Jurnal Hortikultura
Not a member yet
    484 research outputs found

    Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dengan Jumlah Daun Entres yang Berbeda terhadap Keberhasilan Sambung Pucuk Durian (Application of Plant Growth Regulator with Different Number of Scion Leaves on Success of Durian Top Grafting)

    Full text link
    Perbanyakan tanaman secara vegetatif menggunakan teknik sambung pucuk dapat digunakan sebagai alternatif untuk menghasilkan benih yang bermutu. Namun, masalah yang sering terjadi pada sambung pucuk adalah kegagalan sambung. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis zat pengatur tumbuh, jumlah daun entres, dan kombinasi perlakuan yang memberikan hasil terbaik terhadap keberhasilan sambung pucuk durian. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2018 sampai Januari 2019 di Desa Alasmalang, Kemranjen, Banyumas. Percobaan yang dilakukan merupakan percobaan pot dengan rancangan faktorial. Perlakuan pada penelitian ini adalah kombinasi antara zat pengatur tumbuh (kontrol, ekstrak tauge, air kelapa, IBA, dan BAP) dan jumlah daun entres (2, 4, dan 6 helai). Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 15 perlakuan dan diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan ZPT IBA dan BAP memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas sambung pucuk tanaman durian, yaitu sebesar 2,711 dan 2,822 dan perlakuan jumlah daun entres dua helai memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu pecah tunas, jumlah tunas, dan pertambahan jumlah daun sambung pucuk tanaman durian, yaitu sebesar 2,3 helai.KeywordsSambung pucuk durian; Daun entres; Zat pengatur tumbuhAbstractVegetative propagation of plants using shoot grafting can be used as an alternative to produce quality seeds. The problem that often occours in top grafting is the failure to graft. This experiment aims to obtain the type of plant growth regulator, the number of scion’s leaves, and the combination that give the best results for growth of top grafting in durian. The research was conducted in November 2018 to January 2019 in Alasmalang Village, Kemranjen, Banyumas. The experiment was a pot experiment with a factorial design. The treatment was a combination of growth regulator (control, bean extract, coconut water, IBA, and BAP) and number of scion leaves (2, 4, and 6 strands). The research design used was a RCBD with 15 treatments and three replications. The results showed that the treatment of PGR IBA and BAP had a significant effect on the number of grafted shoots of durian plants, namely 2.711 and 2.822 and the treatment of the number of leaves of two leaves had a significant effect on shoot break time, the number of shoots and the increase in the number of grafted leaves of durian plants, namely amounting to 2.3 strands

    Morphological Variability of Mangosteen in Bengkulu Province (Variabilitas Morfologi Manggis di Provinsi Bengkulu)

    Full text link
    Mangosteen is a genetic resource scattered and cultivated by farmers in Bengkulu Province. The study aimed at determining the morphological variability of mangosteen. The study was conducted from March to October 2015 in Bengkulu province using on-site supervision and observation methods. The number of plants observed was 34 genotypes and qualitatively and quantitatively characterized based on the Center for Plant Variety Protection and Agriculture Licensing (CPVPAL) guide. The data of morphology were analyzed by comparing the average value, variance, and standard deviation. Relationship or data grouping phenotypic characters appearance were identified using NTSYS software version 2.1. The results show wide variability in the density of leaf, flower size, and fruit weight, while narrow variability is occurred in plant height and the thickness of the rind. Data analysis of mangosteen genotypes generated similarity coefficients range from 0.71 to 0.91 (71-91%). Genotype 24 and 27 have the closest relationship, with the similarity coefficient of 91%.KeywordsMangosteen; Morphology; Variability; Character; PhenotypicAbstractManggis merupakan sumber daya genetik yang tersebar dan dibudidayakan oleh petani di Provinsi Bengkulu. Penelitian bertujuan untuk mengetahui variabilitas fenotipik buah manggis. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2015 di Provinsi Bengkulu dengan menggunakan metode observasi langsung morfologi tanaman manggis yang telah berbuah. Jumlah tanaman yang diamati sebanyak 34 genotipe dan masing-masing genotipe diamati karakterisasi kualitatif dan kuantitatif berdasarkan panduan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP). Analisis data melalui perbandingan varian fenotipik dengan standar deviasi varian fenotipe diukur dengan nilai rata-rata, varians, dan standar deviasi. Kekerabatan atau pengelompokan data penampilan karakter fenotipik dilakukan dengan menggunakan software NTSys versi 2.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabilitas luas terdapat pada kerapatan daun, ukuran bunga, dan bobot buah, sedangkan variabilitas sempit pada karakter tinggi tanaman dan  ketebalan kulit buah. Analisis genotipe manggis menghasilkan koefisien kemiripan sebesar 0,71-0,91 (71-91%). Dari dendogram diperoleh genotipe yang memiliki tingkat kekerabatan yang tinggi terdapat pada genotipe 24 dan 27 dengan nilai kemiripan sebesar 91%

