22 research outputs found

    Pengaruh Penambahan Maltodekstrin dan Suhu Inlet Spray Dryer terhadap Karakteristik Fisiko-Kimia Bubuk Sari Kerandang (Canavalia Virosa)

    Full text link
    Kerandang (Canavalia virosa) dapat dijumpai di sepanjang lahan pasir pantai di Kabupaten Kulonprogo dan Bantul, Yogyakarta. Biji kerandang dapat diolah menjadi sari kerandang seperti halnya kedelai, sebagai bentuk diversifikasi produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia bubuk sari kerandang. Biji kerandang kupas (tanpa kulit ari) diolah menjadi sari kerandang dengan perbandingan biji dan air 1:8 (b/v). Penambahan maltodekstrin sebanyak 0%; 5%; 7,5%; dan 10% (b/v) padasari kerandang, kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 80 °C; 100 °C; dan 120 °C. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bulk density, kelarutan, water holding capacity (WHC), fat holding capasity (FHC), protein terlarut, total fenolik, genistein, dan aktivitas antioksidan. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan ulangan percobaan sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menahan air (WHC) bubuk sari kerandang berkisar antara 2,98%–64,55%. Konsentrasi suhu inlet dan maltodekstrin serta interaksi keduanya memberikan perbedaan nyata terhadap WHC bubuk sari kerandang. FHC bubuk sari kerandang (108,89%–262,25%) mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi maltodekstrin dan temperatur inlet spray dryer. Bulk density bubuk sari kerandang berkisar antara 0,34 g/mL–0,58 g/mL. Kelarutan bubuk sari kerandang di berbagai pH berhubungan erat dengan kandungan protein dalam bubuk sari kerandang. Protein terlarut bubuk sari kerandang menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi maltodekstrin dan temperatur inlet. Total fenolik bubuk sari kerandang berkisar antara 1,33 g GAE/100 g–7,55 g GAE/100 g. Aktivitas antioksidan bubuk sari kerandang berkisar antara 9,61%–74,87%

    Physico-chemical Characteristics Of Tribal Bean (Canavalia Virosa) And Its Alternative Tofu And Tempeh Food Products

    Full text link
    Increasing price of soybean becomes a serious problem for producers of traditional foods such as tempeh and tofu. These traditional foods are important protein sources for many Indonesian people. Tribal bean (Canavalia virosa) could be used as a substitution of soybean for tempeh and tofu processing. This study aimed to determine physico-chemical characteristics of tribal bean and its products such as tofu and tempeh. Tribal bean old pods were peeled manually in the Postharvest and Agricultural Machinery Laboratory of the Yogyakarta AIAT. The peeled seeds were dried until 10% water content and their epidermis were removed mechanically by using an abrasive peeler to produce yellowish clean peeled beans. The beans were analyzed physically and chemically using the standard prosedure. Since the tribal bean seeds contained high HCN, to minimize HCN content the beans were presoaked for 48 hours in water. The beans were then mixed with soybean at a ratio of 50:50 or 25:75 and processed for making tempeh and tofu using traditional method. Physicochemical and organoleptic characteristics of the tribal bean tempe and tofu were analysed, involving organoleptic test with hedonic method, texture, as well as water, ash, protein and crude fiber contents. The results showed that tribal bean contained protein (37.30%), essential amino acids, minerals and fiber (3.1%), and a toxic substance HCN. Presoaking the beans in water for 48 hours significantly reduced HCN content by 98.51%, from 1334 ppm. Tofu made of a mixture of tribal bean and soybean at a ratio of 25:75 plus 2% rice vinegar as a coagulant has a white color and normal flavor appearances, and was accepted by panelists. The tribal bean tempeh contained 78.1% water, 1.21% ash, 8.14% protein, 3.1% crude fiber, and 44 ppm HCN. Tempeh made of a mixture of tribal bean and soybean at ratios of 50:50 and 25:75 showed good characters (flavor, taste, color, and texture) and panelist acceptance, as well as nutrition values (76% water, 2.71% ash, 14% protein, 0.25% crude fiber, and 14% lipid). However, HCN content in the tofu was still higher (85 ppm HCN) than the recommended maximum value of 50 ppm. This study suggests that tribal bean is more suitable for tempeh than for tofu based on its HCN content

    Pengembangan Budi Daya Tanaman Garut dan Teknologi Pengolahannya untuk Mendukung Ketahanan Pangan

    Full text link
    Ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian. Selain itu, ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional. Garut merupakan sumber bahan pangan lokal yang memiliki potensi dan perlu dilestarikan guna mendukung ketahanan pangan. Tanaman garut adaptif terhadap kondisi lingkungan, mampu tumbuh pada lahan marginal atau di bawah tegakan tanaman hutan. Hasil umbi garut berkisar antara 9-12 t/ha dengan kandungan pati 1,92-2,56 t/ha. Umbi garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pengolahanpangan, yaitu pati dan emping garut. Umbi garut bermanfaat bagi kesehatan, sebagai sumber serat pangan dan memiliki indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan umbi-umbian lainnya. Pati garut dapat mensubstitusi penggunaan terigu dalam berbagai produk pangan dengan tingkat substitusi 50-100%

