17 research outputs found
Analisis Kelayakan Finansial USAhatani Kapas Transgenik di Sulawesi Selatan
This study aimed at assessing financial feasibility of transgenic (Bollgard) and non-transgenic cotton farmingsystems in south Sulawesi in 2001. Survey method was used in this study through interview of 75 farmers consistingof 25 transgenic and 10 non-transgenic cotton farmers in Bulukumba Regency (dry land), 30 transgenic farmers inBantaeng Regency (dry land), and 10 transgenic cotton farmers in Gowa Regency (rain fed lowland). Both transgenicand non-transgenic cotton farming systems were feasible financially. However, profits of transgenic farming systemwas higher than that of non transgenic. Gross B/C ratios of transgenic and non-transgenic cotton farming systems inBulukumba Regency were each of 2.93 and 1.39. Meanwhile, gross B/C ratios of transgenic cotton farming systemsin Bantaeng and Gowa Regencies were 2.69 and 3.67, respectively.Key words: farming system, transgenic, financial analysis, South Sulawesi.Untuk melihat kelayakan finansial USAhatani kapas transgenik (Bollgard) dan kapas nontransgenik diSulawesi Selatan telah dilakukan penelitian di Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, dan Gowa pada musim tanam 2001.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan finansial USAhatani kapas transgenik dannontransgenik. Metode yang digunakan adalah metode survai dan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) denganwawancara petani responden sebanyak 75 orang, terdiri atas petani kapas transgenik 25 orang dan 10 petani kapasnontransgenik (Kabupaten Bulukumba) yang diusahakan di lahan kering, 30 petani kapas transgenik (KabupatenBantaeng) yang diusahakan di lahan kering, dan 10 petani kapas transgenik (Kabupaten Gowa) yang diusahakan dilahan sawah tadah hujan. Hasil analisis menunjukkan bahwa USAhatani kapas transgenik dan nontransgenik di tigakabupaten contoh layak secara finansial. Akan tetapi keuntungan dari USAhatani kapas transgenik lebih besar daripadausahatani kapas nontransgenik. Tingkat keuntungan yang dicapai petani kapas ditandai dengan nilai Gross B/C Ratioyaitu sebesar 2,93 petani kapas transgenik dan 1,39 petani kapas nontransgenik (Kabupaten Bulukumba). Sedangkannilai Gross B/C Ratio petani kapas transgenik di Kabupaten Bantaeng dan Gowa masing-masing sebesar 2,69 dan3,67
Analisis Efisiensi Produksi Komoditas Kapas di Sulawesi Selatan
The end target of development policy on plantation is to increase its product export rate aswell as to supply sufficiently its domestic industry needs. It could be achieved by increasingits productivity and enhancing its production efficiency. The objective of this research is tostudy cotton-farming performance in order to collect its input-output data, the function of thecotton production data including its production possibility frontier, and too see whichvariable might influence the production function. The result shows that the TE (TechnicalEfficiency) average for sampled cotton farmers is 0.70 in normal distribution. The applicationof the new technology on the transgenic molecular cotton and cooperation with operatingcompany are likely able to give the farmers prospective alternative in the future as it gives agreater benefit than that one they earned previously by planting local variety cotton. Thisreason is supported by sensitivity analyses in which if the cottonseeds price is reduced thenthe farmers are still benefited. The transgenic cottonseed has better germination rate andviability as well as higher quality and quality of its harvested production. These results couldbe achieved only if all the physical agronomic requirements such as favorable agro-climateduring vegetative stage are met adequately in addition to proper recommended fertilizing
Antisipasi dan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Teknologi dalam Mendukung Pengkajian di Bptp
Ready-to-use technologies generated by the Research Agencies are required to support visions andmissions carried out by Assessment Institutes of Agricultural Technology (AIATs). This paper aims to analyzetechnologies required by AIATs and means to meet them. The analyses consist of: (1) assessment planning, (2)basic decision on technologies required, (3) sources of technologies and their availability, (4) procedures andmechanism of technologies provision, and (5) performance and effectiveness of technologies use. The studyshows that: (1) decision on specific location technologies requirement remains persistent problem for AIAT's.Limited skilled human resources lead to unrevealed problems in many regions into the assessment planning, (2)In the AIAT's planning programs, decision on technologies used in the assessment does not rely on availabletechnologies at the Research Agencies. This is due to limited abilities of researchers at the AIATs to access theResearch Agencies' research results, and (3) To attain the Research Agencies' technologies the researchers at theAIATs perform