    Karakteristik Lahan untuk Kesesuaian Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill.) di Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu

    Full text link
    [Land Characteristics for Suitability of Apples (Malus sylvestris Mill.) in Sindang Dataran District, Rejang Lebong Regency, Bengkulu]Penilaian kesesuaian lahan merupakan tahap pertama dan penting dalam usaha pengembangan suatu komoditas pertanian. Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu lokasi yang direncanakan menjadi daerah pengembangan apel dengan temperatur udara mencapai 23oC dan ketinggian tempat bervariasi antara 785 – 1.129 lebih m dpl. dengan kondisi tanah yang cukup subur. Penelitian bertujuan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman apel. Penelitian dilakukan dengan metode survey dan observasi. Parameter yang diamati meliputi karakteristik lahan dan syarat tumbuh tanaman apel. Evaluasi kesesuaian lahan yang digunakan ialah kesesuaian lahan kualitatif, yaitu yang hanya didasarkan kondisi fisik lahan. Metode evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan mengikuti prosedur dari FAO (1976), yaitu evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) data antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman apel dan hasilnya didasarkan pada nilai terkecil (hukum minimum) sebagai keputusan kesesuaian lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian lahan tanaman apel yang berada di Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, dari faktor iklim termasuk S2 (cukup sesuai), sementara dari faktor ketersediaan hara termasuk S3 (sesuai marjinal). Hal yang menjadi faktor pembatas adalah rendahnya P tersedia, tetapi dapat diatasi dengan pemupukan sehingga dapat naik kelas menjadi S2. Melalui usaha pemupukan P maka Kecamatan Sindang Dataran memiliki potensi sebagai daerah pengembangan tanaman apel yang cukup sesuai.KeywordsKarakteristik lahan; Kesesuaian lahan untuk tanaman apel; Malus sylvertris MillAbstractLand suitability assessment is the first and important stage in the development of an agricultural commodity. Sindang Dataran District, Rejang Lebong Regency is one of the locations that is planned to be an apple development area with air temperatures reaching 23oC and altitude varying between 785–1,129 meters above sea level with fairly fertile soil conditions. The aim of the study was to determine the land suitability class for apple plants. The research was conducted using survey and observation methods. Parameters observed included land characteristics and growing conditions for apple plants. Land suitability evaluation used qualitative land suitability, which is only based on the physical condition of the land. The land suitability evaluation method is carried out by following the procedure from FAO (1976), namely the evaluation of land suitability is carried out by matching data between land characteristics and the requirements for growing apples and the results are based on the smallest value (minimum law) as a land suitability decision. The results showed that the suitability of the land for apple crops in Sindang Dataran District, Rejang Lebong Regency, from climatic factors including S2 (quite suitable), while from nutrient availability factors including S3 (marginal according to). The limiting factor is the low available P, but it can be overcome by fertilization so that it can be promoted to S2. Through P fertilization efforts, Sindang Dataran District has the potential as a suitable apple crop development area

    Evaluasi Karakteristik Carnation Mottle Virus (CarMV) Asal Tanaman Anyelir pada Beberapa Tanaman Indikator [Evaluation of Carnation Mottle Virus (CarMV) Characteristics from Carnations in Several Indicator Plants]

