5 research outputs found

    Lalat Kacang, Ophiomyia Phaseoli Tryon (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai dan Cara Pengendaliannya

    Full text link
    Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli Tr.), berstatus hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Serangan yang berlangsung sejak 4–10 hari setelah tanam (HST) mengakibatkan kematian tanaman, dan serangan setelah 10 HST menyebabkan tanaman kerdil dan polong yang terbentuk hanya sedikit. Lalat kacang tersebar di berbagai negara di dunia termasuk di berbagai daerah di Indonesia, dengan tingkat populasi dan serangan yang tinggi pada musim kemarau. Untuk dapat mengendalikan populasi dan serangan lalat kacang secara tepat, efektif, dan efisien, penelitian berbagai aspek ekobiologi lalat kacang dan cara pengendaliannya telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Faktor dominan yang menunjang pertumbuhan populasi lalat kacang di alam bebas adalah tersedianya tanaman inang sepanjang tahun secara berlimpah. Di lain pihak, faktor yang berperan dalam menekan populasi lalat kacang adalah musuh alami yaitu parasitoid dan predator. Periode kritis tanaman kedelai terhadap serangan lalat kacang adalah sejak tumbuh sampai tanaman berumur 10 HST. Puncak populasi imago terjadi pada saat tanaman berumur 5 HST atau 6 HST dan terdapat preferensi imago terhadap umur tanaman untuk meletakkan telurnya. Imago lebih menyukai tanaman umur 5 HST sebagai tempat untuk meletakkan telur. Telur diletakkan di permukaan atas kotiledon sebesar 98,16%. Pemantauan populasi imago dapatdilakukan pada pukul 06.00–08.00 saat tanaman berumur 5 HST atau 6 HST, dan pengamatan tanaman terserang dilakukan pada 7 HST atau 8 HST. Cara penentuan tanaman contoh yang akan diamati menggunakan metode diagonal. Keputusan pengendalian didasarkan pada ambang kendali yaitu populasi imago 14ekor/500 tanaman (=1,4 ekor/50 tanaman) pada saat tanaman berumur 5 HST atau 6 HST. Ambang kendali berdasarkan tanaman terserang saat tanaman berumur 7 HST atau 8 HST adalah sebesar 2,5%. Waktu aplikasi insektisida yang tepat adalah pada saat tanaman kedelai berumur 8 HST (= 4 hari setelah tumbuh), pada pukul 06.00–08.00. Berbagai teknologi pengendalian lalat kacang yang secara parsial efektif mengendalikan populasi dan serangan lalat kacang, ternyata di antara berbagai teknologi pengendalian tersebut terdapat perbedaan efektivitas dalam mengendalikan lalat kacang. Selain itu juga terdapat perbedaan efisiensi dalam mempertahankan kapasitas hasil kedelai Wilis. Teknologi pengendalian lalat kacang yang efektif dan efisien adalah cara kimiawi dengan menggunakan insektisida yang bersifat sistemik (monokrotofos), diaplikasikan pada pagi hari saat tanaman berumur 8 HST (= 4 hari setelah tumbuh), dan berdasarkan pemantauan populasi atau tanaman terserang. Usaha untuk mendapatkan varietas kedelai tahan lalat kacang dengan metode seleksi berdasarkan persen kematian tanaman, penting untuk dilanjutkan

    Ulat Grayak Spodoptera Litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman Kedelai dan Pengendaliannya

    Full text link
    Di Indonesia ulat grayak, S. litura, dapat menyerang berbagai jenis tanaman kacang-kacangan. Bioekologi hama ini telah banyak diketahui termasuk arti ekonomi, dan upaya pengendaliannya. Pemahaman bioekologi ulat grayak perlu diketahui untuk dipakai sebagai salah satu pertimbangan guna menentukan strategi pengendalian ulat grayak yang efektif. Penggunaan insektisida untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai yang intensif telah banyak dilakukan, namun belum sepenuhnya dapat menekan populasi ulat grayak. Atas pertimbangan biaya, keamanan lingkungan, dan strategi pengendalian hama terpadu maka upaya mencari pengendalian alternatif antara lain: penggunaan musuh alami, dan varietas tahan telah dilakukan. Virus penyebab penyakit Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV), pada ulat grayak merupakan entomopathogenic virus yang banyak ditemukan di lapangan dan berpeluang untuk dapat dikembangkan, karena relatif mudah cara penanganannya dibanding dengan penggunaan parasitoid dan predator