it through personal contacts or publications.Key words: strategy, requirement, technologiesDi dalam mendukung dan memantapkan pelaksanaan visi dan misi Lingkup Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) dibutuhkan kesinambungan ketersediaan komponen teknologi matang dari BalaiPenelitian (Balit) untuk mendukung penelitian dan pengkajian yang dilakukan BPTP. Tulisan ini bertujuan untukmenganalisis kebutuhan teknologi di BPTP dan upaya pemenuhannya. Cakupan dalam analisis meliputi: (1)perencanaan kegiatan pengkajian, (2) dasar penentuan kebutuhan teknologi, (3) sumber perolehan teknologi danketersediaannya, (4) prosedur dan mekanisme pengadaan teknologi, dan (5) kinerja dan efektivitas pemanfaatanteknologi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa: (1) penentuan kebutuhan teknologi spesifik lokasi masihmerupakan satu permasalahan tersendiri bagi BPTP. Terbatasnya ketersediaan sumberdaya manusia menurutberbagai bidang keahlian, menyebabkan tidak semua masalah di daerah teraktualisasi dalam perencanaankegiatan pengkajian, (2) dalam perencanaan kegiatan di BPTP, dasar penentuan teknologi yang digunakan dalampengkajian belum sepenuhnya mengacu kepada ketersediaan teknologi di Balit. Hal ini lebih banyak disebabkanoleh keterbatasan kemampuan peneliti BPTP mengakses hasil penelitian di Balit dan (3) Dalam upaya untukmendapatkan teknologi dari Balit, peneliti BPTP lebih banyak melalui kontak pribadi atau melalui mediaperantara (publikasi)
Sistem Pengelolaan Lahan Kering Di Daerah Aliran Sungai Brantas Bagian Hulu.
Permasalahan pertanian lahan kering di Indonesia sangat serius. Terdapat 80 Daerah Aliran Sungai (DAS) tergolong kritis erosi. Dua puluh dua diantaranya ditetapkan sebagai DAS super prioritas yang 11 diantaranya terletak di Pulau Jawa yang harus segera ditangani, seperti DAS Brantas di Provinsi Jawa Timur meliputi Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek. Upaya pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan lahan kering di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah dilakukan dengan berbagai proyek dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani, serta untuk mendorong partisipasi petani pelestari sumberdaya tanah dan air. Hasil kajian menunjukkan bahwa sistem USAhatani konservasi teras bangku dan teras gulud dapat meningkatkan produktivitas USAhatani dan pendapatan petani, serta dapat menurunkan laju erosi. Tingkat adopsi teknologi secara parsial cukup tinggi khususnya teknologi pola tanam, varietas unggul, budidaya tanaman pakan dan USAha ternak, serta USAha upaya tindakan konservasi tanah secara vegetatif. Hasil tersebut diduga karena sebegitu jauh evaluasi dan analisis sistem konservasi belum memberikan informasi yang komprehensif. Untuk mengadopsi paket teknologi secara utuh, para petani mengalami kesulitan karena beberapa kendala seperti keterbatasan modal dan tenaga kerja keluarga. Beberapa implikasi kebijaksanaan baik pada perbaikan teknologi, formulasi kebijakan dan untuk mendorong partisipasi masyarakat perlu diselaraskan pada tiap tahapan. Pada tahap awal peran pemerintah untuk peningkatan sumberdaya manusia dan subsidi. Pada tahap pengembangan maka pemerintah perlu mendorong swasta untuk investasi di lahan tersebut
Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Agribisnis Nenas di Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar
The study was conducted in Tambang District, Kampar Regency, Riau Province in pineapple agribusinessdevelopment in 2001 and aimed at observing performance of field extension workers and the affecting factors .Primary data were collected using questionnaires from the respondents consisting of 60 farmers, 10 filed extensionworkers, and one Head of Agricultural Extension Service (BPP). The data were processed using both parametric andnon parametric statistics. Performance of the field extension workers in pineapple agribusiness development was notoptimal due to lack of motivation, limited capabilities of the extension workers, and lack of farmers' participation.Key words: agricultural extension workers, agribusiness, pineapplePenelitian ini dilakukan di Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada tahun 2001, dengantujuan untuk melihat kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan agribisnis nenas dan faktor-faktor apa sajayang mempengaruhinya. Data dianalisis secara deskriptif. Pengumpulan data-data primer menggunakan kuesionerdengan mewawancarai responden yang terdiri dari 60 orang petani, 10 orang penyuluh pertanian, dan seorang KepalaBPP. Untuk memperoleh kesepadanan penilaian antara kelompok responden dilakukan uji Konkordasi Kendall.Metode analisis dilakukan dengan uji statistik parametrik dan nonparametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwakinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan agribisnis nenas belum optimal. Belum optimalnya kinerja penyuluhpertanian ini disebabkan oleh : motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas hanya sekedar untuk memenuhikewajibannya, kemampuan penyuluh masih terbatas, dan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatanusahatani nenas juga sedang