    No full text
    Anyelir merupakan salah satu komoditas andalan selain krisan dan mawar pada sektor agribisnis di Indonesia, namun produksi tanaman anyelir terus menurun sejak tahun 2015 hingga 2020, hal ini salah satunya disebabkan oleh serangan virus CarMV yang menginfeksi tanaman anyelir. Pengetahuan dasar mengenai suatu virus sangat diperlukan untuk menentukan pengendalian yang tepat untuk virus tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi sifat fisik dan sifat biologi CarMV. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium dan Rumah Kaca Virologi, Balai Penelitian Tanaman Hias, Pacet, Cianjur, Jawa Barat (1.100 m dpl.), pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2021. Metode yang digunakan, yaitu metode deskriptif untuk mengamati karakter fisik dan biologi Carnation mottle virus isolat Jawa Barat melalui uji sifat fisik virus (DEP, TIP, LIV) serta uji biologi melalui penularan secara mekanik pada tanaman indikator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dilution End Point (DEP) CarMV 10-5, Thermal Inactivationt Point (TIP) 65°C, dan Longevity In Vitro (LIV) lebih dari 72 jam. Inokulasi CarMV secara mekanis pada tanaman indikator menyebabkan gejala sistemik pada Nicotiana benthamiana dan Ageratum conyzoides, sedangkan pada tanaman Chenopodium amaranticolor, Cucumis sativus, Lycopersicon esculentum, dan N. clevelandii menunjukkan gejala lokal.KeywordsAnyelir; Carnation mottle virus (CarMV); RT-PCR; Sifat biologi; Sifat fisikAbstractCarnation is one of the mainstay commodities besides chrysanthemum and roses in the agribusiness sector in Indonesia, but carnation production continues to decline from 2015 to 2020, one of which is caused by the CarMV virus attack that infects carnation plants. Basic knowledge about a virus is needed to determine the right control for the virus. The purpose of this study was to evaluate the physical and biological properties of CarMV. This research was conducted in the Virology Laboratory and Greenhouse, IOCRI, Pacet, Cianjur, West Java (1,100 m asl), from May to August 2021. The method used was a descriptive method to observe the physical and biological characters of Carnation mottle virus isolates from West Java by testing the physical properties of the virus (DEP, TIP, LIV) as well as biological tests through mechanical transmission on indicator plants. The results showed that the Dilution End Point (DEP) of CarMV was 10-5, the Thermal Inactivation Point (TIP) was 65°C, and the Longevity In Vitro (LIV) was more than 72 hours. Mechanical inoculation of CarMV in indicator plants caused systemic symptoms in Nicotiana benthamiana and Ageratum conyzoides, while Chenopodium amaranticolor, Cucumis sativus, Lycopersicon esculentum, and N. clevelandii plants showed local symptoms.

    Pengaruh Jenis Eksplan dan Asam Amino pada Inisiasi dan Proliferasi Kalus Embriogenik Phalaenopsis Var. ‘Raiza Agrihorti’

