26 research outputs found

    Penampilan 15 Klon Harapan Tebu (Saccharum Spp. Hybrid) Di Dua Lokasi

    Get PDF
    Salah satu upaya peningkatan produksi gula adalah penggunaan varietas unggul yang mampu beradaptasi di lahan basah dan lahan kering. Penelitian bertujuan untuk mengetahui penampilan pertumbuhan agronomi 15 klon tebu harapan yang ditanam di dua lokasi. Penelitian dilaksa-nakan pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013 di dua lokasi bertempat di lahan KP Jatiroto terletak Kab. Lumajang dan di kebun bibit Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Kota Madya Pasuruan. Bahan tanam yang digunakan yaitu 15 klon harapan bibit dua mata dengan varietas pembanding yaitu PS 881, Kidang Kencana (KK) dan Bululawang (BL). Data yang diperoleh dianalisa menggu-nakan analisis ragam pada masing-masing lokasi dan dilanjutkan dengan analisis ragam gabungan. Interaksi genotip lingku-ngan yang nyata di uji lanjutan dengan DMRT taraf 5 %. Dari hasil peneitian diperoleh perbedaan penampilan pertum-buhan yang ditunjukkan pada lokasi Pasuruan yang mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding lokasi Jatiroto. Perbedaan penampilan agronomis tersebut dapat dilihat pada karakter persentase perkecam-bahan, jumlah tunas, jumlah batang, dan volume tebu per juring. Interaksi genotip dan lingkungan klon uji yang di tanam di dua lokasi dapat ditunjukkan pada karakter persentase perkecambahan, jumlah rumpun umur 3 bulan, jumlah tunas, persentase serangan penggerek pucuk umur 3 bulan, jumlah batang, volume tebu (cm3/juring) dan persentase serangan penyakit pokkabung umur 6 bulan

    Regency Level Hospital Utilization in Indonesia

    Full text link
    Adanya rumah sakit tingkat kabupaten adalah merupakan tempat perawatan pertama untuk para penderita dan karena itu harus dapat memberikan perawatan minimal kepada para penderita. Rumah sakit sekurang-kurangnya memiliki seorang dokter umum yang bekerja penuh walaupun tidak terdapat tenaga specialist. Kapasitas tempat tidur pada rumah sakit kabupaten bervariasi antara 40 dan 300 t.t. Latar belakang penelitian ini dilakukan karena adanya pemanfaatan rumah sakit yang sangat kurang sehingga pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tidak ada manfaatnya. Untuk itu maka perlu dilaku­kan USAha-USAha guna memperbaiki effisiensi dan effektivittas pelayanan dirumah sakit berdasar atas sumber-sumber daya vang ada. Pemanfaatan pelayanan rumah sakit oleh masyarakat dipengaruhi beberapa faktor seperti berikut : faktotor-faktor yang berhubungan dengan penderita dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesem­patan misalnya tersedianya waktu, jarak dan keuangan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penderita seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, kebiasaan, agama, penilaian tugas-tugas dari pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk keperluan perencanaan program pelayanan kesehatan

    Correlation Between Expression of MVP, Index of P53 and AgNOR Value with Chemoradiotherapy Clinical Response of Cervical Cancer

    Full text link
    Cervical cancer is the most frequent cancer found in Indonesia. The primary treatment of cervical cancer at the locally advanced stage is usually performed by using radiotherapy and chemotherapy. The combination of the two techniques is often called chemoradioherapy. The response to chemoradiotherapy is influenced by biological and physical factors. Major vault protein (MVP) is a ribonucleoprotein which contributes to drug resistance in some cancers. The purposes of this research were: (1) to determine the correlation between the expression of MVP and the index of p53, including AgNOR values and index of MIB-1; and (2) between MVP and chemoradiotherapy clinical response of cervical cancer. Twenty-one microscopic slides taken from biopsy tissues of cervical cancer patients before undergoing treatment were stained to identify MVP, p53, and MIB-1 by means of immunohistochemistry techniques and AgNORs staining. After undergoing chemoradiotherapy treatment, the patients' clinical responses were observed by pelvic control method. Experimental results showed that there was a correlation between MVP and AgNOR value (P=0.05), but no correlation between MVP and index of p53 (P=0.729), including MIB-1 LI (P=0.63), in untreated cervical cancer. In addition, there was no association between MVP and chemoradioterapy response. In conclusion, MVP expression correlates with the process of cell proliferation before the G2 phase of cell cycle in untreated cancer cells. Those have no association with clinical responses after the completion of treatment.Received: 20 November 2013; Revised: 18 July 2014; Accepted: 28 September 201

    PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN WAKTU PERENDAMAN LARUTAN ASAM SULFAT (H2SO4) TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI DAN VIABILITAS BENIH JATI (Tectona grandis L.f)

    Get PDF
    Jati (Tectona grandis L.f.) ialah tanaman yang termasuk dalam famili Verbenaceae. Secara generatif, pengadaan benih jati dilakukan dengan menggunakan biji. Permasalahan utama dalam pengembangan jati yaitu produksi benih yang rendah dan presentase perkecambahan yang rendah. Sebab, biji jati memiliki kulit yang keras sehingga air tidak mudah menembus kulit biji, hal ini menyebabkan terjadinya dormansi. Oleh karena itu dormansi pada benih harus dipatahkan agar benih dapat berkecambah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu perendaman berdasarkan perbedaan konsentrasi dari larutan asam sulfat terhadap pematahan dormansi dan viabilitas pada benih jati. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih jati dengan mutu fisik yang baik dan larutan asam sulfat. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial (RALF) dan 4 kali ulangan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Jatimulyo, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang pada bulan Mei-Oktober 2016. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara konsentrasi asam sulfat dan waktu perendaman yang diberikan terhadap peningkatan rerata daya kecambah, kecepatan tumbuh, dan laju perkecambahan benih jati, kecuali pada parameter kadar air tidak terdapat interaksi antara kedua faktor tersebut. Hasil yang tinggi pada setiap parameter didapatkan pada perendaman asam sulfat dengan konsentrasi 90% dan waktu 25 menit atau lebih

    Ocena modeli infiltracji opracowanych dla gleb mineralnych o różnym typie użytkowania w tropikach

    No full text
    The aims of this study were to evaluate five infiltration models for mineral soils in the tropics with different land use types, such as settlements, plantations, rice fields, and forests. The infiltration models evaluated were Green–Ampt, Kostiakov, Kostiakov–Lewis, Philip, and Horton. The research was conducted at the Amprong watershed, Malang, Indonesia. The infiltration rate of the thirteen soil samples was analysed. The infiltration was tested using Turf-Tech infiltrometer. Moreover, each soil sample was tested in terms of the bulk density, specific gravity, porosity, soil moisture, and soil texture. The results of the study indicate that there is no significant difference (α = 5%) in the infiltration rate among the five models of infiltration. The infiltration rate in the study site was considered fast. Three models exhibiting the best performance are Kostiakov, Kostiakov–Lewis, and Horton model, respectively. The highest infiltration rate occurred in the forest land use while the lowest occurred in the rice field land use. The results of this study suggest that the infiltration model parameters correlate closely with the initial infiltration rate (fo) and the final infiltration rate (fc). In other words there is a correlation between the soil's ability to absorb water (representing the capillary force or horizontal flow) at the beginning of the infiltration (fo) and the gravity or the vertical flow upon reaching the final infiltration rate (fc).Celem badań prezentowanych w niniejszej pracy była ocena pięciu modeli infiltracji opracowanych dla gleb mineralnych o różnym typie użytkowania w tropikach, takich jak: obszary zabudowane, plantacje, pola ryżowe i lasy. Oceniano modele Greena–Ampta, Kostiakova, Kostiakova–Lewisa, Philipa i Hortona. Badania prowadzono w zlewni Amprong, Malang w Indonezji. Analizowano tempo infiltracji w trzynastu próbkach glebowych z użyciem infiltrometru Turf-Tech. Ponadto w każdej próbce gleby analizowano gęstość objętościową, ciężar właściwy, porowatość, wilgotność gleby i skład granulometryczny. Wyniki badań dowiodły, że nie ma istotnej różnicy w tempie infiltracji (α = 5%) obliczonej za pomocą wymienionych pięciu modeli. Uznano, że tempo infiltracji było duże. Trzy modele, kolejno: Kostiakova, Kostiakova–Lewisa i Hortona okazały się najbardziej odpowiednie. Największe tempo infiltracji stwierdzono w glebach leśnych, a najmniejsze w glebach pod polami ryżowymi. Wyniki badań sugerują, że parametry modelu infiltracji są ściśle skorelowane z początkowym (fo) i końcowym (fc) tempem infiltracji. Innymi słowy, istnieje korelacja między zdolnością gleby do absorbowania wody (reprezentowana przez siły kapilarne i przepływ poziomy) na początku infiltracji (fo) oraz siłą ciążenia i przepływem pionowym po osiągnięciu końcowego tempa infiltracji (fc)
    corecore