    Pemanfaatan Biji Kerandang (Canavalia Virosa) sebagai Bahan Pengganti Kedelai dalam Pembuatan Tahu

    Full text link
    Biji kerandang (Canavalia virosa) adalah jenis biji-bijian yang dapat dijumpai disepanjang pesisir pantai Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Biji kerandang memiliki potensi sebagai bahan pangan alternatif pengganti kedelai. Pene- litian ini bertujuan untuk mengetahui mutu fisik dan kimia tahu yang dihasilkan dengan bahan dasar biji kerandang. Enam perlakuan yang dilakukan yaitu (a) kerandang:kedelai = 50 %:50 % kedelai dengan koagulan cuka beras 2 %; (b) kerandang:kedelai = 25 %:75 % dengan koagulan cuka beras 2 %; (c) kerandang:kedelai = 50 %:50 % dengan koa- gulan asam laktat 2 %; (d) kerandang:kedelai = 25 %:75 % dengan koagulan asam laktat 2 %; (e) kerandang:kedelai= 50 %:50 % dengan koagulan ekstrak nanas; dan (f) kerandang:kedelai = 25 %:75 % dengan koagulan ekstrak nanas. Pengujian mutu tahu yang dihasilkan meliputi pH koagulan, pH whey, rendemen tahu, tekstur tahu, uji organoleptik, kadar air, abu, serat kasar, lemak, protein, HCN. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan Acak Lengkap dengan ulangan dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahu kerandang yang paling baik adalah tahu kerandang yang dibuat dengan substitusi kedelai 75% dengan bahan koagulan cuka beras 25% yang menghasilkan tahu yang Kenyal, berwarna putih, rendeman yang dihasilkan tinggi, dan aroma yang baik. Tahu kerandang tersebut memiliki kandungan protein 13,69 % dan lemak 3,40

    Pengaruh Perendaman dan Perebusan terhadap Kandungan Protein, Gula, Total Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Kerandang (Canavalia Virosa)

    Full text link
    Kerandang (Canavalia virosa) tergolong tanaman legum dan menghasilkan biji, tumbuh menjalar di lahan pasir pantaiDaerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo dengan luas lahan sekitar 3.500 ha.Tanaman kerandang merupakan sumber protein nabati, mengandung senyawa fenolik dan memiliki aktivitas antioksidan.Penelitian tentang aktivitas antioksidan biji kerandang belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh perendaman dan perebusan terhadap Perubahan kandungan protein, gula, total fenolik dan aktivitas antioksidanbiji kerandang. Perendaman dilakukan pada 0, 12, dan 24 jam dengan rasio biji kerandang dan air sebesar 1:6 (b/v).Perlakuan perendaman ini dikombinasikan dengan perebusan biji pada suhu didih air (80 – 90 ºC) selama 0, 10, dan20 menit. Perbandingan biji kerandang dan air untuk perebusan adalah 1:5 (b/v). Pengujian yang dilakukan meliputikadar protein, jenis gula, total fenolik dan aktivitas antioksidan. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan AcakLengkap dengan ulangan dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein biji kerandang menurun denganperlakuan perendaman dan perebusan. Biji kerandang mengandung oligosakarida tahan cerna (raÞ nosa) yang cukuptinggi. Kandungan total fenolik biji kerandang segar sebesar 7,42 g GAE/100 g biji kerandang. Perlakuan perendamandan perebusan menyebabkan kandungan total fenolik menurun sampai dengan 74,93 %. Aktivitas antioksidan bijikerandang dinyatakan sebagai Radical Scavenging Activity sebesar 10,22 %. Pada perendaman selama 12 dan 24 jamterjadi penurunan aktivitas antioksidan

    The Pediatricians’ Knowledge, Attitudes, and Therapeutic Approaches Regarding Diaper Dermatitis: A Common Condition with Many Different Practices [Letter]

    No full text
    Tjitrowati Djaafar,1 Nurseha S Djaafar2 1Department of Sanitation, Poltekkes Kemenkes Palu, Palu, Indonesia; 2Department of Nursing, Poltekkes Kemenkes Manado, Manado, IndonesiaCorrespondence: Tjitrowati Djaafar, Department of Sanitation, Poltekkes Kemenkes Palu, Thalua Konchi Street Number 09, North Palu, Palu City, Center of Sulawesi, Indonesia, Email [email protected]

    Information Package Development of Alternative Primary Foods on 3D E-book Media

    No full text

    Pengujian Biologis Makanan Bayi dengan Bahan Pokok Sagu dan Tepung Tempe terhadap Pertambahan Berat Badan Tikus Putih (Rattus Norvegicus)

    Full text link
    A formulation of infant food made from mixture of sago Strach, tempeh flour, milk powder and corn oil gave a normal body weight of the growth of rates at normal physical conditions relating to the activities, hairs skin, eye colour and tail colour. The total feed intake individual macronutrient of the ingredients increased the body weight, which fitted the multiple regression equation: Y =-38,57 + 0,37 x1 + 0,75 x2 - 4,08 x3, - 2,60 x4+ 1,71 x5. By using this equation, a certain body weight might be reached by manipulating the X variables. The increase In body weight was significantly dependent on the quantity and quality of protein intake
    corecore