28 research outputs found

    Sifat Pemesinan Lima Jenis Kayu Asal Riau

    Full text link
    Pemesinan kayu merupakan salah satu sifat pemanfaatan kayu yang perlu diketahui, terutama untuk jenis kayu kurang dikenal. Tulisan ini mempelajari studi sifat pemesinan beserta kemungkinan pemanfaatan lima jenis kayu yaitu punak (Tetramerista glabra Miq.), meranti bunga (Shorea teysmanniana Dryer ex Brandis), mempisang (Alphonsea spp.), suntai (Palaquium burckii H.J.L.) dan pasak linggo (Aglaia argentea Blume) dari Riau. Pengujian sifat pemesinan mengacu pada ASTM D-1666-64 yang dimodifikasi dengan jumlah sampel 20 buah untuk setiap jenis kayu untuk setiap sifat pemesinan yang meliputi penyerutan, pembentukan, pemboran, pembubutan, dan pengampelasan. Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan kaca pembesar perbesaran 10 x. Hasil penelitian menunjukkan sifat penyerutan, pembentukan, pemboran, pembubutan dan pengampelasan kelima jenis kayu berbeda secara nyata dipengaruhi oleh jenis kayu. Mutu pemesinan kayu punak dan pasak linggo termasuk baik sampai sangat baik, kayu mempisang termasuk jelek sampai sangat baik, kayu suntai sedang sampai baik dan kayu meranti bunga jelek sampai baik. Hasil analisis regresi menunjukkan makin tinggi berat jenis kayu, semakin baik sifat pemesinannya. Kayu dengan hasil pemesinan baik sampai sangat baik dapat disarankan untuk diolah menjadi beragam produk pengerjaan. Kecuali pada kayu mempisang dan meranti bunga, memerlukan kehati-hatian dalam pengerjaannya terutama pemboran dan pembubutan

    Uji Coba Mesin Pengering Kayu Kombinasi Tenaga Surya Dan Panas Dari Tungku Tipe I

    Full text link
    Telah dilakukan uji coba teknis dan finansial terhadap mesin pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan panas dari tungku tipe SC+TI untuk kapasitas 19 m3 di salah satu industri/pengrajin kayu di Ngaringan, Grobogan, Jawa Tengah. Uji coba dilakukan terhadap kayu jati (Tectona grandis L.f.). Kebutuhan panas pengeringan di siang hari diperoleh dari tenaga surya dan di malam hari atau tergantung kebutuhan diperoleh dari tungku pembakaran dengan bahan bakar biomas/limbah kayu dari penggergajian sendiri. Tujuan uji coba adalah untuk mengetahui kelayakan teknis dan finansial dari pemanfaatan masin pengering tersebut.Hasil uji coba menunjukan suhu rata-rata harian dari panas surya yang diterima ruang pengering berkisar antara 40 - 50°C, sementara suhu untuk pengeringan kayu jati berkisar antara 45 - 70°C. Kekurangan panas diperoleh dari tungku bakar. Untuk mengeringkan sortimen kayu dengan kadar air 50% sampai mencapai kadar air 10% memerlukan waktu rata-rata 13 hari dan menghasilkan rendemen kayu kering sekitar 80%. Konsumsi limbah kayu untuk bahan bakar tungku pada setiap periode pengeringan 8 m3.Investasi pendirian unit pengeringan memerlukan biaya sebesar Rp 74.635.000. Biaya produksi setahun (jumlah produksi 304 m3) adalah Rp 3.251.548.750, sehingga harga pokok produk Rp 10.695.884/m3. Analisis kelayakan finansial pemanfaatan mesin pengering menunjukan dengan harga jual kayu jati kering Rp 11.000.000/m3. Titik impas (BEP) tercapai pada produksi sebesar 86,3 m3, Nilai sekarang neto (NPV) Rp + 374.245.458 dan Internal Rate of Return (IRR) 80%. Hasil ini menunjukkan bahwa mesin pengering tersebut layak untuk dioperasikan

