41 research outputs found

    Peran Gender Dan Interval Puasa Pada Profil Lipid Tikus Wistar Dengan Diet Atherogenik

    Get PDF
     Introduction: Atherogenic diet can induced.hyperlipidemia leading to abnormal lipid profile. Time restricted feeding is proposed as treatment for hyperlipidemia. However, the effect of gender and which type of time-restricted feeding is the best to alter lipid profile is unknown.Method: The study was conducted in female and male wistar rats which was devided into 5 groups, Negative Control (KN, n=8), Positive Control (KP, n=8), Daily restricted group (KRam, n=8), alternate restricted group (KDaud, n=8) and Monday-Thursday restricted group (KSeKa, n=8) respectively. Atherogenic diet were administrated for six weeks followed by 4 weeks of time-restricted feeding. At 15 weeks of age, all rats were humanely culled and serum samples were collected for analyses. Lipid profile were assesed using spectrophotometry and analysed using two way Anova followed by post hoc LSD and p < 0.05 is considered as statiscally significant.Results: Gender and time restricted feeding affects serum total cholesterol and non-HDL cholesterol levels while gender influenced HDL and time restricted feeding influenced LDL levels. Both gender and time restricted feeding did not altered trigliseride level. Interestingly, no significant differences were found in lipid profile of KN vs KP in male or female group. Time restricted feeding had no significant effect in male but significant effect on female with higher, undesireable lipid profile.Conclusion: Atherogenic diets did not lipid profile in male or female rats, but higher lipid profile were observed in female with atherogenic diet. Time restricted feeding has gender related effect cholesterol and non-HDL cholesterol level, but no gender effect on LDL. HDL is solely dependent on gender and not affected by atherogenic diet or time restricted feeding

    The Role Of Calcium In Mature Osteoblasts Vitamin D Receptor (VDR)-Mediated Activities To Modulate Skeletal Structures And Mineral Content

    Get PDF
    Vitamin D plays a role in the prevention of rickets in children and osteomalacia in adults. However, direct activity of vitamin D and Vitamin D Receptor (VDR) in bone cells has not been fully understood. Vitamin D receptor activities in bone cells are modulated by the dietary calcium in endocrine and bone paracrine/autocrine pathways in various studies. However, confirmation of direct VDR activities in bone cells in conjunction with calcium interactions on genetically modified animals has not been previously evaluated. Studies in these settings will assist our understanding of Vitamin D activities and VDR physiology in bone cells to modulate bone structures. In chapter 3, a study on the generation and characterisation of transgenic over-expression of VDR in mature osteoblast using the osteocalcin promoter in C57bl6/J background (ObVDR-B6) was conducted. Results of this chapter confirm the anabolic action of this transgene and demonstrate that the VDR activity in mature osteoblasts exerts gender-specific and anatomical specific activities. In chapter 4, the ObVDR-B6 mouse line was subjected to normal dietary calcium and phosphate intakes and extremely low dietary calcium (0.03 %) and phosphate (0.08 %) levels (LowCaP diet) over short term (3w) and long term (17w) periods to investigate its effects on bone mineral and skeletal structure. The study provides evidence that VDR activities in mature osteoblasts are anti-catabolic for skeletal structures with normal dietary calcium/phosphate, but catabolic with extremely low calcium/phosphate diets. Whether deletion of VDR in mature osteoblasts using the Cre/lox-P system and osteocalcin promoter (ObVDR-KO) can rescue the skeletal structure of the mice when fed LowCaP diet is addressed in chapter 5. Results from this study confirmed that the activities of VDR in mature osteoblasts are modulated by the levels of dietary calcium and phosphate. Under normal calcium/phosphate levels, ObVDR-KO bone structures were not different from control mice. However, when fed LowCaP diet, the ObVDR-KO has anomalous bone structure with very high cortical porosity and high serum PTH and 1α,25 dihydroxyvitamin D3 (1,25D) levels. Although these studies and the mouse models have several limitations, overall data have contributed to elucidating the role of VDR activities in mature osteoblasts in skeletal biology and physiology in regards to dietary calcium/phosphate and further strengthen the evidence of the direct activities of VDR in skeletal health and mineral homeostasis. However, skeletal sites, region examined, sex, and age of the animals significantly influenced the results. Therefore, careful adjustment and further studies are needed to reveal the activities of mature osteoblast VDR in both genders, various skeletal sites, age related bone properties and its interaction with dietary calcium/phosphate.Thesis (Ph.D.) -- University of Adelaide, Adelaide Medical School, 201

