5 research outputs found

    Reproduksi Stereotipe Dan Resistensi Orang Katobengke Dalam Struktur Masyarakat Buton

    Full text link
    This paper aims to study the stereotypes by the kaomu-walaka group towards the Katobengke people as the less advantaged papara group. In the age of the Wolio Sultanate, the kaomu and the walaka as the dominant classes considered the Katobengke as the low social strata, or the dominated group, also called stereotyped people. However, the Katobengke has been trying to fight this definition. The forms of resistance against the kaomu-walaka group that have been done by the Katobengke include: resistance against the knowledge system of the Wolio people, resistance against their field of education, resistance by using state/military symbols, and conducting political negotiations to improve the statuses/positions of the Katobengke people in Buton's social structure

    Nakodai Mara'dia Abanua Kaiyang Toilopi: Spirit Nilai Budaya Maritim dan Identitas Orang Mandar

    Full text link
    Artikel ini membahas orang Mandar sebagai suku bangsa maritim yang tidak diragukan eksistensinya. Sebagai pemangku kebudayaan maritim dan religius yang taat, tidak dapat dimungkiri keandalan manusia Mandar dalam berbagai arena kehidupan dan selalu memiliki ciri khas yang dapat bernilai positif. Metode penelitian deskriptif kualitatif dengan melakukan penelitian di Polewali Mandar dan Majene. Adapun teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, pengamatan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai suku bangsa maritim, sangatlah urgen untuk melakukan penggalian nilai-nilai luhur masyarakat Mandar yang selalu menonjol dalam berbagai arena sosial, ekonomi dan politik. Orang Mandar memiliki nilai budaya yang khas yang selalu unggul dalam berbagai arena sosial, politik, hukum dan ekonomi. Bangsa Indonesia memiliki Baharuddin Lopa dan Basri Hasanuddin yang mewarnai peradaban Indonesia. Nilai-nilai luhur takkalai disombalang dotai lele rapu dadi na tuali di lolangan.” Orang Mandar menjunjung tinggi halhal yang baik, benar dan mulia. Nilai ini mengisyaratkan bahwa mereka bercita-cita menjadikan wilayahnya “Mandar masagena na mala bi” yang berarti “wilayah Mandar yang terpandang dan mulia.” Nilai-nilai inilah menjadi penopang kebudayaan Mandar sehingga melahirkan manusia Mandar yang selalu unggul dalam berbagai arena sebagai identitas suku bangsa maritim

    Strategi Usaha Perikanan Nelayan Engbatu-batu Kabupaten Takalar

    Full text link
    Dalam menjalankan usaha perikanan laut yang diversitas dan variatif, nelayan Engbatu-Batu seperti nelayan lain di Sulawesi Selatan menerapkan organisasi kelembagaan ponggawa-sawi. Beberapa masalah yang dihadapai nelayan dalam usahanya, antara lain: kesulitan dalam perolehan modal dan pengembangan usaha, kondisi sumber daya perikanan yang tidak menentu, praktik pemanfaatan sumber daya perikanan laut secara bebas/terbuka (open/free use), dan ketidakmampuan nelayan mengotrol situasi dan kondisi pemasaran hasil tangkapan. Untuk mengatasi masalah-masalah ini, nelayan melakukan berbagai strategi seperti: strategi menjalin hubungan dengan pihak-pihak lain, terutama pengusaha dan pedagang besar, untuk perolehan modal, pengembangan modal dengan menambah jumlah unit atau volume dari suatu bentuk usaha; pengelolaan anak buah dengan memantapkan pola-pola hubungan patron-client; pengelolaan informasi berkaitan sistem-sistem produksi (di laut), situasi permintaan dan harga, dan jaringan pemasaran; dan penolakan dan perlawanan nelayan terhadap beroperasinya nelayan cantram/parere dari desa-desa lain

    Dinamika Pelayaran dan Perubahan Perahu Lambo dalam Kebudayaan Maritim Orang Buton

    Full text link
    Nilai budaya maritim menjadi ciri kebudayaan orang Buton. Oleh karena itu, perahu menjadi penopang utama kelangsungan tradisi maritim orang Buton dari waktu ke waktu dan dari satu tempat (ruang) ke tempat yang lain. Mereka berlayar melintasi ruang samudera (laut) dan dari satu pulau ke pulau lain. Perahu lambo merupakan kebudayaan yang tidak lepas dari eksistensi tradisi maritim orang Buton. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data kepustakaan, pengamatan dan wawancara di wilayah Kepulauan Buton. Hasil penelitian menarasikan dinamika pelayaran dan Perubahan bentuk dan fungsi perahu lambo seiring dengan masuknya motorisasi dan Perubahan struktur sosial masyarakat. Perahu lambo sebagai komponen utama kebudayaan maritim orang Buton

    Wolio, Buton, atau Baubau sebagai Wacana NAMA Kota Baubau (Identitas dan Transformasi Nilai Budaya Kesultanan Buton)

    Full text link
    Artikel ini membahas tentang legitimasi identitas penamaan Kota Baubau. Penyematan nama Kota Baubau saat ini muncul dari wacana ketika menjadi sebagai sebuah daerah otonom baru. Ada tiga nama yang menjadi wacana, yakni Wolio, Baubau, dan Buton. Nama Wolio merupakan transformasi dari kelompok sub etnik yang menjadi penguasa masa Kesultanan Buton. Nama Buton sebagai entitas bangsa sebuah kesultanan yang wilayahnya berpusat di Kota Baubau saat ini. Sedangkan Baubau merupakan suatu wilayah baru di Wilayah Pusat Kesultanan Buton yang menjadi pusat perekonomian. Metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data dokumentasi, wawancara, dan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana penamaan Kota Baubau dari tiga pilihan Wolio, Baubau, dan Buton merupakan artikulasi sebuah atau transformasi dari masa Kesultanan Buton hingga saat ini sebagai identitas Kota Baubau berbasis etnik dan wilayah masa lalu
    corecore