    Peningkatan Mutu Papan Partikel Melalui Peningkatan Kadar Perekat

    Get PDF
    Penelitian pemanfaatan ampas tebu hasil limbah pabrik gula untuk dibuat papan partikel dengan menggunakan perekat Urea Formaldehida (UF) sampai dengan kadar 10%, hasilnya menunjukkan masih banyak sifat fisis dan mekanis yang belum memenuhi persyaratan standar Indonesia. Dalam upaya meningkatkan mutu papan partikel, telah dilakukan penelitian lanjutan dengan menaikkan kadar perekat UF yang digunakan menjadi 12% dan 14%. Hasilnya menunjukkan bahwa papan partikel memiliki mutu lebih baik. Semua sifat papan partikel memenuhi standar Indonesia, standar Jepang dan standar FAO, kecuali pengembangan tebal dan MOE belum memenuhi standar. Terdapat kecenderungan makin tinggi kadar perekat makin baik kualitas papan partikel, meskipun secara statistik kadar perekat tidak berpengaruh nyata terhadap sifat papan partikel, kecuali pada modulus elastisitas

    Pengaruh Besaran Kempa Terhadap Sifat Papan Partikel Serutan Kayu

    Full text link
    Dalam pengerjaan kayu gmelina dihasilkan banyak limbah serutan. Limbah ini dapat dimanfaat kan sebagai bahan baku produk papan partikel. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan papan partikel dari serutan gmelina dengan variasi tekanan. Perekat yang digunakan adalah urea formaldehida (UF) cair, dengan tekanan kempa bervariasi yaitu 15 kg/cm2, 20 kg/cm2dan 25 kg/cm2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel serutan kayu termasuk papan partikel berkerapatan sedang, yaitu rata-rata 0,67 g/cm3. Sifat fisis mekanis papan partikel serutan kayu yang memenuhi standar Indonesia dan Jepang adalah kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan keteguhan patah. Namun demikian yang memenuhi standar FAO adalah kerapatan dan pengembangan tebal. Terdapat kecenderungan makin tinggi tekanan kempa makin baik sifat papan partikel, meskipun secara statistik tekanan kempa tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel serutan kayu

    Pengaruh Kadar Perekat Terhadap Sifat Papan Partikel Ampas Tebu

    Full text link
    Papan partikel adalah salah satu jenis produk kayu rekonstitusi, pembuatannya masih bertumpu pada bahan kayu konvensional dari hutan alam, yang keberadaanya telah terbatas dan langka. Sebagai akibatnya, penggunaan kayu alternatif atau bahan berserat ligno-selulosa lain patut mendapat pertimbangan, karena potensinya melimpah dan masih belum banyak digunakan, seperti ampas tebu (bagasse) limbah pabrik gula. Penelitan pembuatan papan partikel menggunakan partikel ampas tebu dengan perekat urea-formaldehida (UF) bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar perekat terhadap sifat fisis dan mekanis dari papan partikel yang dihasilkan. Ukuran papan partikel yang dibuat adalah 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan target kerapatan 0,60 g/cm3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar UF berpengaruh terhadap pengembangan tebal, penyerapan air, dan meningkatkan modulus patah, modulus elastisitas dan kuat cabut sekrup, tetapi tidak mengakibatkan Perubahan terhadap kerapatan, kadar air dan keteguhan rekat. Kadar air dan modulus patah papan partikel yang memenuhi standar Indonesia, standar Jepang dan standar FAO baik secara parsial atau keseluruhan. Berdasarkan nilai kerapatan, papan partikel hasil percobaan ini lebih cocok untuk digunakan sebagai penyekat ruangan dan daun meja berangka. Papan partikel yang berprospek adalah yang menggunakan perekat UF kadar 8%. Kata kunci : Papan partikel, ampas tebu, perekat UF, sifat fisis dan mekanis, standa

    Produktivitas dan Biaya Produksi Serpih Kayu Menggunakan Mesin Serpih Mudah Dipindahkan (Smd): Studi Kasus di Bkph Parungpanjang, Bogor