    No full text
    (The Effect of Explant Types and Amino Acids on Embryogenic Callus Initiation and Proliferation of Phalaenopsis Var. ‘Raiza Agrihorti’)Penyiapan kalus embriogenik (KE) yang optimal memiliki peranan penting dalam menghasilkan benih bermutu Phalaenopsis skala komersial. Kendala utama yang dihadapi ialah inisiasi dan proliferasi KE yang masih rendah, serta akumulasi fenolik yang tinggi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balithi dari Agustus 2019 hingga Juli 2020. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola split plot dan faktorial dengan lima ulangan. Percobaan-1: jenis eksplan (pucuk, pangkal, dan daun plantlet) sebagai petak utama dan perlakuan asam amino (tanpa asam amino, L-Proline, L-Glutamine, L-Cysteine, dan Casein-Hydrolisate) dengan konsentrasi 150 mg/l pada medium PC1 (1/2 MS + 1,0 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BAP + 20 g/l sukrosa) sebagai anak petak. Percobaan-2: faktor-1 ialah jenis asam amino (L-Proline, L-Cysteine; L-Glutamine, dan Casein-Hydrolisate) dan faktor-2 ialah konsentrasi asam amino (0, 75, 150, 225, dan 300 mg/l). Hasil penelitian menunjukkan bahwa inisiasi KE Phalaenopsis var. ‘Raiza Agrihorti’ terbaik didapatkan dari pangkal plantlet dan 150 mg/l L-Glutamine dengan waktu inisiasi 18,3-24,0 hari, 80-100% pembentukan KE, dan ukuran KE 0,4-0,5 cm3. Proliferasi KE terbaik ditemukan pada L-Glutamine dengan konsentrasi 150 mg/l. Proliferasi KE mencapai 100% dengan penambahan berat segar sebesar 0,39 g, tingkat multiplikasi (MR) 4,55 kali dan pencokelatan 4,0%. Hasil penelitian ini berpotensi tinggi untuk diterapkan pada kultur starter Phalaenopsis hibrida lain.KeywordsPhalaenopsis hibrid; Asam amino; Inisiasi; Kalus embriogenik; ProliferasiAbstractSetup of the optimum Phalaenopsis embryogenic callus (EC) is an important role in producing qualified-seedlings of Phalaenopsis in commercial scale. The main constraints that are still being faced are the low rate of culture proliferation and high phenolic accumulations. The research was carried out at the Tissue Culture Laboratory-Indonesian Ornamental Plants Research Institite, from August 2019 through July 2020. The split plot and factorial designs were arranged using a Randomized Completely Block Design (RCBD) with five replications. Experiment-1: explants type (shoot tip, basal part, and leaf of plantlet) was used as main plot and amino acids (amino acids free, L-Proline, L-Glutamine, L-Cysteine, and Casein-Hydrolisate) with 150 mg/l concentration on medium PC1 (1/2 MS + 1,0 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BAP + 20 g/l sukrosa) as subplot. Experiment-2: the first factor was amino acids type (L-Proline, L-Cysteine; L-Glutamine, and Casein-Hydrolisate) and the second factor was amino acids concentration (0, 75, 150, 225, and 300 mg/l). Results of the studies revealed that the best EC initiation of Phalaenopsis var. ‘Raiza Agrihorti’ was produced by basal part of plantlet and PC1 medium containing 150 mg/l L-Glutamine with EC Initiation time was 18.3-24.0 days, 80-100% of EC formation and size of 0.4-0.5 cm3. The best proliferation of EC was found in L-Glutamine with 150 mg/l concentration. EC proliferation reached 100% with 4.55 EC multiplication rate, 0.39 g EC fresh weight added, and EC browning as low as 4.0%. The established method is high possibly applied for other Phalaenopsis hybrids

    Pendugaan Umur Simpan Cabai Giling Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Testing dengan Pendekatan Arrhenius (Estimation of Shelf Life Ground Chillies Using Accelerated Shelf Life Testing Method with Arrhenius Approach)

    No full text
    Untuk memperpanjang masa simpan cabai giling yang diperdagangkan, perlu dilakukan pengemasan sebaik mungkin sehingga tidak terkontaminasi mikroba. Di samping itu diperlukan informasi masa simpan untuk menjamin bahwa cabai giling sampai di tangan konsumen belum mengalami kerusakan dan masih layak dikonsumsi. Salah satu cara untuk menduga umur simpan secara cepat adalah dengan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT), melalui pendekatan Arrhenius. Penelitian bertujuan menduga umur simpan cabai giling melalui pendekatan Arrhenius. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen BPTP Sumatra Barat pada bulan Mei sampai dengan Oktober 2018. Penyimpanan dilakukan menggunakan kemasan botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET) dan kantong plastik PP 0,8 mm pada suhu 3ºC, 29ºC, dan 35ºC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reaksi kinetika penurunan mutu cabai giling mengikuti ordo satu. Pendugaan umur simpan paling lama diperoleh pada perlakuan pemanasan cabai giling selama 25 menit kemudian dikemas dengan botol PET, disimpan pada suhu 3°C, yaitu 211,41 hari, dengan model matematika penurunan mutu Lnk =14,883-7154,67(1/T). Jika disimpan pada suhu 29˚C dan 35˚C masing-masing umur simpan hanya 53,26 hari dan 27,21 hari.KeywordsUmur simpan; Pengolahan; Cabai gilingAbstractTo extend the shelf life of traded ground chilies, good packaging is necessary in order not to be contaminated by microbes. In addition, information on shelf life is needed to ensure that the ground chillies that arrive at consumers have not been damaged and are still fit for consumption. One way to quickly estimate shelf life is by using the Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) method, through the Arrhenius approach. The research aimed to estimate the shelf life of ground chillies through the Arrhenius approach. The research was conducted at the Postharvest Laboratory of BPTP West Sumatra from May to October 2018. Storage was carried out using Polyethylene Terephthalate (PET) plastic bottles and 0.8 mm PP plastic bags at temperatures of 3ºC, 29ºC, and 35ºC. The results showed that the reaction kinetics of quality deterioration of ground chillies followed order 1. The longest estimated shelf life was obtained in the heating treatment of ground chilies for 25 minutes then packed with PET bottles, stored at 3°C, that is 211.41 days, with a mathematical model of quality degradation Lnk = 14.883-7154.67 (1/T). If stored at 29oC and 35oC, the shelf life is only 53.26 days and 27.21 days, respectively