Analisis Finansial Teknologi Pemupukan Abu Janjang Sawit sebagai Sumber K pada Padi Sawah
One of the effort to increase rice production and the farmer income is the USAge of K source that available infield. The assesment of palm oil ash fertilizer as K resource on lowland rice financial analysis was done at PulauJambu Village, West Bangkinang sub district, Kampar regency on dry season 2003 used the farmer land and followsthe farmers as cooperator due to know the financial eligibility of the palm oil ash fertilizer technology on rice farm.This research used Randomized Block Design devided into three treatment and five replications. The agronomicperformance analized by statistical with Irristat version 3.1; the social performance data analyzed by descriptiveanalysis and the economic data analized by the Balanced Revenue (BC ratio), critical Break Event Point and thesensitivity analysis. The result showed that palm oil ash fertilizer give the increasing rice production about 36 percentand 42 percent and the farmer income about 47 percent and 52,29 percent. Base on economic performance the palmoil ash fertilizer performance be able to used with BC ratio more than one and base on sensitivity analyzing theintroduction technology applicable although the input increasing about 50 percent.Key words : financial analysis, fertilizers, ashes wastes, wetland ricey words : financial analisys, fertilizer technology, palm oil ash, K resources, lowland riceSalah satu upaya untuk peningkatan produksi dan pendapatan petani padi di lahan marginal adalah denganpemanfaatan sumber pupuk K yang tersedia di lapangan. Kajian analisis finansial teknologi pemupukan abu janjangsawit sebagai sumber K pada padi sawah yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial pemupukan abujanjang sawit sebagai sumber K pada USAhatani padi sawah telah dilaksanakan di Desa Pulau Jambu, KecamatanBangkinang Barat, Kabupaten Kampar pada MK 2003 dengan menggunakan lahan petani dan mengikutsertakanpetani sebagai koperator, disebabkan untuk mengetahui yang memenuhi syarat finansial dari teknologi pupuk abujanjang sawit pada tanaman padi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga perlakuan danlima kali ulangan. Keragaan agronomi dianalisis secara statistika dengan menggunakan perangkat Irristat, versi 3.1,data sosial dianalisis secara deskriptif, sedangkan data ekonomi dianalisis dengan analisis Imbangan penerimaan (BCratio), titik impas dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi pemupukan dengan abujanjang sawit memberikan peningkatan produksi sebesar 36 persen dan 42 persen serta peningkatan pendapatansebesar 47 persen dan 52,29 persen. Berdasarkan keragaan ekonomi teknologi pemupukan abu janjang sawit layakdengan nilai BC ratio lebih besar dari satu dan berdasarkan hasil analisis sensitifitas teknologi introduksi tetap layakditerapkan meskipun terjadi kenaikan harga sarana produksi sampai 50 persen
Kontribusi Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Bruto
This research aims to understand the contribution of agriculture sector in Gross DomesticProduct (GDP), its stability and its persistency. In GDP, agriculture sector, which is divided,by sub sector compare with other sectors in economics. The results shows: (1) Contributionof agriculture sector in the growth of GDP (1975-1995), the highest share was reached in1985 (21.05%). If it compare with the contribution of other sectors; (2) In the long term, oninterval 14-15, agriculture sector more resistance compared with manufacturing industrysector; however, in the short term agricultural sector is the most persistent. Compare withother sectors. Among agriculture sectors, forestry sub sector is the most persistent in longterm compare to other sectors, especially on interval 2-12, follow by food crops sub sector;and (3) Agriculture sector more stable compare with other sectors, except with mining andquarrying. Among agriculture sector, food crops sub sector has higher value in volatility andstability compare with other sectors
Kontribusi Sektor Pertanian dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Perbandingannya dengan Sektor-sektor Lain
The objective of the study is to assess the performance of labor force bysector. It followed by the comparison among sectors. The study found that: (1) Thelabor force absorption role between 1985-1989, dominated by agricultural sectorwhich was 56.66% of all other sector absorption rate were only 5 β 13%, (2) In theshorterm, the labor force absorption rate of services and agricultural sectors are notas. Persistent as industrial and trade sectors. However, in the long run, theabsorption rate of agricultural sectors are persistently compared to industry andtrade, (3) Agricultural sectors are relatively more stable in the absorption of laborforce compared to other sectors