19 research outputs found

    Peran Strategis Penyuluh Swadaya dalam Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Indonesia

    Full text link
    EnglishInvolvement of farmers as actors to support extension activities have been underway for a long time with various approaches. In Indonesia, it started from the involvement of Kontak Tani (Advanced Farmers) in Supra Insus era, then farmer to farmer extension at P4S, as well as Penyuluh Swakarsa (Independent Extension Workers)” (in 2004), and the latest is Penyuluh Swadaya (Self-Help Agricultural Extension Workers) since 2008. The existence of self-help farmer extension workers are recognized since the enactment of Law No. 16/2006 on Extension System of Agricultural, Forestry and Fisheries. However, even though it runs nearly 10 years, the development of the role of self-help farmer extension workers is not optimal. This paper is a review of various posts including the recent research on self-help farmer extension workers and it aims to study the potential and problems of self-help farmer extension workers. It shows that the self-help farmer extension workers have a self-help capabilities and distinctive social position and they have to get right role. Appropriate support should be given to self-help farmer extension workers as the agricultural extension worker in the future and it must be distinguished between the government and private extension workers. IndonesianPelibatan petani sebagai pendukung dan pelaku langsung dalam kegiatan penyuluhan telah berlangsung cukup lama dengan berbagai pendekatan. Di Indonesia, hal ini dimulai dari pelibatan kontak tani pada era Bimas sampai Supra Insus, lalu pendekatan “penyuluhan dari petani ke petani” (farmer to farmer extension) di P4S, serta pengangkatan penyuluh swakarsa (tahun 2004), dan terakhir penyuluh swadaya (sejak tahun 2008). Keberadaan penyuluh swadaya diakui secara resmi semenjak diundangkannya UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Namun, meskipun sudah berjalan hampir 10 tahun, perkembangan peran penyuluh swadaya belum optimal. Tulisan ini merupakan review dari berbagai tulisan termasuk penelitian tentang penyuluh swadaya terakhir, untuk mempelajari potensi dan permasalahan penyuluh pertanian swadaya saat ini. Ditemukan bahwa penyuluh swadaya memiliki kapabilitas dan posisi sosial yang khas, sehingga batasan perannya mestilah diberikan secara tepat. Dukungan yang tepat harus diberikan kepada penyuluh swadaya sebagai sosok penyuluh pertanian yang strategis di masa mendatang, yang mesti dibedakan dengan penyuluh pemerintah dan penyuluh swasta

    Fenomena Global Akuisisi Lahan (Land Grabbing) dan Dampaknya Bagi Kesejahteraan Petani Lokal

    Full text link
    Akuisisi lahan secara besar-besaran merupakan sebuah fenomena global yang berlangsung secara luas dengan melibatkan aktor lintas negara dan benua. Namun demikian, pendekatan pembangunan pertanian dengan pola ini kurang sejalan dengan reforma agraria, karena menghasilkan ketimpangan, konflik, serta peminggiran petani kecil. Beragam studi melaporkan masifnya akuisisi lahan terutama di negara-negara Afrika, Amerika Latin dan juga Asia. Sampai saat ini, fenomena akuisisi lahan yang memiliki dampak serius tersebut tidak dibicarakan secara terbuka oleh kalangan akademisi, dan seringkali ditutupi sebagai sebuah dinamika investasi antar negara belaka. Tulisan ini merupakan sebuah review ilmiah yang berasal dari berbagai hasil studi dan laporan, yang dikontruksi menjadi karakteristik akuisisi lahan, faktor penyebabnya, dampak yang dihasilkan, serta urgensi solusi untuk menekan penyebarannya. Hasil kajian menunjukan bahwa di Indonesia hal ini juga berlangsung, dan telah mulai memperlihatkan berbagai dampak yang kurang sejalan dengan visi dan misi pembangunan pertanian nasional, terutama ancamannya terhadap pencapaian ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Ke depan, semestinya fenomena akuisisi lahan harus dijadikan sebagai agenda terbuka dan dicarikan solusinya dengan mengintegrasikan dengan perencanaan reforma agraria

    Implementasi Kebijakan Untuk Mengoptimalkan Peran Penyuluh Pertanian Swasta Di Indonesia