    Produksi, Karakteristik Fisik, dan Organoleptik Varietas Unggul Spesifik Lokasi “Srikayang” Daerah Istimewa Yogyakarta

    Full text link
    (Production, Physical, and Organoleptic Characteristics of Superior Varieties Specific Location “Srikayang” Special Region of Yogyakarta)Bawang merah merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura semusim yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif di Kabupaten Kulon Progo. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui produksi, karakteristik fisik, dan organoleptik bawang merah lokal Kabupaten Kulon Progo, yaitu varietas Srikayang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas lokal Srikayang memiliki keunggulan dibanding varietas eksisting lainnya, yaitu Tajuk, Bima, dan Siem. Hasil ubinan tertinggi varietas Srikayang 10,63 ton/ha. Varietas Srikayang memiliki, berat umbi 5,47 g sedangkan Tajuk 3,65 g, Bima 5,69 g, dan Siem 4,14 g. Jumlah umbi per rumpun verietas Srikayang lebih banyak dibanding varietas lain, yaitu 9,82 g, Tajuk 8,37 g, Bima 6,78 g, dan Siem 9,37 g. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa varietas Siem dan Srikayang tidak berbeda nyata. Jumlah umbi per rumpun tertinggi varietas Srikayang 50,03 g. Kecerahan umbi varietas Srikayang tertinggi sebesar 43,74 dibanding varietas lainnya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa varietas lokal Srikayang layak dibudidayakan karena memiliki keunggulan dibanding varietas lain (Tajuk, Bima, dan Siem).KeywordsKarakteristik fisik; Organoleptik; Srikayang; Varietas lokalAbstract Shallot is one of the leading commodities of horticultural crops that have long been cultivated by farmers intensively at Kulon Progo Regency since long time. The aim of research was to know the production, physical and organoleptic characteristics of local shallot at Kulon Progo Regency, namely Srikayang variety. The experimental design used Completely Randomized Block Design (CRBD) with five replications. The results showed that local variety of Srikayang have advantages compared to other existing varieties namely Tajuk, Bima, and Siem. Srikayang variety hads a weight tuber of 5.47 g, while Tajuk 3.65 g; Bima 5.69 g; and Siem 4.14 g. Total of tubers per clump Srikayang more than other varieties that was 9.82 Tajuk; 8.37, Bima, 6.78 and Siem 9.37. The results of statistical analysis show that Siem and Srikayang were not significantly different. Srikayang had highest of total of bulb was 50.03 g and yield was 10.63 tonnes/ha. The brightness of Srikayang was the highest 43.74 compared to other varieties. Srikayang variety had the highest panelist acceptance value of 3.33 means that this variety was favored based on the result of organoleptic test. From the result of research it can be concluded that Srikayang decent cultivated because it hads moreadvantages compared to other varieties (Tajuk, Bima, and Siem)

    Kloning Gen Coat Protein (CP) Carnation Mottle Virus (CarMV) pada Vektor Ekspresi [Cloning of Carnation Mottle Virus (CarMV) Coat Protein Gene into Expression Vector]

