3 research outputs found
Identifikasi Potensi Kawasan Industri Kabupaten Mojokerto Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)
Kabupaten Mojokerto sebagai salah satu kabupaten di wilayah
Gerbangkertosusilo Plus yang mampu menampung perkembangan kawasan
industri di Provinsi Jawa Timur (Junianto dkk, 2019). Untuk mendorong potensi
pengembangan industri di daerah Mojokerto, tentunya tidak bisa membangun
Kawasan industri di sembarang tempat. Penentuan pengembangan kawasan
industri tentunya harus dilakukan dengan menganalisa beberapa kawasan agar
menghasilkan kawasan industri yang terarah dan baik pada daerah tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah analytical hierarchy
process (AHP) yang merupakan proses pengambilan keputusan yang
menggunakan pendapat para ahli. Metode AHP digunakan untuk pencarian bobot
pada tiap parameter yang digunakan dalam pembuatan peta potensi kawasan
industri. Selain AHP, penelitian ini juga menggunakan metode Teknik
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG).
Perhitungan bobot menggunakan AHP menghasilkan bobot Sembilan
parameter dengan dua bobot terbesar yaitu nilai 27,24% kemiringan lereng dan
19,33% untuk jenis tanah. Didapatkan juga lima kelas peta potensi kawasan
industri diantaranya, kelas S1 (sangat sesuai) dengan luasan 5033,835 ha atau
5,17% yang sebagian besar terletak pada Kecamatan Sooko, Mojoanyar dan Jetis.
S2 (sesuai) 25742,414 ha atau 26,43% yang sebagian besar terletak di Kecamatan
Kemlagi, Jetis dan Ngoro. S3 (cukup sesuai) 48920,113 atau 50,22% sebagian
besar tersebar di Kecamatan Dawarblondong, Pacet dan Jatirejo. Peta potensi
kawasan industri dianggap kurang untuk lokasi kawasan industri jika dipandang
dari aspek klimatologi karena sebagian kelas S1, S2 dan S3 dilalui angin yang
mengarah ke pemukiman kecamatan lain. Peta potensi kawasan industri dianggap
sesuai jika dilihat dari aspek hidrologi karena sebagian besar kelas S1, S2 dan S3
berada pada lokasi dengan debit air dengan nilai 5-10 ltr/dtk dan >10 ltr/dtk. Peta
potensi kawasan industry dianggap sesuai jika dianalisa menggunakan aspek
rawan bencana karena sebagian besar kelas S1, S2 dan S3 terletak pada area yang
bebas bencana
Estimasi Suhu Permukaan Tanah Menggunakan Metode Algoritma Mono Window di Kabupaten Lamongan
Perubahan alih fungsi lahan merupakan salah satu fenomena yang banyak terjadi pada
kabupaten yang berpotensi untuk pengembangan wilayah tersebut, salah satu area yang
berpotensi untuk menjadi Kawasan Ekonomi Kreatif adalah Kabupaten Lamongan. Penelitian
ini bertujuan untuk estimasi perubahan suhu permukaan tanah di Kabupaten Lamongan dengan
memanfaatkan citra satelit Landsat 9. Citra satelit Landsat 9 diolah berdasarkan algoritma suhu
untuk estimasi perhitungan suhu. Satelit Landsat 9 diluncurkan pada tahun 2021 dan
merupakan satelit pengganti dari satelit Landsat 8. Satelit Landsat 9 memiliki 9 (Sembilan)
band spectral dan 2 (dua) band termal. Pengolahan estimasi suhu permukaan tanah
menggunakan band 4, band 5, dan band 10. Algoritma suhu permukaan tanah yang digunakan
adaalah algoritma mono window. Dilakukan proses mosaic pada path 118 raw 65 dan path 119
raw 65. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Lamongan memiliki tingkat
kehijauan dengan rentang nilai -0,611 sampai 0,5 yang didominasi oleh tingkat kerapatan
sedang. Hasil estimasi suhu permukaan tanah di Kabupaten Lamongan didominasi oleh suhu
dengan rentang 23°C – 26°C dengan suhu tertinggi 29°C – 33°C.
Kata kunci: Citra, Landsat 9, Suhu permukaan tana
Identifikasi Kekeringan Lahan Berdasarkan Citra Satelit
Kekeringan lahan merupakan salah satu permasalahan masyarakat pada musim kemarau. Menurut Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi bahwa 58% wilayah zona musim (ZOM) Indonesia akan terlampat memasuki musim kemarau tahun 2021. Salah satu kabupaten yang mengalami kekeringan adalah Kabupaten Lamongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi area kekeringan di Kabupaten Lamongan agar dampak kekeringan dampak diminimalisir. Metode identifikasi yang digunakan berdasarkan pengolahan data penginderaan jauh, yaitu memanfaatkan citra satelit Landsat 8. Citra Landsat 8 diolah berdasarkan algoritma kekeringan untuk mengidentifikasi area kekeringan. Luaran yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah produk berupa peta kekeringan lahan dan materi sebagai bahan ajar pendukung perkuliahan. Adapun Tingkat Kematangan Teknologi (TKT) yang terdapat dalam penelitian ini terletak pada tingkat TKT 3, yaitu pembuktian konsep (proof of concept) dari algoritma yang telah ada dan diaplikasika pada studi kasus.
Kata kunci: Identifikasi, Kekeringa