21 research outputs found

    Evaluasi Efisiensi Sirkulasi Terminal Angkutan Perkotaan Di Terminal Bus Mangkang

    Full text link
    Pembenahan di bidang transportasi mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah Kota Semarang supaya tidak terjadi penumpukan arus lalu lintas di dalam kota. Untuk mengatasi sebagian masalah transportasinya, maka Terminal Mangkang yang sebelumnya merupakan terminal dengan tipe C, saat ini telah menjadi terminal dengan tipe A yang berlokasi di sebelah barat Kota Semarang. Terminal Mangkang khususnya terminal angkutan perkotaan memiliki beberapa permasalahan, diantaranya adalah sirkulasi kendaraan yang kurang baik karena adanya titik temu antara kendaraan yang masuk dengan kendaraan yang akan keluar. Selain itu banyak terdapat kegiatan menurunkan dan menaikkan penumpang yang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu diperlukan sebuah evaluasi efisiensi sirkulasi yang terjadi di terminal angkutan perkotaan dengan pengkajian secara teknis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengarahkan permasalahan pada pola naik dan turun pengguna angkutan umum di dalam dan luar Terminal Angkutan Perkotaan Mangkang, serta pola kendaraan angkutan umum dalam menaikkan dan menurunkan penumpang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada 100 responden yang didapat dari hasil teori sampling. Kuisioner berisikan 10 (sepuluh) pertanyaan dengan memfokuskan pada asal dan tujuan perjalanan, angkutan umum yang digunakan, serta pola pergerakan atau naik turunnya penumpang di dalam dan luar terminal. Dari hasil kuisioner didapat bahwa mayoritas penumpang berasal dari arah barat dengan prosentase 54%, dengan moda yang sering digunakan adalah NBAK (Non Bus Angkutan Kota) sebesar 40%. Untuk pola pergerakan penumpang, para pengguna angkutan umum mayoritas turun dari angkutan perkotaan di dalam Terminal Angkutan Perkotaan Mangkang, yang berada di pintu masuk setelah tanjakan (TPR) dengan prosentase sebesar 47%. Kemudian melanjutkan dan menunggu angkutan perkotaan di sepanjang jalan keluar yang berada di luar Terminal Angkutan Perkotaan Mangkang dengan prosentase sebesar 41%. Berdasarkan perbandingan kinerja tiap model terminal, usulan model alternatif 2 memiliki efisiensi waktu sirkulasi sebesar 78 detik dibandingkan dengan terminal eksisting. Kecenderungan penumpang untuk berganti moda di luar terminal juga bisa ditekan lebih kecil untuk usulan model alternatif 2. Hasil dari penelitian ini adalah disarankan untuk melakukan penataan ulang layout terminal dalam memfasilitasi kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang untuk setiap jenis moda yang beroperasi di terminal angkutan perkotaan. Penataan ulang layout juga dirasa perlu untuk mengurangi titik konflik antara kendaraan yang masuk dengan yang keluar di dalam terminal. Usulan model alternatif 2 dapat dipertimbangkan oleh instansi terkait dalam melakukan penataan ulang layout terminal

    Optimalisasi Kelembagaan Dan Manajemen Dalam Bus Rapid Transit Semarang

    Full text link
    Bus Rapid Transit Trans Semarang is a means of mass transportation to the transit system that began operating since 2009 as a solution to reduce congestion in the city of Semarang. This research focuses on the optimization and management of institutional BRT Trans Semarang to improve it\u27s performance. The purpose of this study is to optimize the performance of the organization and management of BRT Trans Semarang with variable types of institutional cooperation BRT operations, and leadership style. Stages of the methodology to do is identify the problem, literature, comparative studies of Trans Jogja, stakeholder\u27s need analysis, data processing, and formulating policy recommendations. The results showed a number of conditions and institutional and management problems BLU-UPTD Terminal Mangkang as the governing institution of BRT Trans Semarang, among others: 1) Need to changes 3 old buses with 1 BRT so BRT can reduce the congestion effectively and also can incrase BRT load factor. 2) Need 20 fleets BRT to supply the passenger\u27s demand. So the subsidy is still needed to complete the BRT\u27s cost operational until the load factor reach 70%. 3) The institutional leadership style BRT is currently 69(minimum criteria is 75). While the percentage of fulfillment of expectations of leaders based employee appraisal is only 70.45(minimum criteria is 75). The recommendation to optimize the organization and management of BRT Trans Semarang are construct BLU so it has flexibility to manage substitution the old moda with BRT, to determine the cost policy that cheaper than old moda\u27s cost in order to increase load factor, still gets subsidy to keep quality service base on SPM. In additional needs to increase coordination and communication in institution to increase effectivity of institution\u27s works