    Full text link
    Penyuluhan pertanian oleh pelaku swasta mulai marak di dunia sekitar tahun 1980-an ketika pemerintah mulai mengurangi anggaran untuk kegiatan penyuluhan. Di Indonesia, keberadaaan penyuluh swasta secara resmi tercantum dalam UU No. 16 tahun 2006 yang sudah menganut paradigma partisipatif, di mana pelaku swasta diharapkan dapat memenuhi kekurangan tenaga penyuluh yang semakin sulit dipenuhi. Namun demikian, sampai saat ini, sudah hampir 10 tahun semenjak peraturan ini dikeluarkan, mobilisasi penyuluh swasta belum dijalankan. Tulisan ini merupakan review berbagai pemikiran dan hasil penelitian di berbagai negara di mana penyuluhan oleh swasta telah dipraktekkan. Kondisi dan keterbatasan pemerintah, serta tekanan komersialisasi hasil pertanian ditambah dengan pola komunikasi yang semakin berkembang, menyebabkan kehadiran penyuluh swasta merupakan satu keniscayaan. Namun demikian, untuk mengoptimalkan peran penyuluh swasta, pemerintah perlu segera mengimplementasikan kebijakan yang telah diambil serta menyusun pengaturan sistem penyuluhan baru yang lebih jelas di lapangan untuk mengoptimalkan peran penyuluh pertanian swasta

    Ikatan Genealogis Dan Pembentukan Struktur Agraria: Kasus Pada Masyarakat Pinggiran Hutan Di Kecamatan Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

    Full text link
    EnglishIndonesia government facing the forest problems especially out of Java, those are deforestation, resources destabilization, and some conflicts between forest resources stakeholders. This problem needs some study for example sociological analysis on the forest margin community to uncover and get good solution. The purpose of this research are to study formation agrarian structure historically and the sustainability of socioeconomic of forest margin community. This research use qualitative approach with case study in two villages. Interview does in community level, government, as well as the non-government organization; as well as quantitative data from 61 respondent sample. The research result shows that the community composed by ethnic group as based formation communities. The genealogy sentiment is the main factor to agrarian structure process. Land grabbing doing by the native ethnic, due to absent of local welfare institution or weak of socioeconomic security.IndonesianIndonesia menghadapi berbagai permasalahan dalam pengelolaan kehutanan berupa kerusakan sumber daya hutan dan konflik antar kelompok kepentingan yang menyangkut masyarakat yang hidup di pinggiran kawasan hutan. Untuk memahami hal ini perlu dipelajari aspek agraria dalam bingkai sosiologi masyarakat pedesaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan menerapkan strategi studi kasus dan multi metode pengumpulan data berupa wawancara, pengamatan langsung, serta studi dokumen. Lokasi penelitian dipilih pada kawasan yang berbatasan dengan wilayah hutan. Wawancara kualitatif dilakukan dengan berbagai pihak dan informan kunci, serta 61 orang responden. Kedua desa penelitian merupakan desa bentukan melalui migrasi swakarsa semenjak tahun 1960-an. Cara perolehan tanah sangat dipengaruhi oleh faktor suku, yang menjadi dasar pembentukan struktur agraria masyarakatnya. Hal ini disebabkan keterjaminan keamanan sosial ekonomi masyarakat mengandalkan organisasi kekerabatan, karena masyarakatnya dikonstruksi atas dasar ikatan genealogis suku. Struktur agraria yang cenderung timpang antar suku ini pada gilirannya berperan dalam ekspansi penggunaan lahan di kawasan hutan, dan keberlangsungan ekosistem setempat

    Modernisasi Penyuluhan Pertanian di Indonesia: Dukungan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Eksistensi Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di Daerah

    Full text link
    Agricultural extension is moving toward modern one which is accelerated by Law No. 16/2006 on Agricultural, Fishery, and Forestry Extension System based on the spirit of decentralization, democracy, and participation. This progress is disturbed by Law No. 23/2014 on Regional Government. To some extent, the Law No. 23/2014 threatens regional agricultural extension institution existence. This paper aims to review and to analyze the future of agricultural extension modernization in Indonesia. Results of the analysis found that agricultural extension should refer to the Law No. 16/2006. The government should maintain the well-arranged regional agricultural extension existence as it is in accordance with decentralization spirit described in the Law No. 23/2014. According to the Letter of Minister of Agriculture No. 02/SM.600/M/1/2015 on the Implementation of Agricultural Extension, in transition period waiting for the derived Law on Local Government, regional agricultural extension institution is implemented in accordance with Law No. 16/2006. Ministry of Agriculture may keep referring to Law No. 16/2016 because this act is lex specialis. Modernization spirit of Law No. 16/2006 will be reinforced along with the Law on Regional Government to be legislated
    corecore