    Full text link
    Hasil pemanenan kayu di areal hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman masih menyisakan potongan-potongan kayu kecil. Potongan kayu yang biasa disebut sebagai limbah pemanenan pada umumnya ditinggalkan di hutan dan sebagian yang dianggap masih laik dijual kepada penduduk sekitar hutan untuk dimanfaatkan sebagai kayu bakar atau bahan baku energi lainnyaDalam rangka meningkatkan pemanfaatan limbah kayu dari hasil pemanenan hutan tanaman, telah dilakukan penelitian pengolahan limbah kayu jenis mangium (Accacia mangium) di areal hutan tanaman di BKPH Parungpanjang, Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor konversi rarta- rata limbah pemanenan untuk bahan baku serpih (chip) adalah 1 sm = 0,4791 m3 = 0,257 ton. Rendemen serpih sebelum disaring dan setelah disaring masing-masing adalah 97% dan 53%. Produktivitas penyerpihan adalah 1,6 ton/hari. Investasi pendirian satu unit pengolahan serpih kayu sebesar Rp 38.000.000. Biaya produksi per tahun sebesar Rp 156.109.113 dan harga pokok produksi serpih sebesar Rp 325.227 per ton serpih. Dengan harga jual serpih Rp 360.000 per ton, dapat diperoleh laba kotor dan laba bersih rata-rata per tahun masing-masing sebesar Rp 16.691.040 dan Rp 14.187.784

    Kajian Efisiensi Pemanfaatan Kayu Merbau dan Relokasi Industri Pengolahannya Bagian 1: Propinsi Papua sebagai Penghasil Kayu Merbau dan Tujuan Relokasi

    Full text link
    Kayu Merbau (Intsia spp.) pernah menjadi isu penting karena Pemerintah Propinsi Papua meminta dispensasi dari Pemerintah Pusat untuk mengekspor log kayu tersebut. Argumentasi yang dikemukakan adalah kekerasan kayu tersebut, sehingga tidak bisa diolah di dalam negeri. Apabila tidak diekspor berarti sumberdaya alam yang dimiliki Propinsi Papua tidak dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan daerah. Sementara itu, Inpres No. 7 tahun 2002 menawarkan paket relokasi industri dari wilayah Jawa Timur ke Papua. Untuk mengevaluasi kondisi obyektif pemanfaatan kayu merbau dan urgensi relokasi industrinya, dilakukan kajian ilmiah komprehensif yang meliputi potensi bahan baku, alokasi penggunaan, tenaga kerja dan peraturan yang terkait dengan pemanfaatan kayu merbau. Tulisan ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, kajian difokuskan terhadap wilayah Papua sebagai sumber bahan baku dan tempat tujuan relokasi industri pengolahan kayu merbau, mencakup pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan instansi terkait di wilayah Jakarta, Banten dan Papua. Bagian kedua akan disajikan pada tulisan terpisah, yang akan mengkaji industri kayu merbau di Jawa Timur dan sekitarnya yang akan direlokasi. Hasil observasi di Papua diketahui bahwa potensi kayu merbau yang dapat dimanfaatkan masih cukup 3besar , yaitu 2,662 juta m/tahun. Untuk menunjang pengelolaan hutan lestari, perlu dilakukan perhitungan ulang atas potensi kayu. Di Papua terdapat 9 industri besar yang mengolah kayu merbau dan 66 unit industri kecil/menengah yang mengalami kekurangan bahan baku kayu merbau. Sebagian besar industri mengolah kayu merbau menjadi kayu gergajian, S2S dan S4S. Banyak kilang penggergajian kecil di areal hutan menggergaji kayu bulat merbau menjadi balok kasar dengan menggunakan gergaji rantai. Evaluasi terhadap data dan informasi yang tersedia dapat disimpulkan bahwa relokasi industri bukan merupakan alternatif yang tepat. Pembinaan yang lebih tepat adalah peningkatan kemampuan teknis industri dan pemasaran kayu merbau di Papua, sehingga mampu memproduksi barang jadi (finished products) dan langsung dapat memasarkannya
    corecore