2 research outputs found

    The Law Enforcement of Stock Pump and Dump Practices by Influencers through Act No. 4 of 2023 concerning Development and Strengthening of the Financial Sector

    Get PDF
    The practice of stock pump and dump involving influencers such as Belvin Tannadi has become a significant concern in Indonesia following the introduction of the P2SK Law, which expands the legal scope of this practice. This article aims to examine the legal implications of pump and dump practices by influencers in Indonesia, particularly after the revision of Act No. 8 of 1995 as amended by Act No. 4 of 2023 on the Development and Strengthening of the Financial Sector (P2SK Law). This research uses a normative legal approach by applying a statute approach and a case approach to analyze the legal ramifications of pump and dump practices by influencers and their law enforcement in Indonesia. The results show that the perpetrators of the practice of pump and dump shares, especially influencers who violate this provision, may be subject to severe sanctions as stipulated in Article 22 paragraph (43) of the P2SK Law in conjunction with Article 104 of the PM Law with a minimum imprisonment of 5 years to a maximum of 15 years and a minimum fine of five billion rupiah and a maximum of one hundred and fifty billion rupiah. Although Indonesia has taken a step forward in capital market regulation by removing the word "material" from the P2SK Law, law enforcement against this practice still needs to improve speed and firmness. The Belvin Tannadi case demonstrates that the OJK needs to take tangible action, whereas, in the United States, law enforcement appears to be more efficient. Furthermore, safeguarding the integrity of Indonesia's capital market and investors from harmful practices hinges on collaboration among law enforcement agencies, prioritizing investor education, and enhancing transparency and accountability in handling cases

    KONSEP PENGADAPTASIAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM POJK TENTANG PEER TO PEER LENDING

    Get PDF
    Seiring perkembangan teknologi informasi, terutama internet, Fintech telah tumbuh pesat di Indonesia, khususnya FintechP Lending, yang memfasilitasi peminjaman dan investasi. Namun, perlindungan konsumen dalam praktik P2P Lending masih menjadi isu yang relevan. Penelitian ini menyoroti pentingnya melindungi konsumen dalam industri Fintech P2P Lending dan mengusulkan perbaikan dalam regulasi yang ada untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi konsumen. Dalam era dimana teknologi dan layanan keuangan semakin terkait erat, perlindungan konsumen adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan diperkuat demi mendukung perkembangan positif industri Fintech di Indonesia. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach) untuk menganalisis regulasi Fintech P2P Lending di Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada konsumen serta mengenai konsep adaptasi Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Peraturanentang Layanan Peer To Peer Lending yang diharapkan dapat memperkuat perlindungan konsumen P2P Lending. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun OJK telah mengatur sektor ini, masih ada ketidakjelasan dalam status Fintech P2P Lending perlunya penegakan hukum yang lebih kuat terhadap pelanggaran. Adaptasi konsep Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Peraturan OJK menjadi kunci untuk memberikan perlindungan yang lebih efektif kepada konsumen dalam industri Fintech P2P Lending. Diperlukan pembentukan peraturan yang lebih rinci yang mengatur prinsip-prinsip perlindungan konsumen, penyelesaian sengketa, sanksi, dan langkah-langkah pendukung perlindungan konsumen.  Seiring perkembangan teknologi informasi, terutama internet, Fintech telah tumbuh pesat di Indonesia, khususnya Fintech P2P Lending , yang memfasilitasi peminjaman dan investasi. Namun, perlindungan konsumen dalam praktik P2P Lending masih menjadi isu yang relevan. Penelitian ini menyoroti pentingnya melindungi konsumen dalam industri Fintech P2P Lending dan mengusulkan perbaikan dalam regulasi yang ada untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi konsumen. Dalam era dimana teknologi dan layanan keuangan semakin terkait erat, perlindungan konsumen adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan diperkuat demi mendukung perkembangan positif industri Fintech di Indonesia. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach) untuk menganalisis regulasi Fintech P2P Lending di Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada konsumen serta mengenai konsep adaptasi Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Peraturan OJK tentang Layanan Peer To Peer Lending yang diharapkan dapat memperkuat perlindungan konsumen P2P Lending. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun OJK telah mengatur sektor ini, masih ada ketidakjelasan dalam status Fintech P2P Lending dan perlunya penegakan hukum yang lebih kuat terhadap pelanggaran. Adaptasi konsep Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Peraturan OJK menjadi kunci untuk memberikan perlindungan yang lebih efektif kepada konsumen dalam industri Fintech P2P Lending. Diperlukan pembentukan peraturan yang lebih rinci yang mengatur prinsip-prinsip perlindungan konsumen, penyelesaian sengketa, sanksi, dan langkah-langkah pendukung perlindungan konsumen
    corecore