBACA PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD

    Get PDF
    Kini penetrasi internet mendisrupsi seisi negeri. Semua gagap dan tergopoh-gopoh menghadapi. Gagap gempita menyambut kelahiran Revolusi Industri 4.0. Belum usai menjadi bahan diskusi, kini kita dihadapkan pada pandemi. Covid-19 menerjang seisi bumi. Namun, seiring berjalannya waktu, kita dipaksa new normal, memang di dunia tidak ada yang kekal. Di tengah dua isu itu, dunia pendidikan pun terkena imbas. Semua tata kelola berubah, seluruh pemangku sibuk mengatur strategi dan selebihnya hanya memelas. Lalu berkelindan, pada sisi tertentu internet menjadi solusi pandemi. Terasa jauh menerawang, acapkali hanyalah angan-angan, ketika membincangkan situasi terkini. Dunia pendidikan babak belur, semua program sulit diukur. Namun alhamdulillah, kami merasa mendapat vaksin, ketika beberapa mahasiswa menyerahkan draft naskah buku yang isinya menyoal pendidikan. Sejenak kita bisa mendedahkan kegamangan situasi, dengan menkonsumsi artefak literasi. Membincang dunia pendidikan, diakui atau tidak kita selalu digiring memulainya dari soal “sekolah” Sama seperti halnya membincangkan kebudayaan, selalu diawali dengan “kesenian”. Oleh karena itu, demi memahami alur berpikir tulisan-tulisan yang disajikan dalam buku ini, kami memandang mengawalinya dari perbincangan mengenai “sekolah.” Baik, mari sejenak menjelajahi Yunani Kuno pada ratusan tahun silam. Konon istilah “sekolah” berasal dari bahasa Latin schola atau skhole yang bermakna “waktu luang” atau “waktu senggang”. Kemudian kita menyerapnya dari orang Eropa, dari kata “school” dan menjadi “sekolah”, atau urang Sunda acapkali menyebutnya “sakola” atau “iskola”. Konon, bangsa Yunani Kuno mengisi waktu senggangnya dengan berkumpul untuk mendiskusikan atau sekedar menerima hal-hal baru dari paragurunya, yang kelak dikenal sebagai filusuf. Seiring perubahan jaman, makna sekolah pun bergeser menjadi aktivitas kegiatan belajar-mengajar bahkan lebih sempit lagi menjadi aktivitas di ruang kelas. Makna terakhir inilah yang kita akan bincangkan di sini. Bagaimana pendekatan, model, metode dan strategi yang efektif demi mewujudkan sekolah bermutu dan proses pembelajaran yang menyenangkan. Kenapa demikian, sebab aktivitas pendidikan di ruang-ruang kelas inilah yang menjadi bahan kajian polemis hingga kini. Dari ragam kajian itu, hadirlah pendekatan Balanced Scorecard (BSC). Teori yang mulai dipopulerkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992 ini, kemudian ditelanjangi oleh paramahasiswa yang menulis dalam buku ini dengan cara menelisik sejauh mana teori Kaplan dan Norton tersebut dapat diimplementasikan pada bidang pendidikan, khususnya wahana pendidikan formal, mulai jenjang SD sampai Universitas. Bahkan beberapa tulisan, secara khusus membincangkan pendekatan BSC secara konseptual dan dipadupadankan dengan persoalan pentingnya perspektif pelanggan dalam dunia pendidikan. Umumnya, mereka seperti dalam kondisi gelisah. Memang kegelisahan-kegelisahan ihwal mutu pendidikan (dalam hal ini proses pembelajaran di ruang kelas) kemudian yang menginspirasi Anies Baswedan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2014-2016) membangunkan kembali visi besar Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara tentang “Sekolah sebagai Taman”. Intinya bahwa anak harus merasa senang ketika sedang belajar dan berada di sekolah, layaknya mereka sedang bermain di sebuah taman. Anak tidak lagi terkungkung atau terpenjara ketika berada di ruang kelas atau lingkungan sekolah. Kemudian, gagasan ini pula yang kelak menginspirasi Nadiem Anwar Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kini) memunculkan konsep “Merdeka Belajar”. Secara umum, maknanya jelas bahwa belajar harus menyenangkan, anak diberi kebebasan kreativitas, sekolah menjadi tempat menyenangkan. Ini menurut kami, semacam kembali memaknai konsep awal “sekolah”. Anak bisa nyaman ketika berada di lingkungan sekolah, merdeka berkreativitas, dan tentu terasa seperti mengisi waktu senggang atau luang. Kemudian, sejauh pembacaan kami, sepilihan tulisan dalam buku ini pada dasarnya menangkap kegelisahan sebagaimana tema diskusi kita. Kegelisahan bagaimana agar sekolah bisa menyenangkan, belajar bisa bermutu, dan mengelola kegiatan di dalamnya secara terpadu. Isi tulisan mengupas bagaimana tata kelola pendidikan mulai jenjang dasar, memengah, sampai perguruan tinggi memakai pendekatan BSC. Alhasil tujuannya terasa sama, bagaimana agar kelembagaan pendidikan bisa terkelola dengan baik dan menjadi wadah yang menyenangkan demi menghasilkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan hal itu, kemudian kami sepakat, sepilihan tulisan dalam buku ini dibagi ke dalam tiga bagian: Bagian I: Teroka Sepintas Pendekatan BSC pada Bidang Pedidikan. Isinya mengupas secara umum teori atau pendekatan BSC dalam bidang pendidikan. Bagian II: Tinjauan Pendekatan BSC pada Bidang Pendidikan jenjang Dasar dan Menengah. Isinya bagaimana pendekatan BSC diimplementasikan dalam tata kelola sekolah SD, SMA, dan SMK. Kemudian terakhir Bagian III: Tinjauan Pendekatan BSC dalam Bidang Pendidikan jenjang Perguruan Tinggi. Isinya mengupas implementasi pendeatan BSC dalam tata kelola kampus. Secara umum, sepilihan tulisan dalam buku ini terasa lengkap dan kontekstual. Hanya saja, kualitas tulisan belum merata benar. Masih terdapat beberapa tulisan yang perlu penajaman konsep, gaya penulisan, dan bagaimana mendudukkan teori ke dalam analisis implementasi. Hal lain, pembahasan konsep BSC masih terasa kaku, akibat belum dipadukannya dengan teori-teori pendukung. Padahal jika pendekatan BSC dipadukan dengan teori-teori interdisipliner lain, membaca tulisan ini akan terasa bergizi. Bagaimana pun, kami mengapresiasi sangat tinggi kehadiran rampai tulisan yang kini menjadi buku ini. Penegasan-penegasan gagasan di dalamnya dapat ditangkap, baik secara vulgar maupun samar-samar, bahwa penyumbang tulisan secara umum sedang dihinggapi gejala kegelisahan sama: Bagaimana “masa depan pendidikan” dan akan seperti apa “pendidikan masa depan”? Selanjutnya, biarlah kegelisan ini dibaca bersama agar melahirkan tawaran gagasan baru bagi pembaca untuk bangkit menjajal rimba literasi meski di tengah pandemi. Selamat kepada penulis dan kepada sidang pembaca, saran kami sesekali bacalah pada pagi hari seraya meneguk secangkir kopi. Itulah nikmatnya berliterasi. **
    corecore