    DIABETES MELITUS TIPE 2 MENYEBABKAN PERUBAHAN HASIL SHORT PHYSICAL PERFORMANCE BATTERY (SPPB) TEST DI MALANG RAYA

    Get PDF
    ABSTRAK Pendahuluan: Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) adalah penyakit yang ditandai adanya kondisi hiperglikemia dan mampu mengakibatkan terjadinya sarkopenia dan frailty syndrome (sindroma kelemahan). Sarkopenia dan frailty syndrome ditandai adanya penurunan performa fisik yang dapat diukur dengan SPPB test. Efek DMT2 pada skor SPPB test individu di Malang Raya belum pernah dilakukan sehingga pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan.Metode: Penelitian dilakukan secara descriptive-analitic menggunakan pendekatan cross-sectional dengan teknik non-probability sampling tipe purposive sampling pada 60 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok sehat (n=28) dan DMT2 (n=32). SPPB test diukur dengan tes keseimbangan, 4-m walking   test, dan chair stand test. Analisis data menggunakan uji komparasi, dilanjutkan uji korelasi dengan signifikansi p<0.05.Hasil dan Pembahasan: Tidak terdapat perbedaan signifikan pada skor tes keseimbangan (p=0.203). Nilai 4-m walking test kelompok sehat 5,425 ± 1,107 dan DMT2 6,738 ± 1,862 (p=0.005). Nilai chair stand test kelompok sehat 14,769 ± 3,18 dan DMT2 12,958 ± 4,87 (p=0.140). Terdapat perbedaan signifikan pada skor total SPPB test (p=0.027). Hasil uji korelasi HbA1c dengan tes keseimbangan adalah r=-0.158 (p=0.227), dengan 4-m walking   test adalah r=0.451 (p=0.000), dengan chair stand test adalah r=-0.044 (p=0.736), dan dengan skor total SPPB test adalah r=-0.353 (p=0.006). Hal ini menunjukkan pada DMT2 terjadi penurunan performa fisik melalui SPPB test.Kesimpulan: DMT2 menurunkan 4-m walking test dan skor total SPPB test, tetapi tidak mengubah hasil tes keseimbangan dan chair stand test pada individu lansia di Malang Raya.Kata Kunci : Diabetes Melitus Tipe 2; Sarkopenia; Frailty Syndrome; SPPB test

    DIABETES MELITUS TIPE 2 MENURUNKAN KADAR KALIUM URIN TETAPI TIDAK MENURUNKAN MASSA OTOT SKELETAL PADA INDIVIDU DENGAN USIA DAN GENDER YANG SAMA DI MALANG RAYA

    Get PDF
    ABSTRAKPendahuluan: Diabetes Melitus tipe 2 (DM-T2) merupakan penyakit kronik yang dapat mempercepat terjadinya sarkopenia dan frailty syndrome. Sarkopenia dan frailty syndrome dapat dideteksi dengan pengukuran massa otot skeletal dan kadar kalium urin namun perbedaan kadarnya pada individu dengan usia dan gender yang sama belum diketahui sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan.Metode: Studi deskriptif analitik cross-sectional dilakukan pada dua kelompok responden DM-T2 dan kelompok sehat dengan usia dan gender yang disamakan. Kedua kelompok kemudian diukur massa otot skeletalnya dengan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) dan kadar kalium urin sewaktu dengan metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Data kemudian dianalisis dengan p<0.05 dianggap signifikan.Hasil dan Pembahasan: Massa otot skeletal Individu Sehat vs DM T2 adalah (36,06 ±5,87) vs (37,15±6,51) (p=0.609) dengan kadar kalium urin sesaat (158,79±409,87) vs (31,48±29,27) (p=0.000). Hasil uji korelasi HbA1c dengan massa otot skeletal adalah (r=-0.006) (p=0.967). HbA1c dengan kadar kalium urin sewaktu adalah (r=-0.465) (p=0.000) sedangkan massa otot skeletal dengan kadar kalium urin adalah (r=0.256) (p=0.049). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi DM T2 menurunkan kadar kalium urin yang diduga terjadi akibat hiperglikemia yang mempengaruhi fungsi tubulus ginjal pada pasien DM T2 dibandingkan individu sehat dengan umur dan jenis kelamin yang sama.Simpulan: DMT2 mempengaruhi kadar kalium urin sewaktu yang berkorelasi dengan kondisi hiperglikemia namun tidak mempengaruhi nilai massa otot skeletal pada individu dengan usia dan gender yang sama di Malang Raya. Kata Kunci: DM Tipe 2, Sarkopenia, Frailty syndrome, Massa Otot, Kalium Uri