    Evaluasi Kinerja Pelayanan BRT Di Kota Semarang Studi Kasus : Koridor I, Trayek Mangkang-Penggaron

    Full text link
    - Urban areas in Semarang tends to evolve into the suburbs, it increases the need for transportation because the center is located in the center city. Along with the increasing needs transportation take ownership of motor vehicles also increased, but this is not followed by the addition of roads and widening of roads so that traffic congestion is feared will happen in many streets in the city of Semarang. The existence of BRT (Bus Rapid Transit) as a mass public transportation is expected to reduce congestion caused by the development of the city itself. BRT Bus Route Corridor I Mangkang- Penggaron is a major bus route with 33 seats and can accommodate ± 80 passengers serving suburban residential area. The purpose of this study is to identify the perceptions or views on the performance or BRT service in terms of users and non users Route Mangkang - Penggaron, and to evaluate the performance of the service corridor I based on parameters set by the Government SK.Dirjen 687 of 2002 called the Minimum Service Standards. From the observations made for the Route Mangkang-Penggaron with ± 30 km long route Load Factor values ​​obtained on Monday: 45.46%, Thursday: 47.65%, Sunday : 41, 09% with a standard SK.Dirjen 687 of 2002 (70 - 110)%, it can be said that the BRT is still less than optimal in serving the movement of passengers. While BRT is a category of users who have income student groups and private employees, with the aim of most of the Terminal Mangkang to Terminal Penggaron. Besides the overall headway going well enough to meet the standard of SK.Dirjen 687 of 2002. The results of this study is necessary to give priority to improving the timeliness and discipline of employees to serve the needs of the community. Then to improve the quality of service, should be given instructions on each arrival of a bus shelter as Running text showing the position of bus arrival time so that users understand and to increase the flexibility of BRT transport cruising, it's best to further the development corridor bus fleet is being replaced is used, due to the condition of the Semarang city road network is not very large segment of the course. So the role of BRT as a mass public transport can be operated and used better by the users and non users who would later switch to BRT

    Analisis Pengaruh Muatan Lebih (Overloading) Terhadap Kinerja Jalan Dan Umur Rencana Perkerasan Lentur (Studi Kasus Ruas Jalan Raya Pringsurat, Ambarawa-magelang)

    Full text link
    Roads Bawen - Pringsurat, is part of road connecting the center of national economic activities. Highway Bawen - Pringsurat many crossed by heavy vehicles with a charge by overloadin. Besides that also increase traffic on a street Bawen - Pringsurat. From the observation volume of traffic on Bawen - Pringsurat in 2014 is worth 1.462,60 smp /hours with value DS 0,49. The predictions in the 2024 thought to be 2.332,97 smp / hours, so acquired value DS 0,78. An analysis of existing pavement is using two types of burden that is the burden of standard ( with reference to a sum of the load that it allowed or JBI ) and the burden of factual ( the survey ). Burden vehicle standard had class road MST 10 tons while with to load factual in railroad scale it reached MST 12 tons. The result analysis shows pavement existing structure can just hold both overload 5,6 years of age plan for 10 years. Calculation shows that roads Bawen - Pringsurat needed- thick layer by 2,9 cm ( added to load standard ) and to 5.6 cm (added to load factual). Based on the result analysis loads factual in the field and suggested should be on vehicle in 2 directions railroad scale Pringsurat

    Evaluasi Penyediaan Layanan Kesehatan di Daerah Pemekaran dengan Metode CIPP (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung)

    Full text link
    Pemerintah Kabupaten Tana Tidung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2007 Tanggal 10 Agustus 2007 tentang pembentukan Kabupaten Tana Tidung di Provinsi Kalimantan Timur. Tujuan utama dalam pemekaran Kabupaten Tana Tidung adalah untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan pemerataan pembangunan. Sejak dimekarkan dan IPM Kabupaten Tana Tidung mulai dihitung, status kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Tana Tidung relatif masih rendah, khususnya pada komponen kesehatan. Hal tersebut menunjukkan belum maksimalnya tingkat pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini untuk mempermudah menganalisis evaluasi penyediaan layanan publik bidang kesehatan, peneliti menggunakan model CIPP. Dimana setelah dilakukan evaluasi dengan model CIPP, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tingkat pelayanan kesehatan masih belum maksimal. Sehingga, saran yang dapat diberikan adalah Pemerintah Kabupaten Tana Tidung perlu untuk memperbaiki fasilitas kesehatan yang ada dan meningkatkan tenaga kesehatan yang memenuhi standar baik dari segi kualitas mapun kuantita

