4 research outputs found

    Kegiatan Pengabdian Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Peningkatan Kesadaran untuk mengurangi risiko Penyakit Kronis di Wilayah Tengger

    Get PDF
    Suku Tengger merupakan salah satu suku yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sukapura yang masih mempertahankan tradisi leluhur seperti perayaan adat. Pada saat perayaan tersebut, masyarakat Tengger menyajikan makanan bersantan dan tinggi lemak. Hal itu diindikasi sebagai salah satu penyebab penyakit kronis yang menyerang usia pralansia dan lansia seperti hipertensi, diabetes melitus, dan obesitas. Berdasarkan data dari puskesmas setempat, diketahui angka tersebut cukup tinggi sehingga tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk melakukan deteksi dini, pemeriksaan serta melakukan penyuluhan kepada warga setempat tentang masalah penyakit kronis. Kegiatan yang dilakukan antara lain analisis masalah dengan pihak puskesmas serta melakukan kerja sama, kemudian melaksanakan kegiatan berupa pemeriksaan kesehatan serta penyuluhan. Pemeriksaan dilakukan selama tiga hari untuk melakukan screening untuk memeriksa hipertensi, kadar gula darah, dan obesitas. Pasien yang ditemukan pada kondisi kronis dirujuk ke puskesmas setempat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan diberikan edukasi untuk melakukan pemeriksaan rutin. Kegiatan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) tetap dilakukan pada masyarakat. Hasil dari kegiatan pengabdian masyarakat disusun dan dilaporkan pada pemerintah setempat

    LESS COMMON COVID-19 SYMPTOMS, ANOSMIA AND DYSGEUSIA

    No full text
    Hilang penciuman (anosmia) dan penurunan indra perasa (disgeusia) merupakan gejala ringan dari penderita COVID-19. Berdasarkan beberapa penelitian, angka kekerapan anosmia dan disgeusia cukup beragam sekitar 30-85,6%, lebih sering terjadi pada dewasa muda dan wanita. Infeksi COVID-19 terjadi melalui partikel yang dihirup seukuran droplet dan aerosol atau melalui inokulasi langsung pada epitel respiratori atau rute okularmelalui duktus nasolacrimal. Anosmia dan disgeusia didefinisikan sebagai berkurangnya kemampuan untuk menghirup bau (penciuman orthonasal) atau makan (penciuman retronasal). Pada pasien dengan COVID-19 menggambarkan rasa yang berubah, gejala ini lebih dikaitkan dengan gangguan penciuman retronasal (aroma) daripada gangguan gustatori (manis, asin, asam, pahit). Oleh karena itu, diperkirakan bahwa gangguan kemosensori pada COVID-19 adalah gangguan penciuman orthonasal dan retronasal. Penyebab anosmia dan disgeusia pada COVID-19 masih menjadi perdebatan, secara garis besar disebabkan oleh, edema lokal pada celah olfaktori, deformitas anatomi neuroepithel olfaktori, neuroinvasi langsung pada jalur saraf olfaktori. Menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC), “new loss of taste or smell” kemungkinan muncul 2 hingga 14 hari setelah paparan COVID-19. Keluhan anosmia dan disgeusia, tanpa penyakit pernapasan lainnya seperti rinitis alergi, rinosinusitis akut, atau rinosinusitis kronis harus dicurigai mengarah pada infeksi COVID-19 dan dilakukan pemeriksaan sesuai alur COVID-19. Pada beberapa kasus diawali dengan rinitis akut selama 2-3 hari selanjutnya setelah keluhan tersebut menghilang timbul anosmia dan disgeusia. Pada pasien dapat dilakukan uji alkohol untuk mengetahui fungsi jalur ortonasal dan uji penghidu intravena menggunakan fursultiamine HCl untuk fungsi jalur retronasal. Terapi yang diberikan merupakan kombinasi dari antivirus, anti bakteri sebagai terapi utama diberikan bersama terapi simtomatik, penggunaan cuci hidung menggunakan larutan NaCl 0.9%, kortikosteroid intranasal, dekongestan topikal, dan preparat zinc. Indera penciuman biasanya mulai pulih setelah 5-10 hari dan pemulihan lengkap pada beberapa pasien sekitar 10-15 hari

    EFEKTIFITAS DAN KEAMANAN STEROID DALAM MANAGEMEN GOUT: TINJAUAN PUSTAKA

    No full text
    Latar belakang: Gout merupakan penyakit sendi yang umum ditemui dan berdampak negatif terhadap kualitas hidup pasien, sehingga tatalaksana gout yang adekuat merupakan hal yang krusial. Steroid umumnya diberikan bila terdapat kontraindikasi terhadap kolkisin atau OAINS seperti gangguan ginjal.Tujuan: Tinjauan ini bertujuan untuk menganalisa bukti-bukti ilmiah mengenai penggunaan steroid pada managemen gout.Hasil: Berdasarkan penulusuran literatur, steroid dapat diberikan secara oral dan injeksi dalam managemen gout. Pemberian steroid per-oral memiliki efikasi yang tidak berbeda dengan OAINS, tetapi memiliki keamanan yang lebih baik. Sedangkan bukti klinis mengenai efikasi dan keamanan steroid injeksi sangat terbatas.Kesimpulan: Steroid memiliki efikasi dan keamanan yang ideal sebagai terapi pilihan serangan gout akut
    corecore