    PENURUNAN KADAR HEMOGLOBIN TANPA PERUBAHAN KADAR ZAT BESI SERUM PADA WANITA LANSIA SEHAT DI KOTA MALANG

    Get PDF
    ABSTRAK Pendahuluan: Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah penurunan kadar Hb karena kurangnya zat besi serum yang sering terjadi di Indonesia. Lansia memiliki resiko anemia lebih besar dibanding usia muda terutama wanita. Penelitian ini mengambil responden usia tua dan muda dengan gap kurang lebih 40 tahun untuk mengetahui perbedaan kadar zat besi serum dan Hb pada dua kondisi usia.Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif jenis Cross-sectional dengan responden wanita sehat yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok dewasa muda (n=40) dan lansia(n=40). Kadar zat besi serum diukur dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dan kadar Hb dengan menggunakan metode flow cytometry. Data zat besi serum dianalisis dengan uji Independent T-Test, sedangkan data Hb dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menilai hubungan antar variabel yang ada dengan p<0.05 dianggap signifikan.Hasil dan Pembahasan: Kadar zat besi serum dewasa muda dan lansia didapatkan 72.400±26.467 vs 82.700±21.670 (p=0.061). Kadar hemoglobin dewasa muda dan lansia didapatkan 13.905±1.671 vs 13.105±0.991 (p=0.008). Uji korelasi usia dengan kadar zat besi serum didapatkan r=0.246 (p=0.028), sedangkan hasil uji korelasi usia dengan kadar Hb didapatkan r=-0.137 (p=0.226). Hal ini menunjukkan penurunan kadar Hb lansia yang terjadi karena lansia mengalami penurunan fungsi ginjal, sehingga berdampak pada penurunan produksi hormon eritropoietin hingga membuat jumlah eritrosit dan kadar Hb ikut menurun.Kesimpulan: Penuaan berperan dalam penurunan kadar hemoglobin (Hb), namun tidak mempengaruhi kadar serum zat besi.Kata Kunci : Usia, Penuaan, Serum Zat Besi, Hemoglobin (Hb)

    DIABETES MELITUS TIPE 2 MENURUNKAN NILAI HANDGRIP TEST DAN GAIT SPEED TEST INDIVIDU DENGAN USIA DAN GENDER YANG SAMA DI MALANG RAYA