    Full text link
    Carnation mottle virus (CarMV) termasuk anggota genus Carmovirus dalam famili Tombusviridae. Virus ini banyak ditemukan menginfeksi tanaman anyelir di Jawa Barat dan menyebabkan gejala mottle. Sebagai langkah awal untuk memproduksi antiserum melalui teknik ekspresi gen CP perlu diklon pada vektor yang sesuai. Penelitian ini bertujuan mendapatkan klon CarMV yang berfungsi melalui kloning dan subkloning gen CP CarMV ke dalam vektor ekspresi yang sesuai. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu ekstraksi RNA total dan amplifikasi cDNA CarMV dengan RT-PCR, menggunakan primer spesifik CarMVF dan CarMVR yang mengandung situs enzim restriksi XhoI dan BamHI, kloning dan subkloning DNA sisipan, serta konfirmasi transforman. Rekombinan gen sisipan CP CarMV dalam bakteri dikonfirmasi dengan koloni PCR. Gen CP CarMV berhasil dikloning ke dalam TA vektor pTZ57R/T dan disubkloning ke vektor ekspresi pET28a. Sekuen rekombinan CP CarMV berhasil dikonfirmasi melalui perunutan DNA. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan produksi antigen rekombinan yang melimpah pada bakteri ekspresi dan kondisi yang sesuai.KeywordsDianthus caryophillus L.; Carmovirus; Kloning; Subkloning; Bakteri ekspresiAbstractCarnation mottle virus (CarMV) is a type member of Carmovirus genus in family of Tombusvirus. The virus infects carnation plants in the centre area production of West Java and it cause mottle symptoms. The research aimed to obtain functional clone(s) of CarMV CP gene in suitable expression kloning vector. The research was carried out through several steps, namely total RNA extraction and amplification of cDNA of CP CarMV by RT-PCR using specific primer pairs CarMVF and CarMVR containing restriction enzyme sites XhoI and BamHI, respectively, TA cloning, and subcloning into expression vector pET28a and confirmation of recombinant plasmids by colony PCR. CarMV CP gen was successfully cloned into TA cloning vector pTZ57R/T and subcloned into vector pET28a, alsowere confirmed by DNA sequencing. Future experiment is necessary to be conducted to obtain abundance recombinant antigen production of CarMV CP in suitable expression condition and bacterial host

    Adaptasi Pertumbuhan Setek Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) Menggunakan Naungan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan [Growth Adaptation of Chrysanthemum Cuttings (Chrysanthemum sp.) Using Shade in Banjarbaru, South Kalimantan]

    No full text
    Banjarbaru merupakan salah satu daerah di Kalimantan Selatan yang memiliki prospek yang baik sebagai daerah pengembangan komoditas krisan. Pertumbuhan tanaman krisan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya media tanam, ketersediaan air dan hara, iklim mikro, suhu, kelembaban, serta intensitas cahaya matahari tertentu sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan cahaya yang optimal maka perlakuan naungan diperlukan selama fase pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh persentase kerapatan pada naungan terhadap pertumbuhan setek krisan varietas Puspita Nusantara. Penelitian dilaksanakan pada Bulan November sampai Desember 2020, bertempat di Kebun Percobaan Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Metode yang digunakan pada penelitian yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan kerapatan paranet, yaitu n1 (paranet dengan kerapatan 75%), n2 (paranet dengan kerapatan 100%), n3 (paranet dengan kerapatan 125%), dan n4 (paranet dengan kerapatan 150%), yang terdiri atas lima kelompok sehingga terdapat 20 satuan percobaan, dan setiap satuan percobaan terdapat lima unit tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase naungan berpengaruh terhadap parameter jumlah daun, persentase setek hidup, dan tinggi tanaman yang tumbuh, tetapi tidak berpengaruh nyata pada saat awal muncul tunas. Perlakuan n2 berpengaruh paling baik terhadap persentase setek hidup (64%), jumlah daun (4,1 helai) serta tinggi tunas (4,26 cm).KeywordsKrisan; Setek; Paranet; Iklim mikroAbstract Banjarbaru as one of the areas in South Kalimantan has good prospects as a chrysanthemum development area. The growth of chrysanthemums is strongly influenced by several factors, such as planting media, availability of water and nutrients, microclimate, temperature, humidity, and a certain intensity of sunlight, so to meet the need for optimal light, shade treatment is required during the growth phase. This study aims to determine the effect of the percentage density in the shade on the growth of chrysanthemum cuttings of the Puspita Nusantara variety. The research was carried out from November to December 2020, at the Experimental Garden of the Department of Agroecotechnology, Faculty of Agriculture, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. The method used in this research is a Randomized Block Design (RBD) with the treatment of n1 (shading net with a density of 75%), n2 (shading net with a density of 100%), n3 (shading net with a density of 125%), and n4 (shading net with a density of 150%), which consisted of five groups so that there were 20 experimental units, and each experimental unit contained five plant units. The results showed that the percentage of shade affected the parameters of the number of leaves, the percentage of live cuttings, and plant height that grew, but had no significant effect on the initial emergence of shoots. The n2 treatment had the best effect on the percentage of live cuttings (64%), the number of leaves (4.1 strands), and shoots height (4.26 cm).

    Back Matter

    No full text

    451

    full texts

    484

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal Hortikultura
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