    Hubungan Negara-Masyarakat dalam Proses Pembentukan Daerah Otonom di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

    Full text link
    Tuntutan pembentukan daerah otonom di Indonesia dewasa ini semakin intensif dan masif. Seringkali diartikulasikan sebagai tuntutan politik tanpa melihat urgensi administratif sehingga cenderung mengesampingkan hakekat otonomi daerah dan tujuan desentralisasi. Otonomi daerah masih dipahami sebatas hak daerah memperoleh otonomi, tanpa memperhitungkan kapasitas daerah dalam berotonomi. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang tuntutan pembentukan, proses pembentukan, dan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan daerah otonom di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisa model Mills dan Huberman melalui langkah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan; pertama, latar belakang tuntutan pembentukan sebagai upaya lokalisasi kekuasaan untuk menciptakan pusat kekuasaan baru di daerah dan faktor gerakan sosial yang dipicu konflik sosial berbasis etnik, gerakan reaksioner, pembandingan dengan pencapaian daerah lain, serta adanya peluang politik. Kedua, proses pembentukan terbagi dalam tiga tahap yakni sosialisasi dan konsolidasi elit, pemekaran desa dan kecamatan, serta pendekatan dan komunikasi politik di semua tingkatan. Pada aspek keterpenuhan syarat sebagaimana diatur UU 32/2004 dan PP 78/2007, daerah ini telah memenuhi syarat administratif dan fisik namun belum memenuhi syarat teknis. Ketiga, partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk musyawarah, pengumpulan dana dan hibah tanah atau bangunan, serta pemasangan atribut pemekaran, sehingga secara keseluruhan telah ada pertanda partisipasi walaupun belum sampai pada derajat kendali warga

    Kajian Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kampung Sarongge Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kab. Cianjur)

    Full text link
    Forest management in National Park area are related to community development in the buffer zone . This provided an opportunity for stakeholders which is the company \u27s to contributing in national park preservation by Corporate Social Responsibility (CSR) program. This study aims to determine the form and implementation of CSR programs that have been implemented in the buffer zone of Gunung Gede Pangrango National Park, and to know perception and satisfaction of the local community about CSR program at Sarongge Resort. The main program of CSR program is adoption tree, beside that there are also community empowerment program. The results showed that CSR programs in Sarongge Resort still in charity. CSR implemented through a partnership between companies and Green Radio. Public perception of the CSR program is moderate. The level of people\u27s satisfaction of CSR programs are less satisfied

    Hubungan Negara-Masyarakat dalam Proses Pembentukan Daerah Otonom di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

    Full text link
    Tuntutan pembentukan daerah otonom di Indonesia dewasa ini semakin intensif dan masif. Seringkali diartikulasikan sebagai tuntutan politik tanpa melihat urgensi administratif sehingga cenderung mengesampingkan hakekat otonomi daerah dan tujuan desentralisasi. Otonomi daerah masih dipahami sebatas hak daerah memperoleh otonomi, tanpa memperhitungkan kapasitas daerah dalam berotonomi. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang tuntutan pembentukan, proses pembentukan, dan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan daerah otonom di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisa model Mills dan Huberman melalui langkah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan; pertama, latar belakang tuntutan pembentukan sebagai upaya lokalisasi kekuasaan untuk menciptakan pusat kekuasaan baru di daerah dan faktor gerakan sosial yang dipicu konflik sosial berbasis etnik, gerakan reaksioner, pembandingan dengan pencapaian daerah lain, serta adanya peluang politik. Kedua, proses pembentukan terbagi dalam tiga tahap yakni sosialisasi dan konsolidasi elit, pemekaran desa dan kecamatan, serta pendekatan dan komunikasi politik di semua tingkatan. Pada aspek keterpenuhan syarat sebagaimana diatur UU 32/2004 dan PP 78/2007, daerah ini telah memenuhi syarat administratif dan fisik namun belum memenuhi syarat teknis. Ketiga, partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk musyawarah, pengumpulan dana dan hibah tanah atau bangunan, serta pemasangan atribut pemekaran, sehingga secara keseluruhan telah ada pertanda partisipasi walaupun belum sampai pada derajat kendali warga. Kata kunci: Gerakan sosial, Lokalisasi kekuasaan, Partisipasi masyarakat, Pembentukan daerah otono
    corecore