    Get PDF
    ABSTRAK Pendahuluan: Sarkopenia adalah salah satu bagian dari frailty syndrome (sindroma kelemahan) yang ditandai dengan penurunan kekuatan otot yang dapat dideteksi dengan handgrip test dan gait speed test. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) diketahui mempercepat terjadinya sarkopenia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaaan hasil handgrip test dan gait speed test antara individu DMT2 dan non-DMT2 sebagai pembandingnya. Metode: Penelitian dengan studi Cross-sectional. Responden penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu DMT2 dan non-DMT2 dengan usia dan gender yang sama. Masing-masing kelompok akan dilakukan pemeriksaan kekuatan otot menggunakan handgrip test dan gait speed test. Data dianalisis dengan uji Independent T-Test dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson dengan tingkat signifikansi p <0.05. Hasil dan Pembahasan: Diabetes Melitus berbeda signifikan untuk handgrip test (p=0.001) dan gait speed test (p=0.000) pada kelompok DMT2 dan non-DMT2. HbA1c sebagai diagnostik DMT2 berhubungan signifikan dengan handgrip test (r=-0.346) maupun gait speed test (r=-0.401). Hal tersebut sejalan dengan sebagian besar studi penelitian sebelumnya yang menyatakan terdapat hubungan antara DMT2 dan penurunan kekuatan otot yang melibatkan proses reaksi inflamasi. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang berpengaruh, seperti usia, jenis kelamin dan aktivitas fisik. Kesimpulan: Diabetes Melitus berperan terhadap penurunan hasil handgrip test dan gait speed test pada kelompok DMT2 dan non-DMT2 sebagai kontrol berdasarkan usia dan jenis kelamin yang sama di Malang Raya. Kata Kunci : Diabetes Melitus, Sarkopenia, Frailty Syndrome, Handgrip Test, Gait Speed Test

    Peran Kendali Glukosa terhadap Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Lengan Atas pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Malang Raya

    Get PDF
    Background: Diabetes Mellitus (DM) is a degenerative disease caused by impaired insulin function, marked by hyperglycemia. Chronic hyperglycemia may decrease the nutritional status of DM patients by measuring Body Mass ndex (BMI) and Upper Arm Circumference (UAC). This study aimed to look at the role of glucose control in BMI and UAC in Type 2 DM patients.Methods: This reserach was cross sectional studies. The respondents are male and female of diabetic patients without complications over the age of 40 years. The subjects were divided into the controlled group and uncontrolled group. Each group performed weight measurements with weight scale, body height with microtoise and UAC with a measuring tape. Independent T-Test was used to analyze the data , followed by a Pearson correlation test with a significance level of p<0.05.Results: There was no significant difference between glucose control, BMI (p=0.921), right UAC (p=0.611) and left UAC (p=0.406) in controlled group and uncontrolled group. Glucose control had no correlation to BMI (r=-0.061). There was also no correlation between glucose control, right UAC (r=0.161) and left UAC (r=0.197).Conclusion: Glucose control had no role in body mass index and upper arm circumference towards patients with diabetes mellitus type 2 in Malang.Keywords: Glucose control, body mass index, upper arm circumference, type 2 diabetes mellitu

    PERANAN PENGENDALIAN GLUKOSA PADA PARAMETER ZAT BESI SERUM DAN JUMLAH ERITROSIT PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MALANG

    Get PDF
    ABSTRAK Pendahuluan: Pengendalian kadar glukosa pada pasien Diabetes Melitus (DM) tipe 2 diduga dapat mengganggu homeostasis dan metabolisme zat besi (Fe) sehingga mengubah kadar Fe serum dan mempengaruhi jumlah eritrosit darah. Namun, penelitian kadar Fe serum dan jumlah eritrosit darah pasien DM type 2 di kota malang belum pernah diteliti sehingga perlu dilakukan.Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional control group post test only menggunakan subyek pasien DM tipe 2 yang ada di Malang menggunkan teknik purposive sampling method (n=40 orang) yang dibagi dalam 2 kelompok yakni DM type 2 terkendali (n=15) dan tidak terkendali (n=25). Kadar Fe serum diukur dengan Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS), dan jumlah eritrosit darah diukur dengan Hemato Analyzer. Data dianalisa dengan uji Mann Whitney dan uji korelasi Spearman dan p<0,05 dianggap signifikan.Hasil: Kadar Fe serum pasien DM dengan glukosa terkendali adalah 0,19 ± 0,15 mg/dL, dan 0,14 ± 0,11 mg/dL untuk kelompok DM tipe 2 yang tidak terkendali (p=0,150) dengan jumlah eritrosit 4,76±0,6x106/µL dan 4,85±0,73x106/µL (p=0,620). Perbedaan yang tidak signifikan ini diduga terjadi karena pengelompokan DM yang belum baik, dan jumlah subyek yang terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan.Kesimpulan: Kendali glukosa tidak berperan terhadap kadar zat besi (Fe) serum dan jumlah eritrosit pasien DM tipe 2 di kota Malang. Kata Kunci: diabetes melitus, kendali glukosa, serum Fe, jumlah eritrosi

