17 research outputs found
Penggunaan Netting House dan Mulsa Plastik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah
Dalam rangka mengatasi terjadinya fluktuasi produksi cabai merah sepanjang tahun di Indonesia, maka perlu dicoba salah satu teknik produksi cabai merah yaitu menggunakan netting house. Percobaan untuk mengetahui pengaruh penggunaan netting house dan mulsa plastik untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai merah dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang (1250 m dpl.), Jawa Barat dari Bulan April sampai November 2011. Rancangan percobaan yang digunakan ialah petak terpisah, sebagai petak utama ialah dua teknik produksi cabai merah (netting house dan di lahan terbuka), sedangkan anak petak ialah kombinasi varietas cabai merah dan penggunaan mulsa plastik hitam perak. Varietas cabai merah besar yang digunakan yaitu Tanjung-2, Wibawa, dan Hot Beauty, sedangkan perlakuan penggunaan mulsa plastik hitam perak terdiri dari penggunaan mulsa plastik dan tanpa mulsa plastik. Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Pengamatan meliputi pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan hasil tanaman, serta jumlah buah yang terserang hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman cabai merah yang ditanam di bawah naungan (netting house) lebih tinggi dan mempunyai kanopi yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman cabai merah yang ditanam di lahan terbuka (open field). Penggunaan naungan juga dapat mengurangi jumlah buah yang terserang hama ulat buah dan lalat buah. Tanggap varietas Wibawa terhadap penggunaan naungan (netting house) lebih baik daripada varietas Tanjung-2 dan Hot Beauty yang ditunjukkan dengan peningkatan bobot buah dan jumlah buah melebihi peningkatan bobot buah dan jumlah buah pada varietas Tanjung-2 dan Hot Beauty baik yang menggunakan mulsa plastik maupun yang tidak menggunakan mulsa plastik. Varietas Wibawa dan Hot Beauty yang ditanam di dalam netting house dapat ditanam tanpa menggunakan mulsa plastik, namun varietas Tanjung-2 yang ditanam baik di dalam netting house maupun yang ditanam di lahan terbuka (open field) sebaiknya ditanam menggunakan mulsa plastik. Teknik produksi cabai merah menggunakan netting house dapat direkomendasikan sebagai salah satu alternatif dalam rangka mengurangi fluktuasi produksi cabai merah di Indonesia
Teknik Inokulasi Buatan Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus, Penyebab Penyakit Busuk Cincin Bakteri, pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)
ABSTRACT Inoculation Techniques of Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus, the Cause of Bacterial Ring Rot Disease, on Potato (Solanum tuberosum L.). Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus, the cause of bacterial ring rot disease on potatoes, has been detected in potato fields in Pangalengan. To anticipate the spread of the pathogen, researches on the desease epidemiology are urgent to be carried out. Artificial inoculation techniques will be useful in the epidemiological studies. The objective of this reasearch was to evaluate some inoculation techniques, which are simple, cheap and fast in causing disease symptoms. The experiment was carried out at the laboratory and glasshouse of Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang. The experiment was arranged in the randomized block design with five treatments of inoculation technique and five replications. The treatments were (a) soaking wounded seed tubers in pathogen suspension, (b) soaking not wounded seed tubers in pathogen suspension, (c) pathogen suspension was injected into leaf axil, (d) pathogen suspension was injected into seed tubers, and (e) pathogen suspension was poured into the planting holes. The results showed that stabbing and soaking tubers in pathogen suspension caused the shortest incubation period (17 days after inoculation) and the highest disease incidence (60%). Keywords : Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus, Bacterial ring rot, Potatoes, Inoculation techniquesABSTRAKClavibacter michiganensis subsp. sepedonicus (Cms), penyebab penyakit busuk cincin bakteri pada tanaman kentang, telah terdeteksi keberadaannya pada pertanaman kentang di Pangalengan. Dalam upaya mencegah penyebaran penyakit busuk cincin bakteri di Indonesia, perlu adanya studi epidemiologi patogen tersebut. Pada penelitian epidemiologi akan diperlukan cara menginokulasi tanaman secara buatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknik inokulasi buatan yang dapat menyebabkan periode inkubasi