    Lalat Pengorok Daun, Liriomyza SP. (Diptera: Agromyzidae), Hama Baru pada Tanaman Kedelai di Indonesia

    Full text link
    Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.) ditemukan menginfestasi tanaman kedelai pada tahun 2007. Larva lalat pengorok daun merusak daun kedelai dengan membuat liang korokan beralur warna putih Bening pada bagian mesofil daun dan berpotensi menurunkan hasil hingga 20%. Selain pada kedelai, gejala serangan yang sama juga ditemukan pada kacang hijau, kacang tunggak, kacang panjang, komak, kacang adzuki, buncis, dan 42 jenistanaman lainnya termasuk gulma. Empat spesies lalat pengorok daun yang diketahui menginfestasi tanaman kedelai adalah L. sativae, L. trifolii, L. huidobrensis, dan L. bryoniae. Pengendalian kimia dapat menimbulkan masalah karena lalat memiliki kemampuan genetik yang tinggi untuk menjadi tahan terhadap insektisida kimia.Pada habitat aslinya (subtropis), Liriomyza sp. tergolong serangga berstrategi-r, yaitu memiliki kemampuan reproduksi tinggi, cepat mengkoloni habitat, dan kisaran inangnya luas. Habitat tropis dengan ketersediaan tanaman inang sepanjang tahun dan penggunaan insektisida kimia yang kurang bijaksana memungkinkan lalat pengorok daunmenjadi hama penting pada kedelai. Pada habitat alaminya, populasi lalat pengorok daun rendah akibat pengendalian alami oleh parasitoid dan predator, salah satunya adalah parasitoid Hemiptarsenus varicornis. Oleh karena itu, perlu disiapkan teknologi pengendalian yang lebih memberdayakan peran musuh alami daripada insektisida kimia.Makalah ini menelaah gejala dan akibat serangan lalat pengorok daun, spesies dan biologi, tanaman inang, musuh alami, pemantauan, dan rekomendasi pengendaliannya

    Potensi Tanaman Jagung Dan Sangket (Basilicum Polystachyon) Sebagai Perangkap Hama Pemakan Polong Kedelai

    Full text link
    Soybean pod feeder, Helicoverpa armigera is a major insect pest of soybean in Indonesia, where severe attacks can reduce yield significantly. This insect has a wide range of host plants. One of the Integrated Pest Management (IPM) components is using a trap crop. A study was conducted in the green house at the Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI), Malang, from Januari to Februari 2011 to evaluate the potential use of musk basil plant as a trap for egg laying of the adult soybean pod feeder. The experiment was arranged in a complete randomized design with four replications. Maize plants of 54 and 57 days old, soybean plants of 35 days old, and musk basil plants were each inoculated with two pairs of adult insects for two days at 02.00 pm. The numbers of eggs laid by the insect on the plants were recorded at two days after infestation (DAI). The results showed that maize plants of 54 or 57 days old were the most preferred host for laying eggs, followed by the musk basil plant. The pest laid 63% of the eggs on 54 days old maize plants, 34% on the 57 days old maize plants, and only 1.8% on the musk basil plant. None was found laying egg on soybean plant. The insect preferred most maize stem (39.7%) to lay eggs, on maize leaves (35.2%), cob hair (23.1%), and on cob (1.3%). On musk basil plant, 70% of the eggs were laid on the fruits and 30% on the leaves. Maize plant was the best egg trap, while musk basil plant did not have a potential as trap plant for soybean pod feeder insect
    corecore