    PENGARUH KENDALI GLUKOSA TERHADAP SIKLUS TIDUR PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MALANG

    Get PDF
    Pendahuluan : Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif kronik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia. Salah satu komplikasinya adalah gangguan siklus tidur. Gangguan ini dapat dinilai dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Insomnia Severity Index (ISI). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kendali glukosa darah pada siklus tidur pasien DM tipe 2Metode : Penelitian analytic cross sectional study dengan menggunakan desain control group post test only subjek penelitian adalah laki-laki dan perempuan yang menderita DM tipe 2 tanpa komplikasi dengan usia diatas 40 tahun. Penentuan gangguan siklus tidur menggunakan metode wawancara dengan kuesioner PSQI dan ISI. Variabel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Kelompok Terkendali (KT) dan Kelompok Tidak Terkendali (KTT). Masing-masing kelompok akan ditentukan gangguan siklus tidur dengan menggunakan kuesioner PSQI untuk menilai kualitas tidur dan ISI untuk menilai tingkat insomnia. Data masing-masing kelompok dianalisa menggunakan uji Chi-square dilanjutkan dengan uji korelasi Spearman dengan tingkat signifikansi p0,05) dan ISI 0.506 (P>0,05) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kendali glukosa dengan siklus tidur berdasarkan pengukuran PSQI dan ISI. Hasil uji korelasi Spearman PSQI 0,502 (P>0,05) dan ISI 0,881 (P>0,05). Tidak terdapat hubungan antara kendali glukosa dengan siklus tidur berdasarkan pengukuran PSQI dan ISI pada pasien DM tipe 2 di Malang.Kesimpulan : Kualitas tidur baik dan normal lebih banyak pada KT sedangkan gangguan kualitas tidur sedang dan insomnia sedang lebih banyak pada KTT. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kendali glukosa dengan siklus tidur pada pasien DM tipe 2 di Malang.Kata Kunci : Kendali glukosa, ISI, PSQI, Diabetes Mellitus Tipe

    PERBEDAAN WAIST TO HIP RATIO, FAT FOLDS, DAN BODY MASS INDEX PADA INDIVIDU SEHAT DENGAN INDIVIDU DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MALANG RAYA

    Get PDF
    ABSTRAKPendahuluan: Diabetes Melitus tipe 2 (DMT 2) dapat menyebabkan penurunan berat badan dan perubahan status gizi akibat  hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Pengelolaan pasien DMT 2 dapat dilakukan dengan memonitoring status metabolik, khususnya kadar glukosa darah. Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan Waist to Hip Ratio (WHR), Fat Folds (FF), dan Body Mass Index (BMI) individu sehat dengan individu DMT 2 pada usia dan jenis kelamin yang sama di Malang Raya.Metode: Penelitian Descriptive-analytic dengan pendekatan Cross-sectional menggunakan responden perempuan dan laki-laki diatas 40 tahun yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu DMT 2 (n= 32) dan sehat (n= 28). Pemeriksaan BMI menggunakan timbangan dan alat ukur tinggi badan sedangkan pada WHR menggunakan alat ukur lingkar badan, dan pemeriksaan FF menggunakan alat skinfold caliper. Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji independent t-test kemudian dilanjutkan dengan uji pearson correlation.Hasil: Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara FF dan WHR antar dua kelompok (p<0,370; p<0,519). Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara BMI individu DM tipe 2 (26,41±3,42) dan sehat (25,75±4,53) (p<0,519). Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan dan nilai statistik, yaitu proses proteolisis, genetik individu, obat-obatan, dan jumlah sampel yang tidak seimbang.Kesimpulan: Tidak didapatkan perbedaan signifikan pada WHR, FF, dan BMI individu sehat dengan individu diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia dan jenis kelamin yang sama di Malang Raya. Kata Kunci: Diabetes Melitus, Body Mass Index, Fat Folds, dan Waist to Hip Rati
    corecore