yang lebih singkat dan persentase kejadian penyakit busuk cincin bakteri paling tinggi pada tanaman kentang. Percobaan dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium penyakit Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang. Percobaan dirancang secara rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan teknik inokulasi Cms dan lima ulangan, yaitu inokulasi dengan (a) merendam ubi benih yang telah dilukai dalam suspensi bakteri, (b) merendam ubi benih tanpa dilukai dalam suspensi bakteri, (c) suspensi bakteri ditusukkan pada ketiak daun tanaman kentang, (d) suspensi bakteri ditusukkan pada ubi benih, dan (e) suspensi bakteri disiramkan pada lubang tanam. Masing-masing ulangan terdiri dari lima tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima teknik inokulasi buatan yang dilakukan, inokulasi dengan melukai ubi benih dan merendamnya dalam suspensi patogen menghasilkanJurnal Agrikultura 2016, 27 (2): 66-71ISSN 0853-2885Teknik Inokulasi Buatan Clavibacter….67periode inkubasi tersingkat, yaitu 17 hari setelah inokulasi, dan persentase kejadian penyakit tertinggi yaitu sebesar 60%.Kata Kunci : Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus, Busuk cincin bakteri, Kentang, Inokulasi buata
Pengaruh Cara Pengolahan Tanah dan Tanaman Kacang-kacangan sebagai Tanaman Penutup Tanah terhadap Kesuburan Tanah dan Hasil Kubis di Dataran Tinggi
ABSTRAK. Kubis umumnya dibudidayakan secara intensif di dataran tinggi. Penanaman kubis secara terus menerus menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas lahan dan tanaman. Untuk mempertahankan keberlanjutan produksi, maka budidaya sayuran harus dilakukan dengan cara yang dapat mengurangi terjadinya penurunan produktivitas lahan. Percobaan dilaksanakan di dataran tinggi Pangalengan, mulai bulan Agustus sampai Desember 2005. Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui pengaruh cara pengolahan tanah dan penggunaan tanaman kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah terhadap kesuburan tanah serta hasil tanaman kubis di dataran tinggi. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan petak terpisah dengan empat ulangan. Perlakuan meliputi cara pengolahan tanah (minimum/barisan dan konvensional) sebagai petak utama dan penanaman kubis dengan tanaman kacang-kacangan (kacang buncis tegak, kacang merah, dan kacang tanah) sebagai penutup tanah dan mulsa plastik hitam (kontrol) sebagai anak petak. Hasil percobaan menunjukkan pengolahan tanah minimum/barisan mempunyai sifat kimia dan fisik tanah cenderung tidak berbeda nyata dengan pengolahan tanah konvensional. Tanaman penutup tanah dari jenis tanaman kacang-kacangan mempunyai residu hara (C organik dan P total tanah) dan populasi mikroba tanah serta pertumbuhan dan hasil kubis yang lebih baik daripada penggunaan mulsa plastik, meskipun untuk fisik tanah tidak ada perbedaan. Jadi, tanaman kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah yang ditumpangsarikan dengan tanaman kubis dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan hasil tanaman kubis. Pengolahan tanah minimum dan penggunaan tanaman kacang-kacangan yang ditumpangsarikan pada tanaman kubis merupakan cara pengelolaan lahan dan tanaman yang efisien untuk mempertahankan produktivitas lahan dan tanaman kubis.ABSTRACT. Rosliani, R., N. Sumarni, and I. Sulastrini. 2010. The Effect of Tillage Methods and Legumes as Cover Crops on Soil Fertility and Yield of Cabbage on Highland. Generally vegetable crops such as cabbage is cultivated intensively on the highland area. Cultivating vegetable crops continuously all year round can cause decreasing crop and soil productivity. To maintain sustainable production, therefore, vegetable cultivation practices should be done in a way that reduce land degradation. The experiment was conducted at farmer‘s field, Pangalengan from August to December 2005. The objective of the experiment was to find out the effect of tillage method and legumes cover crop to improve soil fertility and yield of cabbage on highland. A split plot design with four replicates was used. The main plot was tillage method, i.e. minimum (strip) tillage and conventional tillage. While the subplot was legumes cover crops, i.e stringbean, redbean, and plastic mulch as control. The results showed that minimum tillage did not significantly different to conventional tillage on soil chemical and physical properties, growth, and yield of cabbage. The cover crops of leguminose had better nutrient residual (C organic and P soil), population of soil microbial, growth, and yield of cabbage than application of plastic mulch, but did not significantly different on soil physics. Therefore, legumes cover crops could be used for improving soil fertility and yield of cabbage. Minimum tillage and application of leguminose multiplecrop on cabbage was the efficient methods of crop and soil management for maintaining crop and land productivity of cabbage in the highland
Uji Ketahanan Klon Kentang Hasil Pesilangan Atlantic x Repita terhadap Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans
ABSTRACTResistance Test of Potato Clones Derived from Crossing of Atlantic x Repita to Late Blight (Phytophthora infestans)Late blight, incited by Phytophthora infestans is the most destructive disease of potato. The management that is effective and environmentally-friendly is the use of resistant variety. The objective of this study was to test the resistance of the six potato clones (AR 04, AR 05, AR 06, AR 07, AR 08 and AR 09) derived from crossing var. Atlantic x var. Repita to late blight caused by P. infestans. Var. Atlantic, Repita and Granola were used as susceptible, resistant and susceptible but the most-grown variety, respectively. Field test was located in Ciwidey, one of the potato growing center where late blight is endemic since potatoes are continuously grown. The treatments were arranged in a randomized block design with 3 replicates. The result showed that clones AR 07 and AR 08 were more resistant than the other potato clones, but it still below the resistance level var. Repita. However, based on statistical test on the diseases development (AUDPC), clone AR 08 could be categorized as resistant, equal with of the resistance level of var. Repita.Keywords: Potato clones, Rsistance, P. infestansABSTRAKPenyakit hawar daun yang disebabkan Phytopthora infestans merupakan penyakit utama pada tanaman kentang. Pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan adalah dengan penanaman varietas tahan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan 6 klon kentang (AR 4, AR5, AR6, AR7, AR 8, dan AR9) yang merupakan hasil persilangan antara var. Atlantic (produksi tinggi tetapi rentan) dengan var. Repita, sebagai tetua tahan terhadap penyakit hawar daun yang disebabkan oleh P. infestans. Varietas Atlantic, Repita dan Granola digunakan sebagai pembanding. Pengujian ketahanan dilakukan di Ciwidey, yang merupakan salah satu sentra produksi kentang di Jawa Barat dan endemik penyakit hawar daun. Perlakuan ditata menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon AR 07 dan Klon AR 08 memiliki ketahanan yang lebih baik dibanding klon-klon kentang lainnya, namun tingkat ketahanannya masih di bawah cv Repita. Namun, berdasarkan uji statistik terhadap nilai perkembangan penyakit (AUDPC) klon AR 08 dapat dikategorikan tahan, sama dengan derajat tahan var. Repita.Kata Kunci: Klon kentang, Ketahanan, P. infestan
Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Budidaya Cabai Merah Di Dalam Rumah Kasa Untuk Menanggulangi Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan
K. Pada satu dasawarsa terakhir produktivitas cabai merah mengalami penurunan akibat meningkatnya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang dipicu oleh dampak Perubahan iklim. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan budidaya cabai merah di dalam rumah kasa. Budidaya cabai merah di dalam rumah kasa di dataran rendah mampu meningkatkan hasil panen > 9 kali dibandingkan dengan budidaya cabai merah di lahan terbuka, sedangkan di dataran tinggi mampu mengurangi penggunaan pestisida dengan hasil panen tetap tinggi. Namun demikian, kelayakan teknis dan ekonominya belum diketahui. Penelitian bertujuan mengetahui kelayakan teknis dan ekonomi budidaya cabai merah di dalam rumah kasa di dataran tinggi dalam upaya menanggulangi serangan OPT. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu, Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang (± 1.250 m dpl.), Jawa Barat, sejak bulan Juni sampai November 2014. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode petak berpasangan dan diulang empat kali. Petak perlakuan berukuran 75 m2, varietas cabai yang ditanam adalah Ciko. Dua macam perlakuan yang diuji adalah (a) budidaya tanaman cabai di dalam rumah kasa dan (b) budidaya tanaman cabai merah di lahan terbuka. Penyemprotan insektisida dilakukan berdasarkan ambang pengendalian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan rumah kasa dapat mengurangi serangan hama sehingga biaya insektisida dapat dikurangi sebesar 73,19% dengan produksi lebih tinggi sebesar 106,45–109,00% dibandingkan dengan budidaya tanaman cabai merah di lahan terbuka, dengan tingkat pengembalian (R) mencapai 2,36. Dengan demikian, penggunaan rumah kasa dapat direkomendasikan sebagai teknologi budidaya cabai merah di dataran tinggi karena secara teknis dapat menekan serangan OPT dan mengurangi penggunaan insektisida dan secara ekonomi menguntungkan
Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji (True Shallot Seed) Dengan Jenis Media Tanam dan Dosis NPK yang Tepat di Dataran Rendah
Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Umbi mini asal true shallot seed (TSS) dapat menghasilkan umbi-umbi berukuran besar dengan kualitas yang baik. Tujuan penelitian yaitu mendapatkan teknik produksi umbi mini/ bibit bawang merah asal TSS dengan jenis media tanam dan dosis pupuk NPK yang tepat di dataran rendah. Penelitian dilaksanakan di dataran rendah Subang dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2013. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial (dua faktor) dengan dua ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis media tanam (arang sekam, kompos, arang sekam + tanah (1:1), arang sekam + kompos (1:1), arang sekam + kompos +tanah (1:1:1)), dan aplikasi pupuk NPK (0, 100, 200, dan 300 kg/ha). Hasil percobaan menunjukkan bahwa media arang sekam + kompos + tanah dengan pupuk NPK 0–100 kg/ha merupakan teknik yang paling baik dalam memproduksi umbi mini di dataran rendah Subang dengan produksi umbi mini (bobot segar 4–5 g/umbi) sebanyak 141–158 per m2. Implikasi penelitian adalah umbi mini asal TSS dapat dikembangkan sebagai sumber benih yang lebih sehat dan lebih mudah penanganannya di penyimpanan dan pengangkutan daripada umbi biasa
Teknik Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji (True Shallot Seed) Dengan Jenis Media Tanam Dan Dosis NPK Yang Tepat Di Dataran Rendah
Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Umbi mini asal true shallot seed (TSS) dapat menghasilkan umbi-umbi berukuran besar dengan kualitas yang baik. Tujuan penelitian yaitu mendapatkan teknik produksi umbi mini/ bibit bawang merah asal TSS dengan jenis media tanam dan dosis pupuk NPK yang tepat di dataran rendah. Penelitian dilaksanakan di dataran rendah Subang dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2013. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial (dua faktor) dengan dua ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis media tanam (arang sekam, kompos, arang sekam + tanah (1:1), arang sekam + kompos (1:1), arang sekam + kompos +tanah (1:1:1)), dan aplikasi pupuk NPK (0, 100, 200, dan 300 kg/ha). Hasil percobaan menunjukkan bahwa media arang sekam + kompos + tanah dengan pupuk NPK 0–100 kg/ha merupakan teknik yang paling baik dalam memproduksi umbi mini di dataran rendah Subang dengan produksi umbi mini (bobot segar 4–5 g/umbi) sebanyak 141–158 per m2. Implikasi penelitian adalah umbi mini asal TSS dapat dikembangkan sebagai sumber benih yang lebih sehat dan lebih mudah penanganannya di penyimpanan dan pengangkutan daripada umbi biasa
Pendugaan Keragaman Genetik Beberapa Karakter Pertumbuhan dan Hasil pada 30 Genotipe Tomat Lokal
Tomat (Lycopersicum esculantum) merupakan jenis sayuran yang terus berkembang menjadi komoditas penting di dunia termasuk Indonesia. Permintaan yang terus meningkat secara kuantitas dan kualitas menuntut ketersediaan varietas unggul tomat. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi keragaman genetik beberapa karakter pertumbuhan dan karakter produksi 30 genotipe tomat lokal. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, menggunakan 30 genotipe tomat lokal hasil eksplorasi dari berbagai provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Riau, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur,Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Penelitian disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan. Tiap unit percobaan terdiri dari 20 tanaman. Penanaman di lapangan dilakukan dalam bedeng berukuran 1 m x 6 m dengan jarak tanam 50 cm x 60 cm. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter tinggi tanaman, jumlah daun, persentase tanaman hidup, jumlah buah total, bobot buah per tanaman, dan persentase pecah buah. Karakter-karakter yang diuji memiliki keragaman genetik yang luas sehingga efektif dilakukan seleksi. Seleksi terhadap karakter bobot buah dapat dilakukan pada generasi awal karena memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Genotipe Aceh5, KEF9,LOM4, MER2, dan PAPUA memiliki potensi hasil yang tinggi. Genotipe KEF12, KEF6, dan MAK1 toleran terhadap pecah buah